Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggali Makna Perjuangan dalam Seni Bantengan

31 Juli 2018   18:49 Diperbarui: 31 Juli 2018   18:51 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah anda Menyaksikan kesenian Bantengan? Bagi masyarakat Jawa Timur, Terutama Malang Raya, siapa yang tak mengenal tradisi Bantengan.  Tradisi yang berkembang menjadi kesenian ini merupakan suatu tradisi  yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan (ilmu dalam),  musik, dan syair/mantra. Seni Bantengan bukan hal yang baru dan muda,  namun ini merupakan bekas tradisi peninggalan jaman  Kerajaan Singosari.

Pada Relief Candi  Jago, Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang  merupakan salah satu situs peninggalan  sangat erat kaitannya dengan Pencak Silat dan kesenian Bantengan. 

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
 Dikisahkan, pada masa Kerajaan Singosari yang dipimpin Ken Arok bentuk  kesenian Bantengan berupa gerakan tari yang dimainkan mengadopsi dari  gerakan kembangan pencak silat dengan alunan gerakan dan kuda-kuda  banteng. 

Walaupun pada masa  kerajaan Ken Arok tersebut bentuk kesenian bantengan belum seperti  sekarang, yaitu berbentuk topeng kepala bantengan yang menari. Karena  gerakan tari yang dimainkan mengadopsi dari gerakan Kembangan Pencak  Silat.  dengan atribut  tambahan yakni topeng kepala banteng, kain penutup sebagai badan  banteng, lonceng, dan lain-lain. Sehingga berbeda dari awal jaman  kerajaan dahulu yang hanya dengan gerakan saja.

Pada Masa Perjuangan, Banyak para pemuda belajar Pencak Silat di Pondok pondok pesantren untuk memperoleh Ilmu Kanuragan. Untuk menarik minat belajar pencak silat dikembangkanlah kesenian bantengan, dengan penokohan hewan Banteng yang liar sedang melawan Macan (Harimau).

Pada masa tersebut, penokohan ini dilambangkan yaitu hewan  Banteng yang hidup koloni (berkelompok) adalah lambang Rakyat Jelata dan  hewan Macan (Harimau) melambangkan Penjajah Belanda, serta ada tokoh  hewan Monyet yang suka menggoda Banteng dan Macan serta memprovokasi  keduanya untuk selalu bertarung. Monyetan ini melambangkan Provokator yang suka adu domba.

Dengan digelar berupa kesenian Bantengan, Para pemuda tertarik belajar silat untuk memperoleh bekal ilmu bela diri dan kanuragan guna melawan penjajah.

Pertarungan Banteng dan Macan ini juga diabadikan dalam lukisan Raden Saleh 

(kumparan.com)
(kumparan.com)
Demikian semoga artikel ini bermanfaat, bahwa pada masa Perjuangan, seni bantengan adalah salah satu media menarik minat para pemuda belajar bela diri sebagai bekal melawan Penjajah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun