Mohon tunggu...
Eko Hardiyanto
Eko Hardiyanto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

linux and open source fans

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pembenaran dari Suatu yang Dianggap Benar

25 September 2012   08:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:44 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13485624551191879339

[caption id="attachment_200961" align="aligncenter" width="276" caption="surat_pembenaran"][/caption]

Tinggal di daerah kepulauan merupakan sebuah amanah. Sebuah amanah akan pekerjaan, demi pengabdian kepada bangsa dan Negara. Menerima dengan lapang dada dan ikhlas merupakan opsi yang dipilih banyak orang. namun, tidak sedikit juga yang memilih untuk tidak menjalankan dan menolaknya, alasannya pun beragam.

Daerah yang baru, tentu bertemu dengan orang-orang baru. Menjalankan kegiatan yang baru. Melakukan pembiasaan baru yang dilakukan secara terus-menerus setiap hari menjadi sebuah rutinitas. Rutinitas merupakan sebuah kebiasaan, kebiasaan yang membiasakan seseorang untuk melakukan aktifitas baik maupun yang dianggap (maaf) kurang sopan. Segala hal yang dilakukan sudah otomatis tertanam di dalam pikiran serta alam bawah sadar.

Lingkungan yang baru ternyata mendatangkan sebuah fenomena baru. Mulai dari gaya bahasa, gaya hidup serta, serta pola berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang sangat berbeda dengan daerah asal. Kesulitan tersendiri saat harus memahami kosa kata baru yang sangat asing di telinga. Tidak hanya itu, penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia yang sering terbalik juga semakin menambah masalah. lebih tepatnya seperti menerjemahkan bahasa inggris ke dalam kata-perkata tanpa dilihat susunan dalam bahasa Indonesia yang baku.

Kata seperti “apa dikerja?”, “apa mau dibuat?” “apa dibuat kau?” bagaimana menurut anda? terdengar asing bukan? Terkadang kita harus memproses dua kali untuk menafsirkan dan menerjemahkan dalam sebuah komunikasi sehari-hari. Anak-anak kecil, remaja bahkan pejabat pemerintahan masih banyak melakukan kesalahan. Dalam forum resmi masih banyak digunakan penggunaan bahasa yang kurang tepat disamping penggunaan bahasa daerah yang sesekali keluar, mungkin secara tidak sengaja. Kesalahan dalam penempatan bahasa Indonesia yang baku dan sesuai dengan standar aturan SPOK disebabkan kesulitan dalam pemilihan kata yang akan digunakan. Berawal dari kurangnya daftar kata dalam bahasa Indonesia menyebabkan kesulitan dalam pergaulan. Tidak hanya satu arah kesulitan yang terjadi, namun kesulitan dalam memahami kalimat yang saya ucapkan juga seringkali terjadi.

Rasa heran tidak cukup dari hasil percakapan, namun setelah ditelusuri lebih mendalam. Ternyata pada buku pelajaran tingkat sekolah dasar ditemukan penggunaan bahasa yang tidak baku. Terlepas dari mana penerbit yang mengeluarkan buku pelajaran tersebut, namun seharusnya pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan lebih selektif dan lebih detil dalam pemberian kriteria bahan mata pelajaran yang akan diberikan di sekolah-sekolah. Jika sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan penggunaan yang tidak baku, kesalahan tersebut akan menjadi kebiasaan.

Memang disadari ataupun tidak, rasa untuk berpendidikan di daerah kepulauan ini masih sangat rendah. Indikator yang dapat dijadikan acuan adalah masih banyak anak yang tidak bersekolah, sangat jarang toko yang menjual buku bacaan, bahkan pusat pendidikan internet di tingkat kecamatan masih butuh sosialisasi. Perpustakaan daerah hanya diisi oleh pelajar ataupun pengunjung yang ingin bermain dengan internet dengan sambungan gratis melalui jaringan wireless fidelity (wi-fi).

Semoga potret kecil dari sebuah kepulauan dapat menggugah kita untuk bersama-sama membenahi dunia pendidikan serta peran aktif dari setiap lingkungan. Kekhawatiran mungkin belum dirasakan dalam waktu dekat, namun semua pihak baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat seharusnya sudah mengantisipasi dari degradasi semangat pelajar untuk belajar. Bahwa sebuah proses untuk berhasil diperlukan dalam suatu kesuksesan, bukan hasil dari keberhasilan kerja yang secara instan. Sebagai orang tua yang harus lebih memperhatikan pergaulan, sikap dan perilaku putra-putrinya baik di rumah maupun di lingkungan sekitar. Dimanapun, mencegah lebih baik daripada mengobati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun