Baru-baru ini viral berita Jakarta akan tenggelam. Orang-orang gaduh sesaat. Tapi, kenyataan tidak Cuma Jakarta. Pesisir utara Jawa memang rawan tenggelam.
Biang keladi dari semua itu adalah pemanasan global. Air di kutub utara mencair seiring dengan naiknya  suhu bumi. Hal ini diperparah penurunan permukaan tanah akibat ekploitasi air tanah besar-besaran.
Pusat Penelitian Permukaan Laut, Universitas Hawaii dan Peta Iklim Global NOAA menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut rata-rata di atas 0,3 cm per tahun di 48 tahun terakhir ini.
Pemanasan global yang membuat suhu bumi makin meningkat, terjadi karena gas-gas yang terperangkap di atmosfer bumi. Seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), hydrofluorocarbon (HFCs), perfluorocarbon (CFCs), sulfur heksa florida (SF6).
Pemakaian bahan bakar fosil, alih fungsi lahan dan aktvitas rumah tangga manusia berkontribusi pada pemanasan global. Efek pemasan global tidak akan selesai jika dihadapi sendiri-sendiri.
Jika tindakan menghadapi perubahan iklim adalah perang. Maka semua orang harus berjuang. Perang melawan perubahan iklim adalah perang semesta.
Sebagai individu cara paling sederhana adalah menghentikan/mengurangi tindakan yang menghasilkan emisi. Hal itu bisa didiagnosa dengan gampang. Tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Mencegah Semakin Parah
Air adalah kebutuhan pokok. Semua membutuhkan air baik individu maupun industri. Meski air masih melimpah dan gampang. Namun, ekploitasi berlebihan berkontribusi pada penurunan permukaan tanah.
Ketika terjadi kenaikan permukaan air laut. Maka dengan sendirinya daerah rendah akan terendam. Banjir akan mudah terjadi. Pemanasan global dan eksploitasi air berlebih adalah kombinasi buruk.