Setiap hari saya harus menunggu kereta di Stasiun Klender Baru untuk membawa saya ke Stasiun Juanda. Lalu dari sana saya jalan kaki sekitar 500 meter sebelum kemudian bekerja di di perusahaan orang.
Sering kali di sepanjang jalan dari Klender Baru ke Juanda, saya berpikir betapa kita harus menghabiskan begitu banyak energi dan waktu hanya untuk sekedar bertahan hidup.
Hidup tidak hanya sekedar bertahan hidup. Ada bunga-bunga lainnya. Sesekali haru mengirim uang ke orang tua sebagai bakti kita. Lainnya, harus menjajaki lawan jenis untuk menemukan jodoh sampai pada kapan punya usaha sendiri sehingga tidak menjadi pekerja selamanya.
Kenyataannya, ada banyak yang yang masih stagnan. Jangankan punya pekerjaan, malah masih betah menjadi beban keluarga. Bukan karena tidak ada usaha, terkadang hidup lebih susah bagi orang-orang tertentu.
Katanya, anda akan dapat dengan mudah mencapai target hidup. Jika anda pintar (punya skill), good attitude dan apalagi ditambah good looking. Benarkah?
Teman saya skillnya biasa-biasa saja, sedikit bad attitude dan tidak good looking sepertinya hidupnya lebih sukses dari teman saya yang lain yang level kepintarannya, attitude dan tampang jauh di atasnya. Yah, itulah the power of orang dalam!
Mari buka mata dalam melihat realitas. Apakah kita bisa benar-benar mampu bisa mencapai target lebih baik dibanding mereka yang diback up orang dalam.
Soal pekerjaan misalnya, jika kamu memiliki orang dalam di suatu perusahaan. Seberapun anda di bawah orang-orang lain kamu akan menemukan jalan tol untuk mencapai duduk di kursi yang kamu inginkan.
Soal jodoh lain lagi. Jika kamu punya orang dalam anda akan selangkah lebih cepat dari buaya-buaya komplek lain untuk mendapatkan bunga komplek. Kenapa? orang dalam akan memberi informasi tentang nama, nomor hp, makanan kesukaan, jadwal sehari-hari yang akhir membantu kamu untuk menyusun strategi untuk mendapatkan bunganya.
Sungguh kasihan bagi mereka yang sudah lelah berjuang, karena ternyata targetnya sudah dikunci orang lain yang punya orang dalam.
Lantas melihat fakta itu masih ada gunanya gak sih kamu berjuang? Menyiapkan target-target untuk dicapai tapi kamu tidak punya orang dalam untuk membantu mewujudkan target? Apakah kamu tidak lebih baik realistis saja menikmati yang sudah ada.