Tidak kurang dari 18 Tahun saya menghabiskan waktu di Tanah Batak. 6 Tahun di Tarutung, Pusat HKBP, gereja etnis yang mungkin terbesar di dunia. Sisanya 12 tahun di Kabupaten Toba Samosir, yang sekarang sudah menjadi Kabupaten Toba.
Tempat-tempat yang pernah saya tinggali selalu ada beberapa keluarga penganut Agama Islam. Memasuki Bulan Ramadhan seperti saat ini, sekilas semua biasa-biasa saja. Warung-warung tetap buka, tidak perlu dipasang tirai. Kalau puasa jangan masuk. Itu saja.
Nah, kalau sore hari, biasanya menjelang berbuka bagi yang sedang berpuasa akan terdengar bunyi lonceng gereja bertalu-talu, bersahut-sahutan dengan suara azan. Itu adalah pertanda untuk pulang ke rumah bagi yang sibuk di ladang. Sekaligus peluit panjang pertanda berakhirnya pertandingan bagi anak-anak yang sedang bermain bola.
Nah, di Bulan Ramadhan seperti saat ini. Ada banyak hal-hal unik yang selalu menarik untuk dikenang kembali.
Omongan "Saudara" Yang Ganas
Kalau akhir-akhir ini banyak pro dan kontra soal penutupan warung-warung tempat makan atau setidaknya memasang tirai. Di kampungku, kalau kamu seorang muslim atau muslimah, di saat-saat ramadhan akan menjadi pusat perhatian. Orang-orang tahunya kamu berpuasa. Begitu masuk warung semua mata akan tertuju padamu.
Pertanyaan pertama yang akan ditanya, dang puasa huroa ho? (apakah kamu tidak puasa?) Mau bapak-ibumu mengizinkan kamu tidak puasa. Besoknya ya satu kampung tahu kalau kamu tidak puasa kalau nekat. Meskipun sebenarnya itu bukan urusan mereka, ya, itu bisa jadi ejekan untukmu.
Nah, sebelum berurusan terlalu jauh dengan omongan sekampung. Peringatan pertama jangan nekat makan di keramaian. Kedua, kalau pun berhalangan usahakan tidak terlalu mencolok karena ketidaktahuan bisa jadi omongan. Ketiga, kalau masih kuat tetaplah berpuasa.
Enaknya berpuasa di kampung itu, ya, begitu. Orang-orang tua (dewasa) tanpa memandang apa agamanya. Turut serta aja mengawasi. Curiga kalau si anak ngaku sama orang tua puasa, eh, tahunya tidak. Di kampung itu, kekerabatan mungkin berpengaruh. Sebab sama orang batak selalu saja bisa ditarik garis yang membuat semua orang jadi saudaramu. Hehehe.
Pelindung-Pelindung Dadakan
Saya pikir sudah menjadi ciri khas desa-desa di tanah batak untuk toleran. Orang-orang cenderung tidak terlalu memusingkan agama orang lain. Selama masih mengikuti adat istiadat dan tidak mengganggu agama lain. Rasanya tidak akan ada riak-riak perselisihan.