Populernya Ida Dayak di pelbagai medsos telah memicu sejumlah reaksi di kalangan masyarakat. Timbul pro-kontra di tengah masyarakat terhadap metode pengobatan tradisional yang dilakukan dukun asal Kalimantan itu.Â
Tak ketinggalan, para nakes pun ikut-ikutan mengomentari dukun sakti yang konon sudah banyak menyembuhkan pasien patah tulang sampai penderita lumpuh.
Meskipun terbilang baru, kesohoran Ida Dayak dengan cepat menjalar ke berbagai pelosok negeri. Orang-orang sukarela menyebarluaskan video pengobatannya, mengomentari videonya secara positif di media sosial.Â
Dari hari ke hari animo masyarakat kian meningkat padanya. Kerumunan manusia nyaris tak pernah sepi di tiap-tiap videonya. Ini menandakan bahwa cukup banyak peminat pengobatan tradisional Ida Dayak meskipun kesahihannya masih belum dapat dipastikan, kecuali dari bukti rekaman yang disebarluaskan.
Melambungnya nama Ida Dayak tidak patut dipersalahkan, apalagi dianggap wujud kemerosotan masyarakat kita akan edukasi kesehatan kiwari.Â
Pengobatan alternatif, seperti namanya, sudah menjadi opsional bagi masyarakat kita sejak lama, bahkan mendahului pengobatan modern.Walaupun, tetap saja terdengar agak ironis.Â
Memasuki abad ke-21 yang katanya teknologi kian canggih dan mumpuni, AI digadang-gadangkan segera menggantikan peran-peran krusial, masyarakat kita justru masih antre berkeringat dingin, berduyun-duyun mengharap kesembuhan dari 'keajaiban' tangan seorang dukun.
Sebelum Ida Dayak, jangan lupa kita pernah kenal dengan Ningsih Tinampi penyembuh segala penyakit, Ponari dengan 'batu ajaibnya', dan ribuan dukun pijat yang berjibun seandainya saya tulis satu per satu di sini.Â
Kehadiran sosok balian yang dikultuskan dan dipercaya sakti mandraguna memang tidak terlepas dari kultur masyarakat kita yang berakar dari kepercayaan animisme-dinamisme.Â