Maksud saya begini, perempuan sejak lahir telah melewati masa-masa yang berbeda jauh daripada laki-laki. Bahkan, sekalipun keluarga mereka telah menganut paham kesetaraan dan memberi ruang sebebas-bebasnya untuk mereka berpikir dan bertindak, tetap saja akan bersinggungan dengan stigma, stereotip, dan norma serta nilai-nilai yang jauh-jauh hari telah ditetapkan masyarakat. Jadi, sudah pasti kaum perempuan memiliki pengalaman yang lain dan bernilai. Pengalaman yang sulit ditulis dalam satu paragraf atau mungkin satu buku. Ibarat kendaraan, mereka sudah kebal melewati banyak rambu-rambu (*3) di kanan-kiri jalan.
Suara perempuan itu sangat beragam. Namun, nyaris punya tujuan yang seragam. Meminjam suara mereka, artinya kita harus siap menyampaikan aspirasi mereka secara jujur dan apa adanya kepada pembaca. Pengabaian terhadap aspirasi mereka dan mengandalkan sepenuhnya asumsi dan imajinasi kita merupakan bukti bahwa kita belum menghargai peran wanita yang sesungguhnya. Betapa pun, jika menginginkan lahirnya karya yang bermakna, kita harus benar-benar mempertimbangkan aspirasi mereka. Lagi pula, mereka bukan makhluk asing yang sulit dicari informasinya. Kita bisa bertanya langsung melalui wawancara atau dengan membaca karya-karya mereka, menahan diri dari perasaan serbatahu.
Melalui cara ini, kita dapat melihat sudut pandang mereka yang sesungguhnya, pola pikir mereka, dan bagaimana mereka bergulat di kehidupan sehari-hari.
Catatan penulis:
*1. Misalnya, saya bisa melihat dari bagaimana perempuan ketika menanggapi tayangan ftv atau sinetron di televisi. Sebagian dari mereka mungkin sepakat dengan sikap lemah, rela berkorban, dan tabah memghadapi suami mereka. Namun, banyak juga yang menganggap tayangan itu seperti mengolok-olok kaum perempuan.
*2. Dalam acara Kick Andy spesial natal tahun lalu mengundang Ibu Vera Manayang, seorang pendiri panti sosial untuk merawat perempuan tuna wisma yang mengidap gangguan jiwa. Beliau membawa satu per satu ODGJ ke rumahnya, memberikan segenap perhatian dan keterampilan, hingga sebagian dari wanita itu perlahan-lahan mulai pulih.Â
*3. Saya tidak malu menyebut beberapa rambu-rambu itu diciptakan kaum laki-laki yang berdalih ingin melindungi.
Artikel ini tayang pertama kali di blog pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H