Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berkorban THR, Perlukah Pejabat Negara Dipuji?

14 April 2020   20:06 Diperbarui: 6 Februari 2022   10:55 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan soal THR pejabat negara via Kompas.com (KOMPAS.COM/MUTIA FAUZIA)

Entah saya harus bereaksi seperti apa,  setelah mengetahui kalau Tunjangan Hari Raya (THR) pejabat negara tidak akan dibayarkan tahun ini. Kabar yang bikin terharu, tapi bingung juga mau memuji atau justru mempertanyakan soal sebegitu heroikkah usaha pemerintah dengan pilihan ini?

Dikutip dari laman Kompas.com (14/04) Menteri Keuangan Negara, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan jika saat ini sedang proses revisi perpes sesuai intruksi Presiden tentang pejabat negara, eselon 1, dan eselon 2 yang tidak akan mendapatkan THR.

Membahas tunjangan hari raya pejabat di tengah-tengah wabah Covid-19 agaknya tidak betul-betul memberikan oasis dingin nan segar bagi masyarakat. 

Kami sudah terlena jauh-jauh hari dengan pemberitaan Didi Kempot yang menggalang donasi atau aksi donasi lainnya yang dipelopori berbagai kelompok masyarakat, yang sebetulnya lebih memberikan harapan bagi banyak masyarakat terdampak.

Lha, kan pak Jokowi sebelumnya sudah mengeluarkan kebijakan tentang penangguhan sementara angsuran kredit bank dan bebas tarif listrik PLN selama tiga bulan? 

Benar sekali tuan-tuan, mari kita apresiasi sekali usaha pemerintah pusat yang sekarang jauh lebih progresif dibandingkan sebelum-sebelumnya masih hahahihi yang diwakili kalimat jayus beberapa menteri.

Meskipun realisasinya ya tetap saja berujung absurd dan lawak. Bagaimana tidak, mulai dari tetangga, sanak-keluarga,  dan beberapa teman di medsos mengeluhkan adanya bank-bank dan perusahaan pemberi pinjaman yang masih tega-teganya minta dilunasi angsuran pinjaman. 

Ini bikin saya mengurut perut, pundak, juga dada, setelah selidik punya selidik ternyata lembaga pemberi pinjaman yang digagas olrh Pemerintah sendirilah justru paling sibuk mondar-mandir menagih para pemilik usaha mikro, kecil dan menengah (UKM).

Masyarakat pun yang semula lega sudah ditiup angin segar, tiba-tiba bak disambar geledek siang bolong gara-gara penagih pinjaman tak tanggung-tanggung membawa manajernya langsung ke lapangan. 

Duh, kalau sudah begitu yang salah siapa? Salah pemerintah yang kadang-kadang PHP? Atau salah pihak bank dan penagih yang tidak menonton televisi? Atau mungkin salah para pemilik pabrik, misalnya pabrik lateks yang terang-terangan berperan menambahi masalah para petani karet?

Di kota saya yang komoditasnya karet harus menelan kabar pahit mana kala beberapa pabrik mengumumkan bahwa mereka sementara waktu tidak mau menerima getah dari daerah zona merah COVID-19 (ketahuilah, tanpa corona pun harga karet memang sudah lama melorot). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun