Konsep distribusi pada sistem ekonomi Islam belum sepenuhnya teraplikasikan dalam sistem ekonomi di Indonesia saat ini. Hanya sebagian kecil dari konsep distribusi yang telah teraplikasi, diantaranya adalah dengan berdirinya Badan Amil Zakat, serta wakaf dan secara hukum diaplikasikannya hukum waris Islam. Namun aplikasi konsep distribusi tersebut belum mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi ekonomi Indonesia.
Dalam menjalankan konsep distribusi ekonomi Islam di Indonesia maka diperlukan sebuah perangkat intstitusi distribusi dan instrument distribusi. Institusi distribusi berkenaan masalah peran pemerintah dalam proses distribusi dan peran masyarakat dalam proses distribusi. Sedangkan instrument distribusi menyangkut masalah optimalisasi zakat, wakaf, waris dan infak/sedekah sebagai instrumen distribusi di Indoneseia.
Peran pemerintah dalam proses distribusi sangatlah diperlukan agar mekanisme pasar berjalan dengan baik. Disamping pemerintah memiliki tugas sebagai regulator yang mengeluarkan peraturan/undang-undang tentang persaingan usaha dan tidak kalah pentingnya adalah pemerintah juga dituntut untuk mendorong lahirnya sikap moral yang tinggi baik untuk pemerintah sendiri maupun pelaku ekonomi lainnya. Pemerintah juga berperan sabagai penjamin terciptanya distribusi yang adil di tengah-tengah masyarakat agar distribusi pendapatan berdampak pada penurunan jumlah kemiskina saat ini.
Disamping pemerintah, masyarakat pun berkewajiban untuk mewujudkan keadilan distribusi. Masyarakat harus memutuskan secara adil siapa yang berhak mendapatkan barang dan jasa, serta dengan cara bagaimana setiap masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan kemaslahatan, sehingga setiap individu dapat merasakan kesejahteraan. Kesadaran akan pentingnya kemaslahatan akan mendorong setiap individu untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan ajaran syar'i dan berusaha mengelola sumber daya yang ada untuk mencapai falah.
Dalam mewujudkan terciptanya keadilan distribusi dengan mempersempit kesenjangan ekonomi maka yang dapat dilakukan dengan menunaikan kewajiban zakat, mewakafkan sebagian harta yang dimiliki, mengaktifkan hukum waris dan berinfak/sedekah. Zakat, wakaf, waris dan infaq/sedekah bersumber dari masyarakat secara langsung menghilangkan ketergantungan masyarakat pada bantuan pemerintah. Terutama dalam menyediakan dana murah dalam pembiayaan kegiatan ekonomi masyarakat, penyediaan fasilitas publik, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat sehingga terbentuklah satu mekanisme jaminan sosial secara utuh.
Zakat sebagai dana yang bersumber dari kewajiban individu untuk masyarakat dapat didistribusikan pada mustahik yang berhak menerimanya seperti fakir, miskin dan lain sebagainya (baca:At-taubah:9:60). Melalui dana zakat secara riil dapat dialokasikan untuk mengatasi dampak dari pembangunan ekonomi Indonesia yakni berupa utang, pengangguran dan kemiskinan. Sehingga dana zakat yang dapat dihimpun dan disalurkan akan jauh lebih besar memberikan dampak signifikan bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Wakaf sebagai instrumen distribusi individu untuk masyrakat telah terbukti dari banyaknya masjid yang bersejarah dibangun diatas tanah wakaf. Namun perkembangan wakaf selanjutnya tidak banyak perubahan yang berarti karena harta wakaf terbatas pada kegiatan keagamaan saja. Sehingga dibutuhkan langkah yang strategis dengan mendata ulang seluruh harta wakaf dan pemanfaatannya, serta melakukan pemberdayaan dengan melihat dampak kemanfaatan dan keberlangsungan harta wakaf tersebut. Disamping itu perlunya mendorong umat muslim Indonesia untuk berwakaf baik dalam bentuk wakaf barang maupun wakaf tunai.
Harta waris memilki dampak sebagai jaminan kesejahteraan keluarga, terutama dalam menciptakan keadilan distribusi. Perbandingan 2:1 bagi anak laki-laki dan perempuan, secara ekonomi berhubungan dengan hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam keluarga. Laki-laki sebagai kepala keluarga, apabila telah menikah dituntut untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Sebaliknya perempuan tidak dituntut untuk menafkahi keluarganya, dari itu perempuan tidak dituntut memperoleh pendapatan yang lebih besar.
Dari keadaan tersebut mekanisme waris erat kaitannya dengan keinginan Islam mewujudkan keluarga yang sejahtera dan jauh dari kemiskinan. Pembagian harta waris dalam keluarga dapat membantu dalam menciptakan distribusi kekayaan secara adil dan membantu mengurangi kesenjangan dalam distribusi kekayaan di masyarakat. terakhir, infak/sedekah merupakan instrumen distribusi di masyarakat. Konsep infak/sedekah memilki arti luas yang berarti infak maupun sedekah tidak hanya sebatas pemberian yang bersifat material namun dapat mencakup semua perbuatan kebaikan, baik fisik maupun nonfisik.
Infak/sedekah secara materi dapat diberikan oleh siapa saja baik individu maupun kelompok. Begitupun dengan infak/sedekah yang sifatnya non-materi (keahlian) bagi individu, maupun kelompok/perusahaan dapat diberikan melalui mekanisme pemberdayaan bagi usaha mikro melalui kerja sama, pelatihan, dan keterampilan. Melalui pemberdayaan ini, perkembangan perusahaan besar tidak mematikan usaha kecil bahkan sebaliknya perkembangan yang dialami perusahaan besar dapat menumbuhkan serta mendorong perkembangan usaha kecil. Sehingga meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meminimalisir pengangguran.
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa institusi dan instrumen distribusi ekonomi Islam merupakan jawaban dalam menangani persoalan bangsa saat ini. Maka penting untuk mengaplikasikan institusi dan instrumen distribusi sehingga mampu menciptakan keadilan distribusi dan jaminan sosial masyarakat, yang bergerak menciptakan kesejahteraan di masyarakat.Â