Mohon tunggu...
Eka Zulis Saputri
Eka Zulis Saputri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa/Mahasiswi

Hobi saya memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterbelakangan Infrastruktur dan Akses Terbatas ke Pendidikan

26 November 2023   17:21 Diperbarui: 26 November 2023   17:21 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam cakrawala pemikiran filsafat, Georg Wilhelm Friedrich Hegel menonjol sebagai salah satu tokoh yang paling memengaruhi arus pemikiran modern. Filsafat Hegel, yang melintas dari metafisika hingga realitas sosial, mengusung konsep dialektika sebagai alat untuk memahami perubahan dan perkembangan dalam sejarah manusia. Dialektika Hegel---pergerakan dari tesis, melalui antitesis, menuju sintesis---menawarkan kerangka kerja bagi kita untuk memetakan dan menganalisis isu-isu masyarakat yang kompleks. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji isu ketimpangan ekonomi, yang menjadi sebuah tantangan global yang kian mendesak.

Dengan mempertimbangkan perjuangan antara kelas ekonomi sebagai tesis dan antitesis yang berujung pada pencarian sintesis dalam bentuk kebijakan sosial yang lebih inklusif dan berkelanjutan, analisis ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana pandangan Hegel masih relevan dan bisa membantu kita dalam memahami serta merespons isu masyarakat kontemporer. Referensi yang akan digunakan meliputi teks-teks Hegel sendiri serta interpretasi oleh para ahli filsafat modern yang telah menelaah dan mengaplikasikan teori-teori Hegel pada konteks-konteks sosial dan politik saat ini.

Melihat kembali dari latar belakangnya, sejarah filsafat mencatat Hegel sebagai salah satu pemikir yang paling berpengaruh dalam memahami dinamika perubahan sosial dan politik. Lahir pada akhir abad ke-18 di Jerman, Hegel menyaksikan transformasi besar dalam masyarakat Eropa dari Revolusi Prancis hingga kebangkitan nasionalisme dan awal dari Revolusi Industri. Dalam kondisi inilah Hegel mengembangkan konsep dialektikanya, yang dia lihat sebagai motor perubahan sejarah dan sosial. Dialektika ini mengandung tiga komponen utama: tesis, yang mewakili kondisi atau ide eksisting; antitesis, yang merupakan reaksi atau kontradiksi dari tesis; dan sintesis, yang muncul dari konflik antara tesis dan antitesis, menghasilkan pemahaman atau kondisi baru.

Ketimpangan ekonomi, sebagai isu yang dipilih untuk analisis ini, memiliki akar sejarah yang panjang dan kompleks. Era Hegel sendiri mengalami perubahan struktural ekonomi yang dramatis, yang mengubah wajah masyarakat dan menimbulkan pertanyaan tentang keadilan, hak milik, dan distribusi kekayaan. Hegel menyadari bahwa konflik kelas merupakan bagian intrinsik dari struktur sosial yang mendorong perubahan dan pengembangan masyarakat. Dalam konteks modern, ketimpangan ekonomi menjadi lebih terlihat dan terukur, sering kali menghasilkan antitesis dalam bentuk gerakan sosial, kebijakan publik yang reformis, dan debat politik yang intens. Dalam latar belakang historis dan intelektual inilah konsep Hegel akan digunakan untuk memahami dan menganalisis isu ketimpangan ekonomi saat ini, dengan mengambil pelajaran dari sejarah untuk membentuk pemahaman kita tentang kemungkinan-kemungkinan sintesis di masa depan.

Di Indonesia, fenomena ketimpangan ekonomi menjadi contoh nyata yang bisa dianalisis dengan kerangka dialektika Hegel. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Namun, pertumbuhan ini tidak terdistribusi secara merata di antara penduduknya, yang menciptakan tesis: peningkatan jumlah kelas menengah dengan akses yang lebih besar ke sumber daya dan peluang ekonomi.

Antitesis muncul dalam bentuk disparitas yang kian terasa antara kota dan desa, serta antara wilayah barat dan timur Indonesia. Pertumbuhan perkotaan yang pesat dan investasi asing yang besar di Jawa dan Sumatra bertentangan dengan kondisi di wilayah lain yang mengalami keterbelakangan infrastruktur dan akses terbatas ke pendidikan serta layanan kesehatan.

Sintesis yang dicari dalam konteks ini mungkin terlihat dalam upaya pemerintah dan sektor swasta untuk mengatasi disparitas ini, seperti pembangunan infrastruktur di wilayah timur, program pendidikan dan kesehatan yang lebih inklusif, dan kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk mendistribusikan pertumbuhan lebih luas lagi. Penerapan pajak progresif dan program bantuan sosial merupakan upaya untuk mengurangi kesenjangan dan menciptakan kondisi yang lebih egaliter.

Analisis kasus ini menunjukkan bagaimana dialektika Hegel sebagai proses konflik dan resolusi yang terus bergerak di masyarakat Indonesia. Konflik antara tesis dan antitesis ini menghasilkan perubahan sosial dan ekonomi yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan yang lebih besar, mencerminkan sintesis yang merupakan inti dari proses dialektis Hegel.

Dari studi kasus ketimpangan ekonomi di Indonesia, dapat terlihat adanya wawasan penting mengenai aplikasi dialektika Hegel dalam konteks masyarakat yang dinamis. Ketimpangan ekonomi, yang diidentifikasi sebagai tesis, diperlihatkan dalam kontras yang signifikan antara kemakmuran kota besar seperti Jakarta dengan kondisi daerah pedesaan yang masih tertinggal. Antitesis muncul melalui respon masyarakat sipil dan kebijakan pemerintah, yang menunjukkan ketidakpuasan terhadap ketimpangan dan mendorong perubahan.

Dalam pembahasan ini, berbagai upaya-upaya untuk mencapai sintesis---penyelesaian yang mengintegrasikan kepentingan kontras ini sedang berlangsung. Misalnya, pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas pendidikan di daerah terpencil. Kebijakan ekonomi yang lebih inklusif juga telah diperkenalkan, seperti sistem perpajakan yang progresif dan peningkatan akses terhadap kredit untuk usaha kecil dan menengah.

Namun, pembahasan lebih lanjut menunjukkan bahwa mencapai sintesis tidaklah mudah. Meskipun ada kemajuan, masih terdapat tantangan yang signifikan, harus diselesaikan. Program-program pemerintah seringkali terhambat oleh birokrasi, korupsi, dan ketidakcukupan sumber daya. Disparitas regional masih menjadi isu kritis, dengan beberapa wilayah mengalami pertumbuhan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan lainnya. Ini menunjukkan bahwa pergerakan menuju sintesis adalah proses yang berkelanjutan dan sering kali tidak linear. Hasilnya, kita dapat menyimpulkan bahwa dinamika sosial dan ekonomi Indonesia menggambarkan proses dialektis yang diuraikan oleh Hegel. Proses ini menggarisbawahi pentingnya konflik dan kontradiksi sebagai katalis perubahan dan evolusi sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun