Wabah Covid-19 yang melanda Indonesia salah satunya desa Nguter Rt.01/04 banyak menginspirasi warga untuk terus berkarya. Di desa inklusi ini ada suatu yayasan yang menaungi para penyandang disabilitas yang dinamakan “Sanggar Inklusi”. Bisa disebut juga dengan lingkar social dimana ini merupakan organisasi yang menaungi penyandang disabilitas. Selama adanya wabah covid-19 mereka mempunyai produk hasil buatan teman-teman difabel yaitu batik ciprat.
Sejauh ini batik ciprat menjadi ikon keterampian yang paling mudah dilakukan oleh para penyandang disabilitas. Lahir dengan keadaan cacat/difabel tentu ini bukan sebuah harapan semua orang yang lahir di dunia. Tetapi, keterbatasan bukanlah sebuah akhir. Sama seperti yang dilakukan teman-teman difabel di desa Nguter ini, dengan bekal optimisme dan semangat belajar mereka mampu menghasilkan karya batik yang bernilai seni tinggi. Dengan adanya pembuatan batik ciprat mereka memperoleh pekerjaan dan merasa terbantu dari segi perekonomian. Sebab, teman-teman difabel yang ikut membatik awalnya memang belum mempunyai pekerjaan tetap.
Batik ciprat menampilkan motif bintik-bintik cipratan yang abstrak, tetapi menarik untuk dipandang. Motif batik dihasilkan dari cipratan malam atau lilin pada kain. Corak yang dihasilkan dominan titik-titik, semburan, dan semburan seolah cipratan air. Nah dengan teknik pewarnaan yang dominan ini akan semakin mempercantik kesan abstrak pada batik ciprat. Para penyandang difabel ini sebenarnya mempunyai bakat dan kemampuan, apabila diarahkan dan dibimbing dengan sabar dan sepenuh hati.
Ide cemerlang yang direalisasikan oleh Ibu Puji sebagai penggerak pertama kali pembuatan batik ciprat dan merangkul semua teman-teman disabilitas yang ingin bergabung dalam sangar, ini berhasil dijalankan. Di desa yang teduh, suara canda dan tawa tidak berhenti terdengar. Sambil terus memproduksi batik ciprat, teman-teman difabel tampak nyaman menikmati hidup meski dalam kondisi fisik yang serba terbatas. Kegiatan kewirausahaan inklusi ini mampu mengangkat derajat hidup mereka.
Proses pembuatan batik ciprat dilakukan oleh teman-teman difabel Sanggar Inklusi. Prosesnya mulai dari pemotongan kain, kain dibentangkan dalam rangka bambu, lalu kain diberi pewarna dasar kemudian dijemur dibawah terik sinar matahari. Selanjutnya adalah proses penguncian warna menggunakan water glass, hal ini dimaksudkan agar warna dasar tidak berubah. Setelah itu, kain diberi motif dengan menggunakan malam, disinilah kreatifitas mulai ditunjukkan. Untuk pemberian motif ke kain bisa dilakukan dengan menggunakan sapu lidi, garpu, kuas, dan canting. Kemudian setelah itu dilakukan proses pewarnaan kedua menggunakan pewarna yang lebih gelap misalnya hitam, maroon, biru dongker dan lain-lain. Proses selanjutnya adalah penguncian warna dengan menggunakan water glass yang kedua kalinya. Setelah itu kain disiram menggunakan air mengalir, dan baru direbus menggunakan air mendidih selama 5 menit. Hal ini berfungsi untuk menghilangkan malam yang menempel pada kain.
Dari proses pewarnaan dasar, pembuatan motif dengan cipratan malam, pengeblokan hingga penguncian warna semua dilakukan oleh teman-teman difabel sendiri. Batik ciprat karya teman-teman difabel ini dipastikan hasilnya akan berbeda antara satu kain dengan kain yang lain. Karena diproduksi dengan cara yang manual, bukan menggunakan cetakan. Dalam sehari, mereka bisa memprosduksi sekitar 5 sampai 10 lembar batik ciprat jika kondisi cuaca cerah, karena beberapa dari prosesnya langsung menggunakan sinar matahari.
Produk yang dihasilkan sejauh ini dipesan dan digunakan oleh para pegawai desa sampai ke berbagai instansi lain. Awalnya pemesanan batik ciprat dari teman-teman difabel dipasarkan hanya dari mulut ke mulut, dan juga Instagram. Akan tetapi, itu tidak akan maksimal apalagi penggunaan media social yang kurang menarik dan tidak update. Maka dari itu, saya dan teman-teman membantu dalam pemasaran batik ciprat ini agar lebih luas dikenal oleh masyarakat. Dengan membenahi feed Instagram, ajakan kata yang menarik pembeli, kemudian kita juga membuatkan link dari beberapa aplikasi penjualan online seperti shoope, tokopedia, dan bukalapak. Batik ciprat ini dikemas langsung oleh teman-teman difabel desa Nguter dengan harga jual 140rb/item.
Batik ciprat sendiri sudah memiliki daya tarik kuat karena keunikan motif. Saat ini hanya perlu membenahi tata kelola produksinya dengan memberdayakan masyarakat difabel sehingga mampu menerima pesanan yang semakin besar dan juga membenahi manajemen pemasaran batik ciprat. Sehingga pemasaran akan lebih maksimal dan lebih matang mulai dari strategi produk, harga, promosi dan strategi distribusinya meskipun di tengah berbagai keterbatasan yang ada, yang berdampak langsung pada peningkatan penjualan dan secara ekonomi meningkatkan kesejahteraan teman-teman penyandang difabel.
Memiliki kekurangan bukan menjadi batas diri untuk berkarya. Dukungan dari keluarga dan masyarakat sangat diperlukan karena setiap orang meskipun memiliki kebutuhan khusus berhak mendapat kesempatan yang sama untuk berkarya dan bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H