Mohon tunggu...
Eka Yuliati
Eka Yuliati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sepanjang hayat

Saya adalah penulis dan peneliti dengan pengalaman luas dalam literasi dan pendidikan. Dengan gelar Magister di bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (cum laude), saya memiliki keahlian mendalam tentang metodologi penelitian dan pengolahan data. Sebagai penulis, saya telah menerbitkan puluhan karya, termasuk buku cerita anak bergambar, modul pelatihan, buku akademis, serta modul pembelajaran untuk kementerian. Salah satu buku saya yang paling serius, *Konstruksi Instrumen*, masih digunakan oleh mahasiswa untuk memahami pengolahan data dari dasar hingga mahir. Karya-karya saya tersedia di platform seperti Let's Read, Literacy Cloud, dan Budi Kemdikbud. Saya juga aktif mengikuti sayembara menulis dan telah memenangkan beberapa kompetisi tingkat nasional. Selama pandemi, saya menulis 25 modul pembelajaran jarak jauh dalam waktu singkat, seperti "membangun candi Borobudur". Menulis adalah bagian dari identitas saya—apapun yang bisa diceritakan dan menghasilkan dampak, saya tuangkan dalam tulisan. Selain sebagai penulis, saya juga seorang pelatih literasi yang berpengalaman dengan lebih dari 1.000 jam sebagai fasilitator dan pembicara. Saya telah melatih lebih dari 500 pendidik di berbagai program literasi yang bekerja sama dengan mitra internasional seperti UNICEF, USAID, Salvation Army, dan Room to Read. Bersama Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI), saya aktif memfasilitasi program-program literasi di seluruh Indonesia. Teknologi juga menjadi bagian dari keterampilan saya, termasuk penguasaan aplikasi pengolah data seperti SPSS, NVivo, dan Excel.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Generasi Tangguh Iklim

16 Oktober 2024   21:41 Diperbarui: 16 Oktober 2024   21:49 0
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BSKAP Kemendikbudristek

Krisis iklim adalah masalah serius yang sudah melampaui kapasitas manusia dan lingkungan untuk menanggulanginya. Indonesia, dengan kondisi geografis dan sosialnya, merupakan salah satu negara paling rentan terhadap krisis ini.

Apakah krisis iklim itu nyata? Jawabannya adalah iya. Suhu semakin meningkat, dan penyebaran penyakit menjadi semakin mudah. Ini adalah indikasi yang bisa kita rasakan, baik secara sadar maupun tidak.

Krisis iklim bukanlah isu yang hanya berurusan dengan ilmuwan dan pemimpin dunia; ia memengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Iklim dan cuaca menentukan sumber pangan, air, dan gaya hidup kita. Sebaliknya, aktivitas sehari-hari kita juga berdampak pada iklim, baik di tingkat lokal maupun global. Oleh karena itu, kehidupan kita sangat erat kaitannya dengan iklim, dan perubahan iklim yang terjadi saat ini terbukti disebabkan oleh aktivitas manusia.

Krisis iklim tidak sama di berbagai negara. Indonesia termasuk negara yang berisiko tinggi mengalami dampaknya, sekaligus merupakan salah satu penghasil Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Kita dapat mengurangi emisi GRK dalam kehidupan sehari-hari melalui aksi iklim. Aksi iklim mencakup berbagai upaya untuk menghadapi perubahan iklim, baik melalui adaptasi maupun mitigasi.

Anak-anak adalah generasi yang akan langsung menghadapi krisis iklim, baik saat ini maupun di masa depan. Pendidikan perubahan iklim merupakan bentuk pemenuhan hak anak, termasuk hak untuk hidup, perlindungan, pendidikan, dan partisipasi. Mereka perlu memahami penyebab dan cara beradaptasi terhadap perubahan iklim, karena krisis ini mengancam kehidupan manusia.

Prinsip dalam pelaksanaan pendidikan perubahan iklim adalah RAMAH: Relevan, Afektif, Merujuk pada pengetahuan, Aksi nyata, dan Holistik. Kerangka pendidikan perubahan iklim terbagi menjadi empat elemen: dampak, penyebab, adaptasi, dan mitigasi.

Untuk mengimplementasikan pendidikan perubahan iklim, diperlukan budaya tangguh iklim. Budaya ini hanya akan tercapai jika dilakukan secara holistik, dengan seluruh komunitas sekolah memiliki kesadaran dan pemahaman tentang urgensi dan dampak perubahan iklim terhadap kesejahteraan hidup.

Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP) harus diintegrasikan dengan pendidikan perubahan iklim, baik dalam kurikuler, ekstrakurikuler, maupun kokurikuler.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk ikut menjaga iklim? Pendidik memiliki peran besar dalam menciptakan perubahan nyata, karena pendidikan dapat mengubah cara pandang dan pola pikir. Sebelum mengajar orang lain, kita perlu mendidik diri sendiri. Gunakan prinsip RAMAH dalam pembelajaran mengenai isu iklim. Manfaatkan pendidikan perubahan iklim sebagai kesempatan bagi kita semua untuk belajar bersama. Butuh satu kampung untuk membesarkan seorang anak.

Untuk memulai budaya tangguh iklim, jadilah seorang pemimpin. Alih-alih fokus pada masalah, kita perlu memanfaatkan kekuatan yang kita miliki untuk tujuan bersama. Pendekatan ini dikenal sebagai Pembangunan Komunitas Berbasis Aset (PKBA). Dengan berkolaborasi, kita dapat melakukan banyak hal untuk merespons perubahan iklim. Saya memiliki modal manusia dan memberi pengetahuan kepada warga tentang isu krisis iklim, sambil juga mengubah perilaku saya menjadi lebih rendah karbon. Selain itu, saya membangun kemitraan dengan berbagai organisasi untuk berdiskusi tentang isu ini. Mari kita mulai budaya tangguh iklim bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun