"Seseorang harus juga berlaku adil sudah dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan" -- (Pramoedya Ananta Toer)
Kejadian-kejadian memilukan kerap kali menimpa nasib para petani desa di Indonesia. Mengapa demikian, mari kita telisik permasalahan-permasalahan yang ada misalnya lahan produktif semakin terkikis akibat rakusnya oknum, pupuk untuk pertanian semakin mahal, dan saluran irigasi yang semakin tercermar. Sebelum kita membahas lebih jauh terkait jenjang nasib petani yang ada di desa, terlebih dahulu penulis akan memfokuskan pembahasan pada sektor pertanian terutama padi.Â
Pertanian di Indonesia sangat berperan penting dalam mewujudkan sila ke-empat dasar negara kita, yakni berkaitan dengan persoalan kesejahteraan. Menyinggung soal kesejahteraan, mengapa petani di desa mayoritas memiliki penghasilan yang biasa saja, kalau orang Jawa menyebutnya begini "Wong tani iku pok-pek". Istilah tersebut memiliki makna begini, ibarat kata setelah panen petani memiliki uang yang banyak, namun setelah itu uangnya akan kembali diputarkan untuk modal sewa lahan (bagi yang menyewa), modal pembelian bibit padi, modal pembelian pupuk, modal pengairan (bagi yang saluran irigasinya tidak baik), dan modal perawatan oleh tenaga kerja.
Persoalan pertama, yang akan dibahas mengenai mengikisnya kondisi lahan pertanian bagi petani desa. Semakin terbatasnya lahan menjadi persoalan yang krusial ketika membicarakan nasib petani desa. Bagaimana tidak? Untuk saat ini pun banyak petani desa yang tidak memiliki lahan, bahkan hanya sekedar menyewa ke masyarakat yang memiliki lahan namun tidak menginginkan untuk mengelolanya (kepemilikan tuan tanah elit). Hal tersebut sangat menjadi pukulan pada pertanian saat ini. Terbatasnya lahan pertanian di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi mulai dari pergeseran yang awalnya mayoritas digunakan sebagai lahan pertanian digeser menjadi  perumahan, kolam renang, bahkan tempat-tempat nongkong.Â
Meskipun dalam satu sisi hal tersebut berarti memanfaatkan dan mengerti tentang aset desa, namun disisi lain hal tersebut mematikan nasib petani desa di masa depan. Ketika lahan pertanian mengalami pergeseran fungsi, yang terjadi adalah menyusutnya produksi yang dihasilkan oleh petani desa. Lagi-lagi nasib petani desa menjadi taruhannya. Perkara yang terjadi pada permasalahan lahan pertanian seperti ini seharusnya dijadikan sebagai perkara yang serius oleh pemerintahan karena pada dasarnya petanian desa juga membutuhkan lahan pertanian yang luas.
Persoalan kedua, akan membahas mengenai kapitalisasi pupuk pertanian. Hingga hari ini, perihal yang satu ini sangatlah ironi. Mengapa demikian, harga pupuk saat ini sangatlah mahal dan itupun kadang ketersediaan pupuk sangat minim (langka). Padahal sejatinya pupuk adalah hal yang sangat krusial untuk para petani desa mengingat agar padi yang ditanam mampu untuk tumbuh dengan baik dan panennya melimpah. Dengan mahalnya harga pupuk, ada hal yang akan ditimbulkan pula dengan kehadiran pupuk adalah peningkatan karbondioksida yang berdampak pada meningkatnya suhu udara yang akan merusak proses fotosintesa pada tanaman padi.Â
Tidak hanya itu, kadang juga menimbulkan banyak wabah penyakit seperti, hama wereng dan penurunan nutrisi pada padi. Jika dilogika, pupuk adalah suatu hal yang penting, namun disisi lain pupuk juga menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Harusnya pemerintah juga menyadari akan hal ini, mengingat kesejahteraan petani yang selalu diabaikan akibat permainan kapitalis-kapitalis yang ada.
Persoalan ketiga, menanggapi persoalan yang kesekian kalinya. Persoalan ini juga tidak kalah menarik untuk lebih ditelisik. Persoalan mengenai saluran irigasi yang tercemar sudah sangat dianggap sebagai hal yang biasa dikalangan masyarakat. Namun jika mau diusut kembali persoalan ini juga berdampak pada semakin banyak pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani. Sebagai contoh, ketika saluran irigasi tidak ada, maka petani desa harus merogoh kantong untuk mengatasinya. Belum biaya menyewa mesin diesel karena lokasi dengan irigasi jauh, belum biaya untuk bahan bakarnya.Â
Selain itu ketika irigasi sangat minim dan ditambah irigasi tercemar apakah tidak menimbulkan hal yang fatal lagi. Ketika padi tercemar oleh saluran irigasi akibat limbah pabrik dsb, bisa saja padi dikonsumsi oleh petani sendiri dan yang terpenting adalah merugikan masyarakatnya secara luas. Petani yang notabennya berpenghasilan yang tidak terlalu banyak, kembali merogoh kantong untuk berobat dll. Yang bisa ditangkap adalah jika pengairan atau irigasi yang bagus dan selalu tersedia disekitar kawasan pertanian akan menambah dan menata dengan baik sistem pertanian yang ada sehingga mampu menghasilkan hasil produksi yang memuaskan.
Rezim pangan sudah sedang tidak bersahabat lagi dengan petani-petani desa kita di Indonesia. Pemerintah sudah sangat banyak mengeluarkan peraturan dan kebijakan namun hasilnya malah jauh dari kata sejahtera. Semakin buruknya kondisi pertanian di Indonesia akan mengancam banyak elemen, tidak hanya masyarakat, yang paling penting adalah petani yang ada didesalah karena mereka sebagai produsen dari keinginan masyarakat.Â
Pesan yang harus difokuskan adalah untuk para elit-elit penguasa yang sedang berada di tengah masyarakat. Ayolah tolong jangan bertindak serakah, petani juga memiliki kehidupan demi keluarganya. Marilah bertindak adil tidak hanya dalam berpikir, namun bertindak adilah dalam hal perbuatan.