Matanya, senyumnya, tingkahnya
Semua mengisyaratkan cinta
Seandainya saja mampu kukatakan
Apa yang kurasa
Namun kehadirannya adalah luka.
Bahkan aku tak sanggup mengobatinya.
Entahlah mengapa jadi sedemikian parah.
Padahal sudah kucoba menghentikannya.
Aku tak ingin melihatnya lagi. Aku tahu dia berada di sana, memperhatikanku. Tapi aku tidak mau memandangnya. Memandangnya sama seperti halnya memandang luka. Luka yang masih kurasakan hingga detik ini. Hingga tahun berganti tahun. Hingga ratusan hari kulewati dengan hati penuh luka, ini semua karena rasa cintaku padanya. Cinta yang datang terlambat. Ataukah diriku yang terlalu lamban mengungkapkannya. Entahlah.Â
Perempuan berjilbab merah marun itu masih memperhatikanku. Aku masih tetap melanjutkan aktifitasku sebagai panitia lomba tujuh belas agustusan di kantor. Aku tak perduli lagi padanya, sekalipun hatiku masih ada cinta terselip untuknya.
====