Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menanti Bayangmu

27 November 2018   15:33 Diperbarui: 27 November 2018   15:47 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepuluh tahun sudah. Kini wanita itu muncul kembali di hadapanku. Mengenakan gamis dan jilbab dengan warna senada. Senyum yang merekah dari bibirnya masih sama dengan senyum yang dulu pernah kukenal.

Aku heran, mengapa dirinya tidak menyapaku. Padahal dulu aku akrab dengannya, aku selalu memperhatikannya. Tunggu...jangan berpikir bahwa aku mencintai dirinya. Aku hanya menganggapnya sebagai adik sendiri. Walaupun faktanya dia memang adik kelasku. Kami bersekolah di SMP, SMA bahkan di tempat kuliah yang sama. Namun usia kami terpaut cukup jauh yaitu lima tahunan.

Kartika, wanita yang merupakan wanita pertama yang dijodohkan oleh orangtuaku. Papa dan Mamaku sangat menyayanginya. Asal kau tahu saat pertama kali dikenalkan dengan Kartika aku sudah duduk di bangku kuliah sedangkan Kartika masih menginjak kelas tujuh atau kelas satu SMP. Aku pikir konyol sekali jika aku menerima perjodohan itu. Mengikat hubungan dengan anak kelas satu SMP, byuhhh....

Kutaksir wanita itu saat ini berusia 30 tahun. Aku dengar kalau saat ini dia sudah memiliki dua putra. Ah, siapa lelaki beruntung yang meminangnya? Aku jadi penasaran. Sejujurnya selama sepuluh tahun ini aku sering mencari jejaknya. Berusaha bertanya ke teman-teman seangkatannya, apakah mereka tahu dimana keberadaannya. Namun bagai ditelan bumi, wanita yang kucari menghilang tanpa kabar.

Aku hanya ingin memastikan wanita itu bahagia. Karena wanita sebaik dia berhak hidup bahagia. Bukan bersanding dengan lelaki brengsek sepertiku. Bukan lelaki yang suka memainkan perasaan wanita. Bukan lelaki yang pecandu rokok. Bukan lelaki yang.... Seperti aku.

Ingin sekali aku menyapanya. Namun hatiku masih ragu untuk berhadapan langsung dengannya, menatap matanya yang teduh dan keibuan.

Langkahku mundur sejenak. Kulihat sekilas wanita itu menatapku lalu ...

"Mas Fahmi..." ucapnya

Aku tersipu.

Ya, aku memang pernah menaruh rasa padanya. Namun egoku selalu menyingkirkan perasaan itu. Aku yakin, sangat yakin, dia telah bahagia bersama suami dan anak-anaknya. Begitu juga diriku. Aku juga bahagia dengan keluarga kecilku.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun