Topik toxic environment di tempat kerja banyak berseliweran di media sosial. Mulai dari mesti berhati-hati dengan rekan kerja sampai tembok yang doyan berbicara, seolah menghantui si freshgraduate yang sedang mencari kerja.Â
Istilah resign jadi populer untuk menyelamatkan kesehatan mental di tengah lingkungan kerja yang udah enggak kondusif. Alih-alih mengiyakan hal tersebut, nyatanya masih banyak yang bertahan. Alasan utamanya karena kebutuhan hidup yang makin lama makin menggila.Â
Enggak terkena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah suatu hal yang mesti disyukuri. Jangankan perusahaan home industry, sekelas google yang udah punya nama saja banyak yang melakukan PHK kepada para karyawannya.Â
Seperti di kutip dari Kompas, perusahaan sekelas google saja telah melangsungkan PHK besar-besaran kepada karyawanya. Di mana perusahaan tersebut telah melakukan PHK terhadap 12.000 karyawanya atau 6% dari total karyawan globalnya.Â
Di Indonesia sendiri misalnya start-up yang nampaknya sedang naik daun dan digandrungi oleh banyak pengguna GoTo juga telah melakukan PHK besar-besaran kepada 1.300 karyawan tetapnya atau 12 sekitar 12%. Hal ini sebagaimana dikutip dari kompas.
Mempertajam arah bisnis perusahaan jadi alasan utama para pemilik modal untuk mengikis jumlah karyawannya. Lantas, sebagai pekerja apa yang dapat dilakukan?
Pekerja Serabutan (Freelancer) Mungkinkah Lepas dari Gelombang PHK?
Namun, jika terkena gelombang PHK mesti siap dan punya rencana masa depan. Freelancer atau kerja serabutan kerap dipandang sebelah mata bagi mereka yang punya title karyawan tetap.