Hari valentine dilabeli sebagai momen merayakan kasih sayang kepada pasangan. Promo pun berdatangan dari minimarket hingga swalayan untuk menaikkan jumlah penjualan cokelat sebagai buah tangan.Â
Muda mudi yang tengah dimabuk kasmaran, nampaknya tak mau ketinggalan momen romantis perayaan. Namun, saya justru memiliki banyak pertanyaan.Â
Misalnya, mengapa banyak pasangan yang sudah menikah justru kehilangan momen romantis bersama? Mengapa banyak kasus perceraian dan tindak kekerasan dalam rumah tangga dan banyak korbannya adalah perempuan?
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2021 terjadi peningkatan perceraian dari tahun sebelumnya menjadi 53% atau 447.743 kasus. Sedangkan, mengutip dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KemenPPPA) per Oktober 2022 terjadi 18. 261 kasus KDRT, dan 16.745 korbannya adalah perempuan.Â
Fenomena ini seolah pribahasa yang jadi nyata "Habis manis sepah dibuang". Janji-janji selama pacaran semua seolah sirna oleh pahitnya kenyataan dalam berumah tangga.
Kaum perempuan cenderung lebih rentan untuk menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Ketidakberdayaan dan keterbatasan finansial jadi faktor utama pemicu  perempuan  menjadi korban.
Latar belakang pendidikan, pengaruh lingkungan sosial budaya, dan anggapan bahwa hidup berumah tangga akan menyelesaikan segalanya rupanya harus dipikirkan matang-matang oleh perempuan. Pasalnya, kehidupan di dunia nyata tidak seindah negeri dongeng!Â
Cinderella Hanya Dongeng Belaka, Beauty and The Best Baru Kisah Nyata!
Diratukan oleh pasangan pasca berumah tangga? Atau mendapatkan pangeran berkuda putih seperti di serial Cinderella. Perempuan mesti sadar bahwa hal tersebut hanyalah dongeng belaka.