Mohon tunggu...
Eka Sarmila
Eka Sarmila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Long Life Learner

Halo! Perkenalkan saya Eka. Menulis adalah cara saya untuk bertukar cerita kepada orang lain pada jangkauan yang lebih luas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesetaraan Gender dan Pendidikan Berkualitas, Permasalahan Lintas Negara yang Jadi PR Bersama!

8 Oktober 2022   09:14 Diperbarui: 8 Oktober 2022   09:18 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa tanggapanmu tentang anak-anak yang putus sekolah? Apakah mereka benar-benar putus sekolah karena sulitnya akses dan mahalnya biaya pendidikan? 

Begitupun, bagaimana pandanganmu tentang diskriminiasi di tempat kerja dan maraknya budaya patriarki yang tidak memberikan ruang bagi perempuan untuk berkarya?

Ketimpangan sosial dalam bidang pendidikan dan kesetaraan gender masih menjadi PR besar. Isu sosial ini seolah menjadi permasalahan lintas negara yang harus segera dicetuskan solusinya.

Baik negara berkembang maupun negara maju pasti mengalami salah satu dari dua isu sosial ini. Melihat pentingnya urgensi untuk segera mencari solusi terbaik, Perserikatan Bangsa-Bangsa menuangkan 2 isu ini dalam poin Sustainable Development Goal (SDGs)

Di mana pentingnya pendidikan berkualitas dituangkan dalam SDGs nomor 4 (Quality Education). 

Poin bertujuan untuk meningkatkan dan menjamin kualitas pendidikan yang inklusif serta diharapkan dapat meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat (lifelong learning).

Sedangkan pada isu kesetaraan gender dituangkan pada SDGs 5 (Gender Equality) yang bertujuan untuk menghapuskan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di ruang publik. 

Pandangan Pakar tentang Pentingnya Pendidikan Berkualitas dan Kesetaraan Gender

Foto/Dok ISAU UNJ
Foto/Dok ISAU UNJ

Melihat begitu pentingnya urgensi yang ada, International Student Association UNJ (ISAU) mengadakan rangkaian kompetisi internasional yang mengusung 2 poin SDGs ini.

Project Fest diharapkan dapat berkontribusi dalam implementasi SDGs 4 dan 5. Dalam rangkaiannya peserta dari lintas negara diberikan kesempatan untuk memaparkan idenya terkait permasalahan dalam bentuk project planning.

Selain itu, peserta dan kawula muda diberikan kesempatan untuk mengikuti international workshop yang bertajuk "YouthAroundSDGs: Bring the Light to Global and Regional Issues".

Bersama 50+ peserta yang hadir, Irena Shaleva selaku pembicara yang dihadirkan memaparkan bahwa berdasarkan data PBB, 260 Juta anak putus sekolah di tahun 2018.

Kondisi yang ironis, di mana pendidikan adalah kunci terbaik dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan.

Masalah putus sekolah bukan satu-satunya masalah dunia pendidikan. Keragaman ras dan kelompok sosial tertentu dalam sebuah sekolah terkadang juga menjadi masalah pembelajaran. 

Melihat permasalahan yang ada, Irena memaparkan bahwa salah satu solusi yang dapat dilakukan di tengah permasalahan yang ada adalah dengan menerapkan Urban Education. 

Urban Education adalah sebuah metode pembelajaran yang dapat diterapkan di sekolah dengan ragam populasi berbeda dengan harapan dapat menyatukan keberagaman.

Foto/Dok. ISAU UNJ
Foto/Dok. ISAU UNJ

Begitupun dengan Suriani Kempe, Co-Founder Kemban Kolektif. Ia memaparkan masalah utama dalam kesetaraan gender adalah tentang kurang tepatnya prespektif terhadap gender itu sendiri. 

Banyak orang menafsirkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Namun, takdipahami bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda. 

Hal inilah yang nantinya membawa kesalahpahaman tentang hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya, SDGs nomor 5 bukan hanya untuk menegakkan kesetaraan gender. Melainkan untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan, dan kedamaian bersama.

Pandangan Muda Mudi tentang Pendidikan Berkualitas dan Kesetaraan Gender

Foto/Dok.ISAU UNJ
Foto/Dok.ISAU UNJ

Project Fest mengajak muda mudi lintas bangsa untuk memaparkan pandanganya. Kompetisi ini diikuti oleh peserta dari 6 negara yaitu Uzbekistan, Filipina, Ukraina, Pakistan, India, dan Indonesia.

Arunika adalah salah satu project plan yang dibahas oleh tim 37. Arunika digagas dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pernikahan dini.

Di mana Arunika akan bekerjasama dengan volunteer dan CSR terkait dalam mengadakan champaign guna meminimalisir dampak pernikahan dini.  

Tak kalah dengan arunika, tim 43 memanfaatkan perkembangan teknologi dalam pengembangan idenya.

Aplikasi Pembela Gandari adalah sebuah aplikasi yang digagas untuk memudahkan korban kekerasan berbasis gender dalam edukasi, konsultasi, dan pelaporan.

Pengembangannya diharapkan dapat meminimalisir permasalahan terkait dengan SDGs nomor 5 tentang kesetaraan gender.

Foto/ISAU UNJ
Foto/ISAU UNJ

Kris Mathilda pemenang utama kompetisi project fest memaparkan solusinya guna menciptakan pendidikan yang berkualitas melalui Re-Learn.

Idenya berangkat dari tingginya angka putus sekolah dan minimnya literasi baca tulis di Indonesia. Serta ketimpangan yang terjadi pada sekolah negeri.

Melalui idenya ini, ia berharap mampu menjadi role model dalam meningkatkan kapasitas diri anak-anak di sekolah negeri melalui peningkatan hard skill dan soft skill.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun