Kita mengenal Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara: Â Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa,Tut Wuri Handayani.
Tentunya tiga nilai ini bisa menjadi acuan seorang pemimpin mengambil keputusan. Pemimpin yang selalu memberi contoh, menyemangati, dan mendukung.Â
Begitupun kita sebagai CGP mengambil nilai tersebut sebagai dasar berproses bersama peserta didik dan berkolaborasi dengan rekan. Dan yang paling utama dalam pengambilan keputusan.
Sebuah keputusan juga hendaknya merujuk pada nilai-nilai universal positif. Nilai-nilai budaya positif yang mengacu pada perubahan individu dan kelompok menjadi perubahan ke arah yang lebih baik lagi.Â
Tentunya kita secara pribadi pasti menyakini nilai-nilai positif sebagai nilai diri. Dalam pengambilan keputusan pun nilai-nilai diri ini mempengaruhi hasil keputusan kita.Â
Apakah kita hanya berorientasi pada hasil akhir, atau semata-mata demi tegaknya sebuah aturan, atau berdasarkan kepedulian terhadap orang lain. Saya selalu menyakini bahwa setiap pengambilan keputusan harus didasari oleh cinta asih akan Tuhan dan sesama.
Pada modul sebelumnya kita juga dikenalkan dengan proses coaching. Dimana proses ini banyak membuat perubahan dalam diri saya secara pribadi.Â
Coaching tidak semata-mata mendengarkan rekan berbagi kisahnya. Namun lebih pada bagaimana saya belajar sabar dan merasakan apa yang disarakan rekan, menahan diri agar tidak menggurui dan memberi pendapat seperti mau saya.Â
Kita belajar juga untuk bertanya secara efektif dan bisa mencairkan suasana ketika terjadi kebuntuan.
Dalam proses ini ketika saya menjadi coachee, saya banyak belajar bahwa semua keputusan ada di tangan saya. Semua perubahan juga harus berasal dari saya. Bukan orang lain atau pihak eksternal.Â
Tentunya dalam pengambilan sebuah keputusan juga melibatkan emosional, baik pada diri kita maupun orang lain. Kecakapan pengelolaan emosi  dan sosial dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini tentunya agar saat kita melakukan langkah-langkah pengujian senantiasa dalam keadaan pikiran tenang, dingin, dan mengedepankan akal sehat.Â
Juga bertindak jangan sampai melukai orang lain. Apalagi saat kita menyelesaikan kasus dilema etika dimana ada pertentangan  nilai benar dan benar serta benar dan salah.
Tentunya semua keputusan kita haruslah bisa menciptakan lingkungan yang positif dan nyaman. Apalagi kita sebagai seorang pendidik yang lekat dengan istilah digugu dan ditiru.
Setiap perubahan terkadang mendapatkan pertentangan. Salah satunya adalah ketika kita dianggap masih kurang berpengalaman dalam mengambil keputusan. Bisa juga dikaitkan dengan faktor usia.
 Lalu bagaimana cara kita? Kita harus banyak-banyak membaca, ngangsu kawruh dengan beliau-beliau yang sudah terbiasa mengambil keputusan serta mau mendengarkan masukan orang lain.
Jika lingkungan yang menolak, maka kita bisa melakukan pendekatan dari hati ke hati. Tetap semuanya harus dilandaskan dengan cinta kasih.
Keputusan yang kita ambil terhadap peserta didik tentunya dapat mempengaruhi perjalanannya di kemudian hari. Bahkan sampai saat ini, saya masih ingat betul sebuah keputusan guru SD saya .Â
Karena  saat itu beliau memutuskan memilih saya menjadi ketua regu Pramuka untuk lomba. Walaupun banyak pertentangan karena saya anak ornag tidak mampu.Â
Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan dan membuktikan bisa menjadi pemimpin yang membawa kemenangan bagi regu saya. Maka jelas sekali keputusan kita akan berpengaruh kepada peserta didik kita di kemudian hari.Â
Kesimpulan  dari semua proses yang saya lakukan dalam Pendidikan Guru Penggerak ini, semuanya saling terkait dan saling menunjang.
Semua nilai positif yang kita pelajari sungguh bisa membawa perubahan positif bagi diri kita secara pribadi dan orang-orang di sekitar kita (murid, rekan guru, dan orangtua murid).
Apalagi saat saya mengenal Paradigma Dilema Etika, saya mendapatkan pemahaman baru bahwa kita jangan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.Â
Karena keputusan hanya bisa diputuskan sekali. Oleh sebab itu lihat perkara melalui sudut pandang  pertentang nilai benar vs benar atau benar vs salah.
Dasari pengambilan keputusan dengan 3 prinsip etika. Terapkan dalam diri jika kita berada di posisi itu ( Golden rule) sehingga rasa kepedulian akan muncul.Â
Gunakan aturan sebagai dasar hukum/ kelegalan, dan berorientasilah pada hasil pemecahan perkara itu. Karena tidak ada  perkara yang tidak dapat diselesaikan ketika kita mau berusaha.Â
Lakukan 9 langkah pengujian perkara sehingga keputusan kita benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Jangan lupa mohon petunjuk Tuhan YME.
Setiap perjalanan hidup ini, kita selalu dihadapkan pada dilema pengambilan keputusan.
 Jika yang lalu dalam proses pengambilan keputusan hanya berdasarkan beberapa point dalam 9 langkah pengujian, maka setelah ini lengkap 9 langkah. Agar keputusan kita juga tepat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Seberapa penting cara pengambilan keputusan ini sebagai pemimpin. Jawaban saya, sangatlah penting.Â
Karena pemimpin sebagai pembuat kebijakan/keputusan harus melihat dari segala sudut pandang, berdasarkan data, tindak bertentangan dengan hukum, memunculkan solusi di luar dugaan, juga tetap mengujikan pada nilai kebenaran, dan selalu merefleksikan keputusan apa yang telah diambil sebagai bekal di masa depan.
Seorang pemimpin sebagai ujung tombak perubahan membawa perubahan baik berdasarkan keputusan yang bertanggung jawab. Clear and clean.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H