Hukum ibarat mata pisau tumpul keatas namun tajam kebawah, Kata-kata ini mungkin sering kita dengar dan tidak asing lagi dalam telinga kita. Kebenaran dalam kata-kata itu memang benar adanya, kita dapat lihat sendiri di Negara kita ini, hukum ibarat pembunuh bagi kaum tak berada sedangkan hukum ibarat teman bagi kaum elit. Ketidak adilan dalam penegakan hukum terlihat dari beberapa kasus yang bisa kita lihat di berbagai media bahkan didepan mata kita sendiri, seperti kasusnya yang baru-baru ini yaitu kasus nenek asyani yang dituduh mencuri kayudi Situbondo berukuran kecil hanya sekitar 10 sampai 15 centimeter. Sedangkan kayu jati milik Perhutani yang hilang berdiameter 100 centimeter. Selain itu kasus ini pun dilaporkan pada Juli 2014 lalu, dan nenek Asyani ditahan sejak Desember 2014. Sementara persidangan baru dibuka tiga bulan kemudian. Bayangkan bagaimana keadaan nenek itu di dalam penjara, seharusnya aparat hukum mempunyai kebijaksanaan terhadap nenek Asyani yang sudah berusia lanjut. Nenek setua itu harus merasakan hukuman yang tak selayaknya seorang nenek setua itu merasakan betapa kejamnya jeruji besi.
Coba pikirkan, secara logika mana mungkin nenek setua itu bisa mengambil kayu batangan yang dituduhkan kepadanya, sedangkan nenek setua dan serapuh itu tidak bisa mengangkut kayu batangan yang banyak sepertiyang dituduhkan kepadanya. Seperti itukah hukum yang terjadi di Indonesia sekarang ini? hanya baik pada orang-orang yang berada, kaya dan kejam pada rakyat-rakyat lemah.
Kejam bukan hukum hari ini? Saat nenek Asyani dalam penangguhan hukum, tetapi harus menjalani sidang berkali-kali di Pengadilan Situbondo. Sungguh miris hati kita mendengar kasus nenek Asyani yang sudah tua tetapi diperlakukan dengan tidak adil, di mana dia ditahan sebelum diadakan persidangan, seolah-olah dia seorang kriminal yang berbahaya dan telah merugikan rakyat banyak. Ditambah lagi ancaman hukuman 5 tahun penjara dan penanganan kasus tersebut yang terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Sedangkan kasus yang lebih besar seperti korupsi setelah jadi tersangkapun masih bisa leha-laha dan berkeliaran kemana mana, sungguh luar biasa kebebsan hukum untuk para koruptor sedangkan miris hukum untuk seorang nenek Asyani.
Dari kasus tersebut masyarakat bisa menilai bahwa hukum di negara kita tidak mampu memberikan keadilan kepada rakyat biasa yang tidak punya harta, posisi, dan status yang tinggi. Hukum kita banyak membiarkan kasus-kasus berat jika pelakunya mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa yang melakukan pelanggaran langsung dijebloskan ke penjara, meskipun melakukan pelanggaran kecil. Sedangkan para pejabat yang melakukan korupsi sampai miliaran, bahkan triliunan dapat berkeliaran dengan bebas. Meskipun ada beberapa koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati fasilitas mewah di dalam tahanan, bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di luar penjara. Kasus ketidakadilan hukum yang dialami nenek Asyani dan rakyat lainnya mencerminkan bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah.
Masih adakah keadilan dalam hukum di Negara ini tanpa memandang perbedaan yang kaya maupun yang miskin, yang punya kuasa maupun yang tidak, yang berkasta maupun rakyat biasa? Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan yang setara, muslim atau non-muslim, pria atau wanita, kaya atau miskin, berkedudukan tinggi atau rakyat biasa. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah ketika seorang wanita bangsawan melakukan pencurian dan para pembesar meminta agar hukuman wanita itu
diperingan. Rasulullah SAW murka seraya bersabda:
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri; mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya.” (HR al-Bukhari)
Hukum Islamtidak memandang penguasa maupun bawahan, yang miskin maupun yang kaya, bangsawan maupun rakyat biasa semuanya mendapat sesuai dengan apa yang dilakukannya karena dalam islam semuanya sama yang membedakan adalah amal perbuatannya.
Ketidak adilan hukum sekarang pasti akan mendapat balasan yang setimpal oleh Allah SWT. Karena orang-orang yang terzalimi akan cepat dikabulkan doanya oleh Allah.
Hukum hanya dijadikan system symbol di Negara ini, yang berduitlah yang berkuasa dan bisa membeli hukum sedangkan yang miskin hanya bisa menerima ketidak adilan hukum, tidaklah sebagai pelaksana hukum dalam menegakkan hukum bukan hanya melihat dengan mata tapi melihat dengan mata hati bukan melihat siapa dia danberduitkah dia, , seperti lambang hukum, timbangan sebagai symbol keadilan dan manusia yang ditutupi matanya sebagai symbol melihat dengan mata hati.
Semoga tidak ada lagi kasus ketidak adilan hukum seperti yang dialami oleh nenek Asyani, semoga baik dari pihak, pembuat, penegak dan yang menjalankan hukum mampu berbuat adil tanpa memandang bulu. Kesalahan bukan dihukumnya namun pada sistemnya. Junjung tinggi keadilan demi kesejahteraan dan cita-cita bangsa ini. Tidaklah kita sebagai manusia akan mempertanggung jawabkan apa yang kita lakukan bukan hanya di dunia ini namun kekekalan yang abadi di akhirat nanti..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H