Mohon tunggu...
EKA RIFNA FAUZIAH
EKA RIFNA FAUZIAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Walisongo Semarang

sedang mencoba menulis artikel di kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kisah Dakwah Islam Kanjeng Sinuwun Sunan Katong di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal

21 Agustus 2023   23:36 Diperbarui: 22 Agustus 2023   01:41 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sunan Katong merupakan salah tokoh penyebar ajaran Islam di Kendal, khususnya di wilayah Kaliwungu. Beliau datang ke Kaliwungu kurang lebih pada tahun 1520-an (1520-1529), dan wafat pada tahun 1574 M. Kemudian jasadnya dimakamkan di komplek pemakaman Astana Kuntul Nglayang di Desa Protomulyo, Kaliwungu, Kendal. (Rochani 2011)

Ada perbedaan pendapat mengenai nama asli sosok Sunan Katong sendiri. Menurut juru kunci di makam kanjeng sinuwun Sunan Katong (Bapak Khumaedi), beliau mengatakan bahwa nama asli dari Sunan Katong yaitu Lembu Kanigoro, seorang adipati dari Ponorogo. (Khumaedi 2022) Pendapat ini kemudian disangkal oleh Kra. Hamaminata Nitinagoro dalam bukunya "Babad Kendal ", menurutnya nama itu merupakan nama dari kakekknya Sunan Katong, yakni Bhatara Katong. 

Sunan Katong merupakan keturunan dari kerajaan Brawijaya. Beliau merupakan putra dari Raden Adipati Unus (Sultan Demak II) dengan Putri Pambayun yang merupakan putri dari Bhatara Katong Ponorogo. Kakeknyalah (Bhatara Katong) yang menjadi penyambung sanad antara sunan katong dengan kerajaan Brawijaya karena kakeknya  merupakan putra dari Prabu Brawijaya V. (Rochani 2011)

laduni.id
laduni.id

Kakeknya ini memiliki peran dalam misi dakwah Sunan Katong di Kaliwungu. Beliaulah yang meminta Sunan Katong untuk membantu Ki Mode Pandhan Aran (sekarang namanya Ki Ageng Pandhan Aran) berdakwah menyebarkan ajaran Islam. Ki Mode Pandhan aran atau sering di sebut dengan Ki Ageng Pandananran ini kemudian memberikan misi kepada Sunan Katong untuk berdakwah menuju ke arah barat, tepatnya di sebuah pohon di dekat sungai yang berwarna ungu. 

Untuk menuju ke pohon tersebut tidak mudah dibayangkan orang. Karena pohon tersebut merupakan pohon satu-satunya di Kendal. Namun Sunan Katong tidak putus asa meskipun mengalami kesulitan menemukan pohon ungu sesuai petunjuk Ki Ageng Pandanaran. Karena sudah menjadi niatan sebagai penyebar agama Islam pasca-Walisongo.

Dari arah Semarang menuju wilayah barat menuju Kaliwungu, Kendal. Parjalanan tersebut rupanya tidak sia-sia. Akhirnya Sunan Katong menemukan pohon warna ungu bersama pasukannya dan berteduh sampai ketiduran beberapa waktu di pohon tersebut. "Daerah tersebut sekarang dikenal dengan nama "Kali Ungu" atau "Kali Wungu Kali Wungu" dan sungai yang ada di dekat pohon tersebut oleh masyarakat dinamakan "Kali Sarean". Ungkap sejarawan Ahmad Hamam Rochani penulis buku 'Babad Tanah Kendal'. 

Ada cerita lain dibalik penamaan kota Kaliwungu ini. Masyarakat stempat ada yang berpendapat jika asal-usul nama KaliWungu itu merupakan dampak akibat dari pertarungan antara Sunan Katong dengan Empu Pakuwojo kala Sunan Katong ingin mengislamkan Empu Pakuwojo. Pendapat ini mengatakan dalam pertarungan sengit ini berakhir dengan kematian kedua tokoh tersebut, kemudian darah yang mengalir itu berwarna ungu. Dari warna darah tersebutlah nama kota Kaliwungu terbentuk. 

Dalam Perjalanannya dari Semarang menuju ke Kaliwungu, Sunan Katong di Temani dengan para pasukan serta para santrinya. Pasukan dan santrinya bermana Wali Jaka (Raden Panggul), Ki Tekuk Penjalin (Ten Koe PenJian Lien), dan Kyai Gembyang (Han Bie Yan). dan Raden Panggung. Dalam cerita tutur atau cerita rakyat terkenal dengan nama-nama Tekuk Penjalin, Kiai Gembyang dan Wali Joko. Kemudian bertempat di pegunungan Penjor atau pegunungan telapak kuntul melayang. Selanjutnya Sunan Katong membangun sebuah padhepokan di tepian Kali Sarean. Tidak disangka-sangka banyak santri yang berdatangan ke padhepokan untuk belajar ilmu agama Islam. Penyebaran Islam di sekitar Kaliwungu tidak ada hambatan apa pun.

Untuk menyebarkan dakwahnya, sunan katong menciptakan sebuah suluk. Nama suluk itu adalah serat panitibaya. (Wardani 2022) Di dalam suluk itu berisi seratus tujuh puluh enam larangan, sebagai pedoman bagi generasi muda agar selalu mawas diri dalam mengarungi kehidupan. Pokok-pokok ajaran yang terkandung di dalamnya sebagai berikut: 1) kewajiban manusia pada Sang Pencipta; 2) sifat-sifat tidak terpuji yang harus dijauhi; 3) sifat-sifat terpuji; 4) perbuatan yang tidak dibenarkan bagi kaum pria; 5) sikap yang harus diperhatikan dalam bertutur; 6) pesan leluhur; 7) orang yang tidak pantas untuk didekati; 8) tindakan yang berhubungan dengan anak-anak; 9) tindakan yang berhubungan dengan senjata api; 10) adab bertamu dan bertetangga; dan 11) sikap dalam menangani suatu pekerjaan. (Panitiboyo 1921)

Cara dakwah yang dilakukan sunan katong ini sesuai dengan apa yang dilakukan para penyebar ajaran Islam di Jawa lainnya, contohnya seperti Sunan Kalijaga dengan suluk lir-ilir dan susluk-suluknya yang lain, Sunan Bonang, Sunan Gunung jati dan ulama-ulama lainnya.Hal ini di lakukan para ulama penyebar ajaran Islam tanah Jawa dikarenakan diperlukan strategi berupa pembauran antara cara dkwah dengan kebudayaan orang-orang jawa yang sangat kental dan melekat pada jiwa orang-orang jawa.

Setelah berhasil mengembangkan syiar agama Islam, Sunan Katong mengembangkan wilayah dakwahnya ke bagian barat yang masyarakatnya beragama Hindu dan Budha. Ketoka di barat, beliau bertemu dengan Empu Pakuwojo yang dulunya merupakan petinggi kerajaan Majapahit. (Mufid 2016)

Empu Pakuwojo merupakan seorang ahli membuat pusaka. Beliau adalah seorang adipati Majapahit yang pusat pemerintahannya di Kaliwungu, Kendal. Untuk meng-Islamkan atau menyerukan kepadanya supaya memeluk agama Islam, tidaklah mudah sebagaimana meng-Islamkan masyarakat biasa lainnya yang cukup dengan akhlakul karimah. (Rochani 2011)

Mengingat orang yang didakwahi memiliki ilmu kesaktian dan pengaruh yang cukup besar kepada rakyatnya, sangat penting untuk Sunan Katong untuk meluluhkan hatinya untuk memeluk sebuah ajaran kebenaran. Bagaimanapun juga rakyat bawahan Empu Pakuwojo akan tunduk dan ikut terhadap agama dari pemimpinnya. Akhirnya sunan katongpun menghampiri empu pakuwojo dan mengajaknya untuk masuk Islam. Namun Empu Pakuwojo menolaknya, beliau meminta Sunan Katong untuk adu kesaktian dengannya dan apabila beliau kalah maka beliau bersedia untuk memeluk aga Islam dan menjadi pengikut Sunan Katong. (Rochani 2011)

Adu kesaktian itu berlangsung sangat lama dan empu pakuwojo tidak pernah memenangkan pertandingan ini. Pada akhirnya empu pakuwojo dapat di kalahkan. Beliau kemudian menepati janjinya untuk memeluk agama Islam serta mau menjadi pengikut atau murid dari Sunan Katong. (Rochani 2011)

Melihat dari cerita di atas, usaha Sunan Katong tidak main-main dalam misinya untuk menyebarkan agamaIslam di Kendal khususnya di Kaliwungu. Beliau rela mengorbankan jiwa dan raganya dengan penuh demi untuk menyebar agama kebenaran ini.

Hasil atas usahanya yang besar, pada akhirnya ia mampu dan berhasil megislamkan petinggi di sana yakni Empu Pakuwojo . Selain itu dampak dari kiprahnya itu telah membawa Kaliwungu saat ini menyandang sebagai kota Santri, kota yang penuh dengan pembelajar agama, kota yang banyak pondok pesantren. Ini menunjukkan bahwa Sunan Katong mampu membuat masyarakat Kaliwungu tetap  berpegan teguh kepada ajaran Islam walaupun setelah kewafatannya.

Sebagai generasi saat ini, selayaknya kita harus menghormati dan berterimakasih atas perjuangan-perjuangan ulama terdahulu yang telah mengorbankan jiwa raganya serta gigih berdakwah demi umat manusia. Jangan biarkan usaha mereka sia-sia. Lanjutkan perjuangan mereka atau hargai uasaha mereka dengan terus menimba ilmu agama sampai akir hayat. Tidak aka nada kerugian bagi siapapun yang gigih menimba ilmu, apalagi ilmu agama, ilmu yang penting kita pelajari karena tujuan hidup manusia semata-mata hanya untuk beribadah kepada Tuhannya. Dan untuk beribadah serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta kita perlu ilmu agama. Pernyataan ini sesuai dengan Q.S. al-Baqarah ayat 5 :

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun