Muria Raya Bersama Kisah Legenda dan Budayanya
      Legenda Muria Raya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Salah satu legenda yang menarik dan berhubungan dengan Kota Jepara, yaitu terkait asal usul Desa di  Kecamatan Bangsri. Legenda yang mengisahkan seorang tokoh dari masa kasunanan yang memiliki kesaktian dan ambisinya untuk mempersunting wanita yang disukainya. Sunan Muria mempunyai banyak santri salah satunya adalah Ki Suro Nggotho dan Ki Ageng Bangsri. Suatu ketika Ki Suro Nggotho pergi mengunjungi rumah saudaranya Ki Ageng Bangsri untuk bersilaturahmi, sangat tidak beruntung karena Ki Ageng Bangsri sedang tidak ada dirumah, yang ada dirumah hanyalah putrinya yang sudah beranjak dewasa dan juga sangat cantik yaitu Dewi Wiji.
Sebagai anak yang dibesarkan secara religius, Dewi Wiji menghormati Ki Suro Nggotho sebagai tamu ayahnya. Minuman dan makanan seadanya disajikan dengan sangat sopan santun. Namun  Ki Suro Nggotho mempunyai reaksi berbeda terhadap perlakuan tersebut. Ia takjub melihat kecantikan dan kelembutan tingkah laku Dewi Wiji. Mata dan hatinya sudah mulai dirasuki nafsu setan. Dia tidak mengira kalau Ki Ageng Bangsri punya anak secantik Dewi Wiji. Maka tanpa basa-basi dia meminta kesediaan Dewi Wiji untuk dipersunting dijadikan istrinya.
Betapa ketakutan dan khawatirnya Dewi Wiji ketika mendengar permintaan Ki Suro Nggotho yang dianggap sebagai pamannya. Tentu saja Dewi Wiji menolaknya dengan sopan. Namun Ki Suro Nggotho tetap mendesak Dewi Wiji untuk menuruti permintaan tersebut. Semakin dia menolak, semakin  Ki Suro Nggotho memaksakan kehendaknya. Untuk meredakan situasi serius, Dewi Wiji meminta izin untuk berpura-pura pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Namun kenyataannya, dia diam-diam menyelinap keluar rumah dan berlari ke timur melewati pekarangan dan semak belukar. Hanya ada sedikit rumah pada saat itu, jadi dia berlari agak jauh sampai dia menemukannya. rumah itu milik tukang celup pakaian. Kebanyakan orang menyebutnya tukang wedel. Karena tidak ada tempat berlindung lain, Dewi meminta izin Wiji  untuk bersembunyi di sana sementara waktu dari kejaran Ki Suro Nggotho.
Namun bukan Ki Suro Nggotho jika mudah ditipu. Dia sudah melihat gelagat dari raut muka Dewi Wiji yang akan melarikan diri. Setelah akhirnya sampai dirumah tukang wedel, ia tidak mengaku jika menyembunyikan Dewi Wiji dirumahnya. Hingga perang mulut pun  terjadi dan akhirnya berkelanjutan perang sesungguhnya. Perang yang tidak seimbang menyebabkan Tukang Wedel gugur dalam membela kebenaran. Sampai sekarang Desa Wedel menjadi salah satu Desa yang berada di Kecamatan Bangsri.
Ketika Ki Suro Nggotho sedang berselisih dengan Tukang Wedel, yang menurut Dewi Wiji, Tukang Wedel tidak mampu memberikan perlindungan maka dia melarikan diri ke arah timur. Akhirnya bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang menjual kembang kantil. Dia menceritakan pelariannya dari kejaran Ki Sura Gotho. Maka secepatnya Dewi wiji disembunyikan di sebuah tempat yang aman. Sementara Dewi Wiji merasa tenang. Namun penjual kembang itu hanyalah wanita biasa yang pasti tidak kuat siksaan dan penganiayaan Ki Suro Nggotho Akhirnya terpaksa menunjukkan tempat persembunyian Dewi Wiji. Dasar Ki Suro Nggotho yang sudah mata gelap membabi buta, penjual kembang yang sudah mau menunjukkan tempat persembunyian Dewi wiji pun dibunuh dengan sadisnya. Penjual Kembang gugur sebagai pembela kebenaran. Sampai sekarang desa tempat terjadinya peristiwa itu disebut desa Kembang yang sekarang menjadi sebuah Kecamatan.
Berita diculiknya Dewi Wiji sudah terdengar oleh Ki Ageng Bangsri yang ternyata sedang sowan di kasunanan Muria. Kanjeng Sunan Muria yang waktu itu sedang menerima tamu istimewa dari negeri Tiongkok yang bernama Sam Pho Kong. Ternyata hilangnya Pusaka Kasunanan yang disebut Guling Muria dicuri oleh Ki Sura Gotho si angkara murka. Untuk imbalannya Sam Pho Kong bisa memberikan jalan keluar untuk mengatasi Suro Nggotho. Suro Nggotho harus mati karena sangat membahayakan bagi ketenteraman orang lain dengan pusaka ampuh di tangannya. Kepada Ki Ageng Bangsri diberikanlah sebotol kecil serbuk racun yang sangat mujarab. Yang dicampurkan kedalam es dawet yang diminum oleh Suro Nggotho dipinggir pantai dan tubuhnya tidak tahan dengan reaksi panas hingga berguling-guling menceburkan diri kedalam laut. Dan terjadilah keajaiban. Tubuh Ki Sura Gotho seketika berubah menjadi Yuyu Gotho yaitu kepiting raksasa yang berbulu lebat. Ia bersumpah kalau Dewi Wiji tidak dikorbankan maka rakyat Bangsri akan dihancurkan.
Mendengar ancaman mengerikan itu Dewi Wiji yang sudah hancur luluh hatinya merelakan tubuhnya sebagai tumbal keangkaramurkaan Ki Sura Gotho. Dia ikhlas berkorban demi keselamatan rakyat Bangsri yang tidak berdosa. Tanpa ragu-ragu Dewi Wiji menceburkan diri ke dalam laut. Keajaiban pun terjadi. Seketika itu tubuh Dewi Wiji berubah menjadi Ular Lempe. Sampai sekarang terdapat cerita rakyat jika ada orang digigit ula lempe obatnya yuyu gotho ditumbuk lembut dioleskan, sebaliknya jika digigit yuyu gotho maka obatnya darah ular lempe.
Selain hal tersebut, ada juga alasan mengapa Sunan Muria di taruh disuku pedalaman adalah untuk mengawasi pergerakan suku pedalaman yang melawan pemerintahan kudus waktu itu. Konon di daerah Ternadi dan Rahtawu (bagian barat) terdapat penunggu yang namanya ratu ular dan para wayang. Yang konon katanya di desa tersebut tidak boleh menyelenggarakan acara dengan menanggap wayang, karena jika hal tersebut terjadi maka akan terjadi bencana di Desa tersebut. kemudian di daerah makam Sunan Muria (bagian tengah) penunggunya seekor macan putih yang bertubuh besar seperti sapi, dan bagian timur terdapat jalur naga yang karena memang panjang hingga sampai ke gunung kendeng. Selain Kudus dan Jepara, Kota Pati juga merupakan wilayah Muria Raya yang sejarahnya hingga saat ini banyak dikaitkan dengan folklor-folklor yang masih dilegendakan bahkan juga tokoh yang di didiskreditkan melalui pewayangan agar masyarakat mempercayainya secara legenda.
Ada yang mengatakan bahwa Muria ini adalah Le Muria, dimana satu suku, satu negara yang memang dikatakan orang-orang yang peradabannya sangat luar biasa. Wilayah yang kaya akan sejarah dan budayanya memiliki legenda-legenda yang hidup di tengah masyarakat serta tradisi-tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini menunjukkan betapa berharganya warisan budaya di daerah ini. Â Sebagai generasi muda harus bisa menjaga warisan budaya yang bentuknya non benda seperti tembang dari sunan Kudus yang dijadikan pedoman sebagai orang Jawa yaitu tembang maskumambang dan mijil dan sunan Muria yaitu tembang kinanti dan sinom.
Selain itu generasi muda juga harus bisa bekerja sama dengan sejarawan - sejarawan Islam, untuk menyuarakan ulang terkait dengan folklor para tokoh yang didiskreditkan dengan sesuai fakta. Juga tidak bersikap dengan jangan menyuarakan di media sosial saja alangkah baiknya diselenggarakan kajian-kajian tentang Islam. Serta menciptakan gerakan-gerakan yang dapat membantu melestarikan lingkungan di wilayah pegunungan, seperti konsultan lingkungan atau alam. Karena generasi muda itu harus ada gerakan supaya tidak hanya kerja untuk duniawi saja. Muria Raya bukan hanya tempat untuk menikmati keindahan alam, tetapi juga tempat untuk belajar dan menghargai kekayaan budaya yang telah diwariskan secara turun temurun.