Sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia atau sejak diproklamasikan kemerdakaannya pada 17 Agustus 1945, setidaknya sudah ada delapan presiden yang memimpin negeri ini. Mulai dari Presiden Sukarno, Presiden Suharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur), Presiden Megawati Soekarno Putri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Joko Widodo (Jokowi), hingga saat ini kita dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Saya menyebut “setidaknya”, karena sebenarnya kita pernah dipimpin oleh dua orang “Presiden” lainnya tapi mungkin publik banyak yang tidak tahu terkait hal tersebut.
Dua orang Presiden yang “terlupakan” tersebut yakni Sjafruddin Prawiranegara dan Mr Assat. Pada 22 Desember 1948 Sjafruddin Prawiranegara memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat. Ia ditugaskan membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI). Ini merupakan peristiwa dimana Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta ditangkap pada Agresi Militer II serta diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka. Sedangkan Mr. Assaat sendiri pada 27 Desember 1949 pernah ditunjuk oleh Bung Karno sebagai Pelaksana Tugas Presiden Republik Indonesia (RI). Namun pada saat itu memang RI hanyalah salah satu dari tujuh negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
Kembali ke pembahasan tentang para presiden yang pernah memimpin negara kita, mungkin saja ada pertanyaan dari publik : siapakah Presiden terbaik yang dalam sejarah Republik ini. Pertanyaan yang bisa jadi sudah ada di benak masyarakat kita, tapi tentu tidak mudah untuk menjawabnya. Perlu penelitian dan diskusi yang sangat mendalam untuk menjawab pertanyaan ini. Namun sebelum kita menjawab hal tersebut, saya akan mengulas bagaimana kiprah para prsiden kita ini.
Presiden Sukarno atau yang akrab disebut Bung Karno adalah tokoh yang bersama Moh. Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Melalui proklamasi kemerdekaan tersebut maka berdirilah sebuah negara yang bernama Republik Indonesia. Artinya jasa Bung Karno sangat besar karena beliau bisa dianggap sebagai pendiri negara kita (tanpa mengecilkan peran para pahlawan yang telah berjuang selama ratusan tahun).
Dalam masa pemerintahannya, Bung Karno menghadapi tantangan yang sangat berat. Mulai dari Belanda yang ingin kembali bercokol di Indonesia, berbagai pemberontakan di tanah air, hingga pertikaian antara Blok Barat dan Blok Timur yang ingin mencari pengaruh di banyak negara termasuk Indonesia. Kondisi perekonomian yang sangat berat menyebabkan inflasi yang membumbung tinggi. Belum lagi terpecahnya dwitunggal Sukarno-Hatta, karena Bung Hatta merasa bahwa Bung Karno menjadi semakin otoriter.
Sistem pemerintahan liberal atau parlementer yang berlaku pada era Orde Lama saat itu menyebabkan kondisi politik menjadi tidak stabil. Gonta ganti Perdana Menteri dan kabinet nyaris terjadi setiap saat. Sistem demokrasi terpimpin yang diterapkan dinilai beberapa pihak hanyalah sebagai cara Bung Karno untuk melanggengkan kekuasaannya. Hubungan kurang harmonis dengan militer (khususnya Angkatan Darat) turut memperkeruh situasi politik. Puncaknya yaitu terjadinya Gerakan 30 September (G 30 S/ PKI) dan revolusi 1966, yang akhirnya menyebabkan MPRS mencabut mandat dari Bung Karno dan menyerahkan kekuasaan nasional kepada Jenderal Suharto.
Jenderal Suharto dilantik menjadi Penjabat Presiden pada 12 Maret 1967, kemudian akhirnya dilantik menjadi Presiden pada 27 Maret 1968. Era pemerintahan Pak Harto (yang disebat Orde Baru) menjadi era dimulainya pembangunan nasional di segala bidang secara lebih merata. Pertanian menjadi titik berat kebijakan Pak Harto yang akhirnya membawa Indonesia mencapai swasembada pangan. Pada era Orde Baru tersebut keterlibatan militer atau ABRI sangat dominan dalam segala sendi kehidupan. Jabatan publik hampir seluruhnya diisi dari ABRI, mulai dari menteri, eselon I, gubernur, bupati dan walikota. Belum lagi keberadaan ABRI di parlemen yang diwujudkan melalui Golkar dan Fraksi ABRI.
Namun menjelang akhir pemerintahannya, terjadi krisis moneter yang menyebabkan inflasi meroket. Dilantiknya Pak Harto sebagai Presiden untuk ketuju kalinya secara berturut-turut menyebabkan gejolak di masyarakat. Terjadi demonstrasi besar-besaran menuntut Pak Harto mundur dan dimulainya reformasi politik. Akhirnya pada 21 Mei 1998 Pak Harto mengundurkan diri sebagai Presiden dan digantikan oleh wakilnya Prof. B.J. Habibie. Hingga saat ini Pak Harto merupakan Presiden yang paling lama menjabat yakni lebih dari 31 tahun.
Habibie sendiri menjabat sebagai Presiden di tengah krisis moneter dan politik yang luar biasa. Upaya reformasi terus dilakukan dengan berbagai elemen politik dan masyarakat. Namun pada masa Habibie terjadi referendum di Timor Timur, yang akhirnya menyebabkan lepasnya provinsi ke-27 tersebut. Hal ini membuat MPR akhirnya menolak pertanggungjawaban Presiden Habibie. Hingga saat ini B.J. Habibie tercatat sebagai satu-satunya Presiden RI yang bukan dari suku Jawa.