Mohon tunggu...
Humaniora

Realisasi “Sumpah Pemuda” Masa Kini

28 Oktober 2015   08:00 Diperbarui: 28 Oktober 2015   08:29 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

oleh Eka Puti Bunga Kemala

 

Masyarakat Indonesia—khususnya anak muda—kini perlu mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai sumpah pemuda. Pada tanggal 28 Oktober 1928, tepatnya 87 tahun yang lalu, diadakan Kongres Pemuda di Jakarta. Hasil putusan dari kongres tersebut berupa beberapa baris kalimat yang ditulis oleh M. Yamin dengan hasil persetujuan dari forum. Setelah kongres tersebut, tulisan M. Yamin lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan teks Sumpah Pemuda. Perlu disadari bahwa kemerdekaan yang telah dicapai dengan semagat perjuangan dan pengorbanan oleh para pendiri bangsa ini dahulu, sebenarnya dilandasi oleh jiwa persatuan yang terwujud dalam Sumpah Pemuda.

Adapun isi dari Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut, “Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Setelah melihat isinya, ikrar Sumpah Pemuda tentu menjadi sangat penting untuk diucapkan dan direalisasikan. Hal ini disebabkan Sumpah Pemuda merupakan janji para pemuda-pemudi Indonesia untuk selalu bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung bahasa persatuan.

Meski sudah 87 tahun yang lalu Sumpah Pemuda diikrarkan oleh para pemuda-pemudi Indonesia yang hadir dalam kongres tersebut, tetapi kini kenyataannya realisasi terhadap nilai-nilai sumpah pemuda semakin hari semakin pudar. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tak acuh terhadap nilai-nilai dari sumpah pemuda. Bahkan banyak masyarakat Indonesia yang untuk mengingat apa isi dari teks sumpah pemuda saja pun masih harus dibantu oleh gawainya. Padahal, Sumpah Pemuda termasuk bagian dari salah satu sejarah Indonesia yang penting untuk diingat, karena Sumpah Pemuda merupakan tonggak utama pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Salah satu masalah besar bangsa Indonesia kini adalah gelaja menurunnya realisasi terhadap teks Sumpah Pemuda yang nomor tiga, yaitu menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Menyedihkan jika melihat kenyataan yang ada sekarang bahwa bahasa Indonesia dianggap sebelah mata oleh masyarakatnya sendiri. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia dengan alasan demi menaikkan derajat sosialnya.

Bahasa asing tentu penting untuk dipelajari dan sangat diperlukan untuk berkomunikasi dengan orang asing, memperdalam suatu ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Namun, jangan sampai masyarakat Indonesia merasa bahwa bahasa asing lebih penting daripada bahasa Indonesia. Bagaimana pun, bahasa Indonesia tidak boleh dinomorduakan, apalagi dilupakan. Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus menumbuhkan rasa nasionalisme lebih dalam terhadap bahasa Indonesia dan harus mencintai bahasa Indonesia. Karena apabila bukan kita yang melakukannya, lalu siapa lagi?

Bahasa merupakan sebuah identitas bangsa yang harus dibanggakan. Oleh karena itu, bahasa Indonesia tentu harus dibanggakan oleh masyarakat Indonesia—terlebih lagi bagi anak-anak muda yang akan menjadi penerus negeri ini. Memang tidak mudah menahan arus globalisasi yang berdatangan terus menerus setiap harinya. Namun, tidak mudah bukan berarti tidak bisa dilakukan. Jika seluruh masyarakat Indonesia bersatu, tentu pasti bisa untuk mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia dan menumbuhkan rasa peduli terhadap bahasa sendiri. Untuk mewujudkan itu semua, tidak selalu membutuhkan rencana besar. Bahasa Indonesia akan terselamatkan cukup dengan niat yang tulus mencintai bahasa Indonesia, rasa peduli terhadap bahasa Indonesia, dan menularkan semangat tersebut terhadap orang-orang disekitar.

Belum lama ini, Indonesia dihebohkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang hendak menghapus kewajiban Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk berbahasa Indonesia. Hal tersebut ingin dilakukan oleh sang presiden dengan alasan untuk peningkatan investasi dan mengembangkan ekonomi di Indonesia. Pro dan kontra banyak bermunculan di kalangan masyarakat. Tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang mengecam tindakan yang hendak dilakukan sang presiden. Tentu ini sangat melenceng dari UU No.24 Tahun 2009 tentang penggunaan bahasa Indonesia. Pada pasal 25 ayat 2 dan pasal 33 ayat 1 dikatakan bahwa, “Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa” dan “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam lingkungan kerja pemerintahan dan swasta.”

Dari permasalahan tersebut, terlihat bahwa bahasa Indonesia kini sudah mulai lemah di negaranya sendiri. Bahkan, presiden Indonesia pun mulai lengah untuk mempertahankan identitas bangsa Indonesia melalui bahasa Indonesia. Menurut saya, bahasa Indonesia tidak boleh dihapuskan dalam lingkungan kerja, baik untuk WNI maupun WNA. Walaupun dengan alasan yang masuk akal sekali pun, bahasa Indonesia harus tetap dipergunakan sebagai bentuk identitas bangsa Indonesia. Antara peningkatan ekonomi Indonesia dan jati diri bangsa harus selalu berjalan berdampingan dan sinergis, yakni tidak boleh ada salah satu hal yang dikorbankan. Keduanya haus berjalan secara baik dan seimbang.

Kita tentu harus malu terhadap para pejuang bangsa Indonesia yang telah rela berkorban untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dahulu. Jangan sampai perjuangan mereka menjadi sia-sia karena kini bangsa kita terkena arus globalisasi. Kita harus bercermin kepada para pejuang bangsa ini. Semangat juang mereka harus selalu kita tanamkan dalam diri sendiri. Karena bahasa merupakan sebuah identitas bangsa. Oleh karena itu, bahasa Indonesia merupakan sebuah jati diri bangsa yang harus selalu dibanggakan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali—demi harkat dan martabat bangsa Indonesia kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun