Mohon tunggu...
Eka Puspitasari
Eka Puspitasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sukaaaa sekali membaca, terutama bacaan yang mengandung unsur "University of Life", baru belajar menulis yang konsisten dan semoga melalui tulisan-tulisanku nanti mengalir hikmah ^_^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jujur itu Ada di hati yang Takut pada Rabb-nya

20 September 2012   13:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:09 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ada sebuah kisah kecil tentang kejujuran, ini adalah kisah nyata yg terjadi di dunia yg biasa, tetapi istimewa karena peristiwanya.  Hmm, mari kita simak langsung ceritanya dari sang penutur ulung di rumah kami, adik bungsuku tercinta, kisah tentang salah seorang kawannya.

Petang, ba’da Isya’ beberapa hari yang lalu setelah pengumuman kelulusan SMP, kami sekeluarga --kecuali adikku yg pertama--, bercerita tentang mimpi dan harapan bersama adik bungsuku.  Di sela-sela ceritanya, ia sisipkan kisah indah ini.  Salah seorang kawannya yang menjadi tokoh utama dalam kisah ini, mari kita panggil ia dengan Mr. A, karena adikku merahasiakan namanya..he3..ada-ada aja adikku ini.

Alkisah, Mr. A ini adalah seorang yang konsisten, tapi sayang seribu sayang ternyata ia konsisten selalu berada di peringkat terbawah di kelasnya atau setidaknya peringkat dua dan tiga dari bawah.  Kalau dilihat dari record prestasi dan nilai-nilainya selama ia bersekolah, maka tidak mengherankan ketika ia mendapatkan nilai yg kurang memenuhi syarat kelulusan UAN SMP kemarin.  Guru, teman-temannya dan mungkin juga orang tuanya menganggap jika ia tidak lulus itu sebuah kewajaran walau sangat disayangkan.  Namun, syukurlah penilaian kelulusan tidak hanya mengandalkan nilai UAN saja, tetapi nilai UAS juga.  Sehingga Mr. A ini walau dengan nilai yang minim tapi cukup bisa membuat ia memiliki ijazah kelulusan SMP.  Alhamdulillah.  Nah lho, apa istimewanya?

Hmm.. ini dia kisah istimewanya.  Mengapa ia mendapat nilai rendah yang menyatakan ia tidak lulus di UAN-nya di saat teman-temannya mendapat nilai yg bagus atau setidaknya bisa disebut lumayan? Ternyata Mr. A ini mengerjakan soal demi soal UAN-nya dengan usahanya sendiri, sama sekali tidak menyontek, jujur.  Mungkin karena belajarnya belum bisa optimal hingga ia tidak bisa banyak memahami materi pelajarannya dengan baik.  Teman-temannya waktu itu bertanya begini, “Kok ora nyonto wae? Kan iki UAN, nek ora lulus piye?” (Kok tidak mencontek saja? Ini kan UAN, kalau tidak lulus bagaimana?).  Astaghfirullah…

Tak hanya teman-temannya yang berkata demikian, bahkan salah seorang gurunya, yang nota bene seorang pendidik dan teladan di sekolah, juga berkata, “Kok wingi ora nyonto wae? Sing pinter ngandani sing ora iso, takon 1 po 2 ora apa-apa.” (Kok kemarin tidak menyontek saja? Yang pandai ngajari yang gak bisa, Tanya 1 atau 2 gak papa). Innalillahi…  Bagaimanakah pendapat Kawan-kawan tentang “Sang Pendidik” ini?

Lupakan sejenak pendapat tentang Sang Guru, dan perhatikan baik-baik jawaban istimewa dari Mr. A.  “Aku ora nyonto, karo Bapakku aku ora oleh nyonto.  Nek ngerti aku nyonto, aku iso disengeni Bapakku.” (Aku gak nyontek, Bapak gak ngebolehin aku nyontek.  Kalau tahu aku nyontek, aku bisa dimarahi Bapakku).  Subhanallah ^_^


Sepenggal kisah di atas, sudahkah menjadi pengingat dan penegur bagi hati kita untuk sekedar mengoreksi diri?

***Mungkin bisa saja Mr. A tidak mencontek karena takut pada Bapaknya, sekalipun Bapaknya tidak akan melihat saat dia ujian.  Sebuah nasehat dan teladan istimewa dari figur seorang ayah yang sayang pada putra-putrinya dan takut seandainya putra-putrinya mendapat murka Allah karena mencontek.

Lalu, bagaimana dengan Sang Guru yang tentunya juga sangat sayang pada muridnya ini sehingga khawatir kalau muridnya tidak lulus?  Sungguh, menyontek bukanlah solusi yang baik, wahai Bapak dan Ibu Guru yang telah menyandang gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa sejak hari pertama kalian mengabdikan diri menjadi seorang Pendidik Putra-putri Bangsa.  Coba bayangkan, seandainya ada anak yang menyontek, gurunya membiarkan saja dan bahkan membolehkan, lalu dengan hasil menconteknya itu ia bisa lulus SMP, SMA, kuliah dan ia pun menjadi seorang guru (pendidik) juga.  Kemudian ia ajarkan (bolehkan) juga murid-muridnya menyontek karena dulu sewaktu masih sekolah ia pun diperbolehkan menyontek, begitu seterusnya.  Akan jadi seperti apa wajah pendidikan di negeriku ini? Maka UAN yang setiap tahunnya bisa mendebarkan jantung menjadi tak bermakna lagi, karena keberhasilan pendidikan hanya dilihat dari angka-angka.  Nilai tidak memenuhi standar kelulusan, maka “maaf, Nak, kamu tidak lulus, ulang lagi tahun depan ya, makanya besok nyonteknya yang bener”.  Sungguh prihatin jika melihat nilai-nilai anak-anak tidak ada yg berwarna  merah, hitam semua bahkan beberapa bertinta emas, namun sikap, tingkah laku dan hati mereka mati rasa.  Tidak peka terhadap lingkungan sosial mengabaikan kejujuran dan yang lebih parah lagi tidak percaya pada diri sendiri bahwa dirinya bisa melakukan apapun dan menjadi seperti apa pun yang diinginkan.

Meski tentu saja, masih lebih banyak guru-guru yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keikhlasan untuk berusaha mendidik putra-putri bangsa menjadi pribadi yang berbudi luhur dan berakhlak mulia serta pandai akademis dan sosialis.  Semoga Bapak dan Ibu Guru yang kami sayangi dan hormati tetap diberikan limpahan rahmat dari Allah SWT.  Begitu juga dengan anak-anak yang jujur dan percaya akan kemampuannya sendiri, masih sangat banyak.  Semoga kalian tetap bersatu, bahu membahu menegakkan kejujuran dan buktikan tanpa menyontekpun, nilai-nilai dan prestasi kalian akan tetap bersinar secerah mentari yang menghangatkan jiwa Sang Pemenang.

Masih belajar dari Mr. A, lihatlah betapa Allah sangat sayang padanya.  Sekalipun tidak lulus UAN, toh ia lulus UAS dan akhirnya dinyatakan lulus SMP.  Subhanallah, Maha Suci Allah yang menjadikan hati-hati yang suci mendapatkan suatu hal yang layak ia dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun