Kantuk yang menyerang semakin berat. Sarn memutuskan membeli segelas kopi hitam. Beruntung malam itu ia bisa mendapatkan kopinya tanpa harus membeli. Pedagang lainnya iba dan memberikan kepada Sarni, cuma-cuma. Dalam waktu singkat kopi itu ia minum habis.
Tapi kopi itu tidak berpengaruh apa-apa. Kantuk justru semakin menyerang Sarni. Matanya semakin berat. Batuknya pun semakin keras. Ia memutuskan beristirahat sejenak. "Barangkali tidur 30 menit saja sudah bisa membuat aku segar," katanya pada diri sendiri.
Sarni mengenakan jaketnya. Dagangannya ia biarkan begitu saja. Ia pun memejamkan mata sambil menyandarkan diri di pintu toko.
***
Hari beranjak subuh. Pedagang di pasar senggol, berganti menjadi pasar tumpah di pagi hari. Satu persatu pedagang di pasar senggol berkemas, meninggalkan lapak yang mereka tempati. Tapi Sarni masih terlelap. Pedagang lainnya tak ada yang tega membangunkan Sarni karena tidurnya yang teramat nyenyak.
Satu persatu pedagang di pasar tumpah mulai berdatangan. Namun lagi-lagi Sarni tak terusik dengan bisingnya suara pedagang yang menurunkan barang. Hingga akhirnya seorang pedagang yang memiliki lapak yang ditempati Sarni datang. Ia mencoba membangunkan Sarni.
"Me, Me, bangun Me. Sudah pagi. Sekarang gilirannya pasar tumpah," ujar pedagang itu. Mata Sarni masih terpejam.
"Me, bangun Me. Sudah pagi ini. Gilirannya pedagang pasar tumpah," kata pedagang tadi. Kali ini dengan nada gemas.
"Me, bangun Me," kata pedagang lagi sambil menggoyang-goyangkan tubuh Sarni. "Me, bangun!". Tubuh Sarni terjatuh terlentang. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H