Mohon tunggu...
Eka Pramita
Eka Pramita Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan yang tengah merefleksikan keperempuanannya melalui berbagai hal. Penikmat kopi cappucino hangat sambil ngobrol-ngobrol ringan di warung kopi. Semoga saya bisa berbagi banyak hal tentang apa yang saya rasakan dan ragukan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Merek Mengejar Prestise

20 September 2010   01:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:07 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari gini siapa sih yang belum tahu barang-barang bermerek? Kebanyakan dari kita apalagi penggemar merek tentu tidak asing lagi dengan merek-merek yang mendunia. Sebut saja untuk dunia fesyen banyak dikenal Armani, Versace, Guess, Dolce & Gabbana dan belum lagi jebolan desainer kota mode yang banyak diburu masyarakat Indonesia. Untuk sepatu dan tas seperti Louise Vuiton, Gucci, Prada, Nevada, Fladeo, FLD, ST Yves sampai merek lokal seperti Yongki Komaladi. Tak ketinggalan pula, merek parfum yang sering diburu antara lain Calvin Klein, Kenzo, Coco Channel, Escada, Paris Hilton, J-lo dan Kylie Minogue.

Seberapa pentingkah merek bagi kita? Kalau ditilik dari kamus bahasa Indonesia merek ialah tanda yang dikenakan oleh pengusaha pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal. Merek juga memberikan fungsi untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan memberikan tanda, seperti yang didefinisikan pada pasal 1 Undang-undang Merek (UU No. 15 Tahun 2001).Kemudian tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan untuk membangun loyalitas konsumen.

Banyak yang mengatakan merek ialah identitas diri, makin ekslusif merek maka makin dikenal siapa dan seberapa besar pengaruh orang itu. Namun apakah idiom semacam itu masih berlaku di tengah krisis global saat ini? Tentunya banyak orang yang berpikir dua kali untuk memakainya. Termasuk saya, jangankan krisis ga krisis juga saya tetap bertimbang banyak. Gimana enggak untuk memakai barang-barang bermerek itu kudu merogoh kocek yang ga sedikit bahkan bisa jadi gaji satu bulan aja belum cukup.

Meski emang diakui kalau barang-barang berkualitas cenderung lebih awet jadi ga cepat-cepat ganti. Tapi sayangnya fungsi utama itu telah bergeser dari yang tadinya agar bisa bertahan lama menjadi trend yang ga pernah berhenti berkreasi. Setiap muncul mode lantas diburu tak peduli berapa budgetnya. Semua itu tak lepas dari tuntutan gaya hidup dan prestise semata. Herannya masih saja ada orang yang menghargai orang lain dari penampilan alias apa yang dikenakannya. Hipotesanya ialah semakin mahal barang yang dipakai semakin tinggi pula status sosialnya di masyarakat. Virus itulah yang tengah menjangkiti kaum urban.

Padahal kalau dipikir membeli produk lokal apalagi langsung dari sentra industrinya lebih murah dan tentu saja bisa membantu usaha kecil menengah yang sedang kembang kempis. Misalnya beli sepatu di cibaduyut, baju-baju di Paris van Java (Bandung), aksesoris di Jogja atau Bali. Tapi apa banyak yang mau menghargai produk sendiri kalau citra yang dibangun produk made in luar negeri lebih menyilaukan mata.

Well, mungkin kembali ke pilihan apakah dengan menggunakan pakaian atau barang-barang bermerek kita akan merasa nyaman, atau justru sebaliknya. Jangan menilai orang dari penampilannya, meski memang penampilan yang 'baik' akan memberi impresi lebih bagi yang melihatnya. Tapi bagi saya sih, asalkan tidak membedakan status sosial seseorang, hanya dari apa yang dikenakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun