Sebenarnya, lanjut Mahmud, bicara soal cukup atau tidak sifatnya relatif. Tetapi, ia merasakan sekarang ini hampir semua kebutuhan meningkat, bahkan air bersih saja sekarang harus beli, karena air sungai sudah tercemar limbah rumah tangga dan pabrik. Jika hanya mengandalkan penghasilan dari sekolah, semua pengeluaran tidak bisa tertutupi. “Saya percaya Tuhan sudah memberikan rezeki masing-masing bagi umat-Nya, kita tinggal berusaha untuk bekerja lebih keras,” harapnya optimis.
Tak Resah dengan Citra Pemulung
Mahmud tak lupa bercerita perihal pengalamannya pertama kali bersentuhan menjadi pemulung. Banyak pro dan kontra yang ditujukan padanya.Tapi yang paling membuatnya miris ia dituduh mencemarkan citra guru. “Apakah salah jika seorang guru berusaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi pekerjaan saya halal dan tidak merugikan orang lain. Saya menyadari jika profesi guru dan pekerjaan pemulung memang sangat kontras,” selorohnya prihatin.
Selama ini, tambah Mahmud, citra pemulung di mata masyarakat memang kurang baik. Tidak sedikit ditemukan pemulung yang bertindak merugikan, misalnya mencuri sendal atau barang lain. “Meski begitu, saya tidak merasa tersinggung sedikit pun, yang penting apa yang saya lakukan tidak merugikan dan menyusahkan orang lain,” ujar bapak dua putri dan satu putra ini. Menyikapi anggapan mereka, Mahmud hanya mengatakan “ya itu hak mereka, tokh pada akhirnya secara tidak langsung pekerjaan memulung juga sedikit banyak punya manfaat, khususnya untuk mengurangi sampah di sekitar tempat tinggal mereka”.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI