Mohon tunggu...
Ekapatriani Paparesi
Ekapatriani Paparesi Mohon Tunggu... Mahasiswa - belum menikah

sociologi educationsUnj20

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurikulum Pendidikan Formal dan Non Formal di Masa Pandemi Covid 19 serta Era New Normal

22 Mei 2022   07:34 Diperbarui: 22 Mei 2022   07:36 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi covid-19 rupanya tak kunjung membaik hingga memasuki tahun ajaran baru 2021/2022. Namun sudah terlihat banyak perubahan yang dilakukan di bidang pendidikan sebagai upaya penyesuaian antara kurikulum dan pembelajaran dengan kondisi saat ini. 

Kondisi masa pandemi covid-19 saat ini memungkinkan untuk pembelajaran dalam jaringan (daring) bagi peserta didik. Kurikulum yang mengacu dan ditetapkan oleh pemerintah yaitu kurikulum nasional dimana kunci keberhasilan implementasinya terletak pada kolaborasi guru, siswa dan orang tua. Untuk mendukung pembelajaran dalam kondisi pandemi covid-19 saat ini lembaga pendidikan menyiapkan bahan ajar melalui aplikasi yang akan digunakan untuk pembelajaran daring tahun ajaran baru. Sebagaimana yang dijelaskan Zubaidah bahwa hampir setiap satuan pendidikan di Kota Jakarta sudah memanfaatkan E-Learning dalam pelaksanaan pembelajaran.

Berdasarkan bahan dari Seamoloc 2020 dipaparkan contoh pola pembelajaran kenormalan baru diantaranya menjelaskan senin-rabu kegiatan tatap muka antara guru dan siswa dengan aplikasi misalnya zoom (sinkronus), kamis-jumat dimana peserta didik belajar secara mandiri atau jarak jauh (ansinkronus), sementara untuk sabtu-minggu merupakan hari libur.

Maman menjelaskan bahwa pendidikan maupun pembelajaran harus tetap bisa berjalan. Adanya covid-19 ini tidak serta merta membuat semuanya serba off,tapi ini adalah tantangan dimana yang sudah kreatif dituntut untuk inovatif. Maman juga menjelaskan implementasi pembelajaran yang akan digunakan untuk ajaran baru 2021/2022 sebagaimana yang tertera dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) menjelaskan diantaranya tentang: (1) zona hijau (sekitar 6%), dapat menyelenggarakan pembelajaran di sekolah dengan mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, (2) zona lain (94%), menyelenggarakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), secara daring dan luring, dan (3) keterbatasan dan kebiasaan baru adalah tantangan, dalam konteks efektifitas dan efisiensi kegiatan.

"Tantangan saat ini yaitu bagaimana agar pembelajaran daring bisa memiliki ketercapaian atau bisa mencapai kompetensi KI, KD dan pembelajaran yang tidak berbeda secara signifikan dengan pembelajaran tatap muka atau bahkan lebih baik dari pembelajaran tatap muka." 

Salah satu dampak paling mencolok merebaknya Covid-19 terhadap pendidikan di Indonesia adalah percepatan penghapusan ujian nasional (UN) bagi siswa jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang semula dijadwalkan baru akan dilakukan pada 2021. Dampak penting lain yang dialami pendidikan di Indonesia, yang juga dialami banyak negara, adalah metode pembelajaran yang secara mendadak harus dilakukan secara jarak jauh atau melalui moda pembelajaran dalam jaringan (daring). Bisa dipastikan hanya sedikit dari lembaga pendidikan di Indonesia yang sempat menyiapkan moda daring sebagai bagian normal pembelajaran---sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Mayoritas lembaga pendidikan di Indonesia mengkonversi pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan keterpaksaan dan ketidaknyamanan pada saat Covid-19 mewabah.

Salah satu efek transformasi mendadak moda pembelajaran tersebut adalah munculnya berbagai laporan atau pengaduan terkait kesulitan yang dihadapi siswa maupun orang tua dalam mengikuti PJJ. Sampai akhir April 2020, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima sedikitnya 246 pengaduan terkait hal tersebut. Hal-hal yang menjadi poin aduan, antara lain, adalah beban tugas dari guru yang berlebih, pembelajaran yang bersifat satu-arah, pemberlakuan jam pembelajaran seperti pembelajaran tatap muka, biaya pendidikan yang tetap kendati sebagian beban pembelajaran berpindah menjadi tanggung jawab keluarga, hingga keterbatasan kuota internet dan perangkat untuk berpartisipasi dalam PJJ. Belum lagi keluhan dari orang tua yang juga harus mengalokasikan waktu lebih banyak untuk mendampingi anak mereka, terutama yang bersekolah di jenjang pendidikan dasar, selama proses PJJ.

Mengingat kesenjangan infrastruktur teknologi pendidikan dan variasi kemampuan akses pelajar Indonesia, pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran daring sulit menjadi pilihan moda pembelajaran utama atau satu-satunya. Sebaliknya para ahli pendidikan menyebut model pembelajaran hibrida atau campuran (blended learning) antara tatap-muka dan jarak jauh merupakan pilihan yang lebih realistis bagi sebagian besar lembaga pendidikan di era kenormalan baru. Jika penerapan protokol kesehatan mengharuskan adanya pembatasan jumlah siswa dalam ruang belajar atau pembelajaran tatap muka bergilir, PJJ dapat berperan sebagai pelengkap dari berkurangnya jam pembelajaran tatap muka tersebut. 

bukan berarti pelayanan publik ditiadakan, baik pelayanan publik terkait ruang lingkup barang, jasa maupun administrasi. Hal tersebut ditekankan secara langsung oleh yang bersangkutan pada saat mengumumkan adanya surat edaran terbaru yang menyatakan perlunya penyesuaian sistem kerja dan mengimplementasikan protokol pencegahan Covid-19. Pelayanan dapat dilakukan melalui daring (online) atau jika terdapat pelayanan manual harus mengimplementasikan mengukur suhu pengguna layanan, menyediakan tempat cuci tangan/handsanitizer dan menjaga jarak.

Hal tersebut juga berlaku bagi pendidikan. Dengan dihapuskannya Ujian Nasional, belajar di rumah melalui aplikasi tertentu, kuliah daring, bimbingan dan seminar daring merupakan contoh pelayanan bidang pendidikan yang mempercepat penerapan Pendidikan era Revolusi 4.0. Bagaimana tidak baik pengajar maupun peserta didik dipacu untuk memahami setidaknya penggunaan teknologi digital. Di sisi lain peserta didik juga dipaksa untuk mengeksplor teknologi dan informasi dan menyalurkan kreatifitasnya melalui inovasi-inovasi dalam tugas-tugas yang diberikan.

Kesempatan Kolaborasi di Tengah Wabah Covid-19 tentu penyesuaian diperlukan dalam menerapkan Pendidikan era Revolusi 4.0. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri adanya wabah Covid-19 menjadi salah satu pendorong penerapan sistem ini. Di sisi lain selain dituntut memahami teknologi dan informasi serta cara mengimplementasikannya, tentu terdapat permasalahan yang timbul yaitu terkait sarana prasarana yang memadai. Misalnya peserta didik dari keluarga yang kurang mampu tidak memiliki laptop/smartphone. Maka kebijakan sudah seharusnya memperhatikan hal tersebut. Pihak sekolah memiliki Surat Keputusan (SK) peserta didik kurang mampu dan melakukan pendampingan belajar bagi mereka yang telah didata dengan memperoleh subsidi silang atau pemecahan masalah lainnya. Selain itu pemerintah harus memastikan bahwa setidaknya internet tersedia di daerah pendidikan agar menghindari pula alasan untuk pulang ke masing-masing kampung halaman dikarenakan menghindari penyebaran Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun