Candi Cangkuang merupakan salah satu candi peninggalan agama Hindu yang berada di Jawa Barat. Tepatnya di Kampung Pulo, Kelurahan Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Candi ini terletak di sebuah pulau kecil di Danau Cangkuang, dikelilingi oleh empat gunung yakni Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi, Gunung Guntur. Candi Cangkuang merupakan satu-satunya candi Hindu yang ditemukan di Jawa Barat dan didalam nya terdapat patung Siwa Hindu dari abad ke-17. Candi ini pertama kali ditemukan pada tanggal 9 Desember 1966 oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Tim Sejarah Leles yang dipimpin oleh Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita. Penemuan ini dilakukan setelah adanya laporan dari Vorderman yang terbit pada tahun 1893. Candi ini diyakini telah ada sejak abad ke-8 masehi. Tidak jauh dari ditemukannya Candi Cangkuang yang hanya berjarak 3 meter sebelah selatan candi, juga ditemukan nya makam yang diduga sebagai makam dari pendiri desa Cangkuang yaitu Arief Muhammad atau yang biasa dikenal sebagai "Embah Dalem Arief Muhammad" atau "Maulana Ifdil Hanafi" yang diduga sebagai makam dari masa Islam.Â
Kisah sejarah Candi Cangkuang dimulai dengan rencana Sultan Agung (Kerajaan Mataram) yang menyerang Banten dan Blambangan, tetapi tentara Sultan Agung mengalami banyak kekalahan. Kemudian Sultan Agung ini meminta bantuan kepada Belanda namun permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Belanda. Justru sebaliknya, Belanda malah meminta Sultan Agung untuk menyerah. Permintaan tersebut membuat Sultan Agung marah, dan pada sejak saat itu Sultan Agung akhirnya mempersiapkan pasukannya sendiri untuk menyerang Batavia. Dengan dipimpin Dipatiukur dan Tumenggung Baurekso pasukan Mataram menyerang Batavia. Namun, penyerangan pertama tersebut gagal.Â
Setahun kemudian, Sultan Agung kembali melakukan penyerangan ke Batavia. Kali ini prajurit Mataram dipimpin oleh Pangadegan, Wirajaya, Wirabaya, dan Arif Muhammad. Arif Muhammad merupakan salah satu senopati atau komandan dari kerajaan Mataram Islam. Beliau ditugaskan untuk mengusir Belanda dari tanah Batavia. Pada akhirnya penyerangan kedua ini pun gagal. Akan tetapi Arif Muhammad dan belasan prajurit lainnya berhasil meloloskan diri dan menyingkir ke pedalaman hingga tiba di Kampung Cangkuang. Pada saat itu penduduk di Kampung Cangkuang masih sedikit dan belum mengenal Agama Islam. Penduduk Cangkuang masih memeluk kepercayaan Animisme, Dinamisme, agama Hindu. Merasa sudah cukup lama mereka menetap di Kampung Cangkuang, akhirnya Arif dan para sahabatnya berinisiatif menyebarkan agama Islam kepada penduduk setempat. Hal itu diterima dengan amat sangat baik oleh penduduk Cangkuang maupun penduduk dari luar Cangkuang.Â
Untuk memperkokoh penyebaran Islam di Cangkuang, Arif Muhammad membangun sebuah masjid sederhana yang dimana sampai sekarang masjid tersebut masih ada. Untuk keperluan berwudhu, beliau membendung parit yang airnya berasal dari Sungai Cicapar dan pada akhirnya terbentukklah sebuah danau. Arif Muhammad dan sahabatnya tinggal ditengah danau yang disebut "Kampung Pulo". Arif Muhammad tetap menghargai adat atau kebiasaan penduduk setempat. Seperti larangan untuk tidak berziarah atau bekerja pada hari Rabu. Salah satu wujud toleransi, Arid Muhammad hanya menyebarkan agama Islam pada hari-hari tertentu aja, ketika warga sekitar tidak sedang menyembah Dewa Siwa yang berada di dalam Candi Cangkuang.Â
Dan pada saat ini, Candi Cangkuang telah menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang populer di Kabupaten Garut. Selain mengunjungi candi, wisatawan juga dapat menikmati keindahan alam sekitar dan mengunjungi Museum Situ Cangkuang yang berlokasi di area yang sama dengan candi. Museum ini menyimpan berbagai hasil galian dan peninggalan penyebaran agama Islam di Cangkuang, termasuk kitab-kitab tulisan tangan Dalem Arief, Al-Quran, dan catatan khotbah Jumat yang terbuat dari kulit kayu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H