Mohon tunggu...
Eka Nur Rahmawati
Eka Nur Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Home Pilihan

Optimalisasi Peran Konselor dalam Menguatkan ketahanan Keluarga di Era Modern

1 Januari 2025   14:29 Diperbarui: 1 Januari 2025   14:29 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Home. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ma, Papa sibuk terus sama HP-nya!", "Anak-anak nggak pernah mau ngobrol lagi sama orangtua", "Rasanya kita semua tinggal serumah tapi kayak stranger ya..."

Familiar nggak dengan keluhan-keluhan di atas? Di era yang super connected ini, ironisnya banyak keluarga justru merasa disconnected satu sama lain. Padahal kita punya grup WhatsApp keluarga, follow sosmed satu sama lain, bahkan mungkin jadi friend di game online. Tapi kok tetap ada yang kurang ya?

Perubahan sosial, budaya, dan teknologi telah memperkenalkan permasalahan baru yang membutuhkan pendekatan profesional. Di sinilah peran konselor keluarga menjadi krusial sebagai fasilitator yang membantu keluarga menghadapi dan mengatasi berbagai konflik serta krisis yang muncul.

Pentingnya Konselor Keluarga di Era Digital

Coba deh lihat pemandangan di meja makan keluarga sekarang. Mungkin tak jauh beda dengan scene ini: semua anggota keluarga duduk bersama, tapi masing-masing sibuk scrolling Instagram atau main game. Menurut riset terbaru dari Journal of Family Psychology, ternyata 65% masalah keluarga zaman now berakar dari kebiasaan 'ngecek HP' yang kebablasan ini.

Peran Utama Konselor Keluarga

Jadi, Apa Sih yang Bisa Dilakukan Konselor?

  1. Fasilitator Komunikasi Konselor bertindak sebagai mediator yang membantu memperbaiki komunikasi antar anggota keluarga. Ingat drama series korea yang karakternya sering miscommunication? Konselor hadir untuk mencegah drama seperti itu terjadi di keluarga kita. Mengacu pada Teori Sistem Keluarga Bowen, konselor membantu keluarga mengenali pola komunikasi yang disfungsional dan membangun pola yang lebih sehat. Hal ini penting untuk menciptakan hubungan yang lebih kohesif di antara anggota keluarga.
  2. Agen Perubahan Berdasarkan pendekatan Solution-Focused Brief Therapy (SFBT), konselor berfokus pada solusi daripada masalah. Konselor membantu keluarga mengenali kekuatan dan sumber daya internal mereka untuk menciptakan perubahan positif. Pendekatan ini memungkinkan keluarga melihat potensi mereka sendiri sebagai kunci penyelesaian konflik.
  3. Edukator Konselor juga berperan sebagai pendidik bagi keluarga. Teori Attachment yang dikembangkan oleh John Bowlby menyoroti pentingnya ikatan emosional yang aman antara anggota keluarga. Mengasuh anak di era TikTok dan YouTube beda banget sama zaman dulu. Konselor bisa kasih tips dan trik jitu gimana caranya stay connected dengan anak tanpa harus jadi "parents who trying too hard to be cool".
  4. Pendukung Psikososial Dalam menghadapi situasi krisis seperti perceraian, kehilangan, atau kekerasan dalam rumah tangga, konselor memberikan dukungan psikologis dan sosial. Pendekatan ini sejalan dengan Teori Strategi Coping Lazarus dan Folkman yang menekankan pentingnya strategi coping adaptif untuk menghadapi stres keluarga.

Tantangan dan Solusi dalam Optimalisasi Peran Konselor

Meskipun peran konselor sangat penting, terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaannya, seperti:

  • Stigma Sosial: Banyak keluarga masih enggan mencari bantuan konseling karena stigma negatif.
  • Kurangnya Kesadaran: Tidak semua keluarga memahami manfaat konseling keluarga.
  • Resistensi terhadap Perubahan: Beberapa keluarga menunjukkan resistensi terhadap saran atau intervensi dari konselor.

Untuk mengatasi tantangan ini, strategi berikut dapat diimplementasikan:

  1. Peningkatan Kompetensi Profesional Konselor perlu mengikuti pelatihan berkelanjutan untuk mengembangkan keterampilan baru, termasuk pemahaman budaya dan teknologi modern.
  2. Pendekatan Kultur-Sensitif Konselor harus menggunakan pendekatan yang sensitif terhadap nilai-nilai budaya keluarga. Menurut Parson, keluarga harus memiliki pedoman atau aturan/norma/nilai-nilai/kebiasaan yang mampu memengaruhi pola interaksi mereka
  3. Pemanfaatan Teknologi Konselor dapat memanfaatkan teknologi seperti telekonseling untuk menjangkau keluarga yang sulit mengakses layanan konseling secara langsung.
  4. Kolaborasi dengan Institusi Lain Kerja sama dengan institusi pendidikan, layanan sosial, dan organisasi masyarakat dapat memperluas akses keluarga terhadap konseling.

Kenapa Masih Ragu Temui Konselor?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun