Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, mahasiswa selalu dianggap sebagai sosok yang dapat berpikir kritis, realistis dan dialektis. Karena sebagai bagian dari generasi muda (pemuda), status kemahasiswaannya menyandang nilai lebih tinggi dari pemuda lainnya. Melalui kajian-kajian dan pemikiran-pemikiran yang metodis dan rasional, mahasiswa diharapkan mampu memahami, menjelaskan, mengaplikasikan, mensosialisasikan setiap perubahan-perubahan kehidupan yang terjadi dalam masyarakat. Baik itu menyangkut kehidupan, pendidikan, politik, sosial, ekonomi, budaya, hak asasi manusia maupun permasalahan-permasalahan lain yang mengharuskan mahasiswa untuk menyikapi dan menyuarakan pemikirannya. Dan tentu saja, sikap dan suara mahasiswa tersebut memerlukan wadah sebagai penyalurnya. Yang diantaranya dapat berupa organisasi-organisasi kemahasiswaan yang cukup banyak tersedia di dalam kampus maupun di luar kampus. Yang dimaksuddengan organisasi merupakan suatu system atau perkumpulan yang terdiri dari dua orang atau lebih dalam suatu kelompok, untuk bekerja sama guna mencapai suatu tujuan bersama. Organisasi tersebut dapat berbentuk senat mahasiswa/badan eksekutif mahasiswa (BEM), himpunan mahasiswa (HIMA), unit-unit kegiatan mahasiswa (UKM), atau organisasi ekstra kampus. Kesemua organisasi tersebut mempunyai kegiatan yang berbeda-beda dan dasar organisasi yang berlainan pula.
Tergantung mahasiswa itu sendiri untuk menyikapi organisasi dan biasanya disesuaikan dengan latar belakang, minat dan bakat masing-masing. Mahasiswa yang aktif di organisasi-organisasi kemahasiswaan tersebut biasanya di sebut aktivis. Walaupun pada kenyataannya memang tidak semua mahasiswa mau menjadi aktivis dan mempunyai kepedulian terhadap perkembangan yang terjadi di dalam kampus maupun luar kampus, tapi gerakan aktivis yang peduli sudah mampu mewarnai dinamika kehidupan mahasiswa di kampus. Cukup banyak kontribusi mahasiswa, melalui organisasi kemahasiswaannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai bidangnya masing-masing atau menjadi motivator ataumediator dalam menyikapi perubahan dan perkembangan yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Baik itu menyangkut masalah pendidikan, politik, social, ekonomi, hak asasi manusia maupun permasalahan-permasalahan yang lainnya.
Dalam sejarah pergerakan mahasiswa sebelum kemerdekaan dan sampai sekarang pun, melalui kegiatan organisasi kemahasiswaan, mahasiswa telah mampu dan terbukti ikut andil menjadi motivator atau mediator bagi perjuangan kemerdekaan sampai pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini. Namun demikian, tak dapat dipungkiri bila masih ada kesan miring terhadap keberadaan aktivis di organisasi kemahasiswaan yang antara lain banyaknya aktivis organisasi kemahasiswaan yang merupakan ‘mahasiswa abadi' atau mahasiswa rawan drop out (DO). Banyak hal yang melatar belakangi mengapa hal ini terjadi, sehingga alangkah baiknya bila kita tengok sosok mahasiswa yang ada di kampus.
Bila diamati/diperhatikan dengan jeli dikaitkan dengan aktivitas mahasiswa di kampus, ternyata terdapat dua jenis sosok mahasiswa, yakni pertama sosok mahasiswa yang pasif terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kedua adalah sosok mahasiswa aktif terhadap organisasi kemahasiswaan. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan biasanya disebut aktivis seperti dipaparkan di muka dengan berbagai kegiatan yang terkadang tidak hanya aktif di satu organisasi kemahasiswaan saja. Walaupun kuliah dalam satu program studi atau jurusan, ternyata dua sosok yang ini sangat jelas terlihat perbedaannya dalam mewarnai dinamika kehidupan kampus.
Mahasiswa yang pasif terhadap kegiatan organisasi kemahasiswaan tentu saja merupakan mahasiswa yang hanya memikirkan aktifitas perkuliahannya saja. Segala sesuatunya selalu diukur dengan pencapaian kredit mata kuliah dan indeks prestasi yang tinggi serta berupaya menyelesaikan kuliah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun biasanya sosok mahasiswa seperti ini, justru akan mengalami kelemahan dan masalah dalam hal sosialisasi diri dengan lingkungannya, sesama mahasiswa dan dalam kehidupan masyarakat. Yang dampak negatifnya bisa saja dirasakan ketika sudah menjadi sarjana dan siap terjun ke masyarakat memasuki dunia kerja. Tipologi mahasiswa ini mempunyai beberapa tujuan pokok yaitu kuliah secepatnya, lulus jadi sarjana dan ‘siap kerja’. Sesederhana itukah mereka memaknai kuliah?
Dunia kerja realitasnya tidak sekedar menuntut kualitas kesarjanaannya, tapi juga menuntut kualitas sosialisasi. Apalagi dunia kerja yang menuntut kerja sama dan interaksi antar manusia yang lebih intensif, serta mengutamakan kemampuan dalam berbahasa atau berbicara. Sarjana yang hanya sekedar mengandalkan kemampuan dunia keilmuannya saja tentu akan tersisih dengan sendirinya.
Sedangkan sosok mahasiswa aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan, adalah mahasiswa yang disamping menekuni/menggeluti aktifitas perkuliahan tapi juga menyempatkan untuk mengikuti aktifitas organisasi kemahasiswaan. Keaktifan di organisasi ini biasanya dilandasi oleh bakat, hobi, tuntutan jiwa organisasi dan kepemimpinan, tuntutan sosial atau bisa jadi karena pelarian dari aktivitas perkuliahan yang kadang dianggapnya membosankan. Konsekuensi yang logis dari sosok mahasiswa seperti ini tentunya konsentrasi pemikiran dan waktu akan terbagi menjadi dua, satu sisi pada perkuliahan/belajar dan sisi yang lain pada kegiatan organisasi kemahasiswaan. Kegiatan perkuliahan juga terkadang malah terganggu oleh kegiatan organisasi atau bahkan ada yang meninggalkannya karena terlalu asyik dengan kegiatan organisasi kemahasiswaannya. Sehingga terkadang menjadi alasan pembenar bahwa mahasiswa aktivis adalah mahasiswa abadi dan rawan DO. Namun, bila dilihat dari kemampuan berorganisasi dan kepemimpinan serta sosialisasi tentu akan sangat berbeda bila dibandingkan dengan mahasiswa yang pasif. Pengalaman dalam mengungkapkan pendapat/opini dan fakta dalam berbahasa semakin mematangkan diri sebagai sosok mahasiswa. Apalagi bila dikaitkan dengan fungsi lain dari kampus sebagai agen perubahan, maka peran para mahasiswa aktivis tak dapat dilihat dengan sebelah mata. Mereka selalu menjadi mesin penggerak dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dalam menyikapi tuntutan-tuntutan kritis masyarakat dan permasalahan pendidikan, politik, social, ekonomi, hak asasi manusia dan permasalahan-permasalahan lainnya. Contoh salah satu mahasiswa aktivis yang sukses dalam perkuliahan dan juga sukses dalam berorganisasi dari prodi PKnh UNY misalnya mas Anton, sekarang beliau disamping menjadi guru PKnH juga memiliki bisnis studio foto yang bernama “Anton Photo”. Beliau bisa membuka usaha tersebut berkat beliau menjadi anggota berbagai organisasi semasa duduk dibangku perkuliahan sehingga beliau mempunyai banyak relasi yang bisa membantu mengembangkan usahanya itu. Selain mempunyai banyak relasi, juga mempunyai banyak pengalaman bersosialisasi dengan orang lain.
Bagi mahasiswa yang membuat aktifitasnya di organisasi kemahasiswaan hanya sebagai pelarian dari aktifitas perkualiahannya. Kegiatan kuliah, penyelesaian tugas, praktikum, belajar dan sebagainya malah terabaikan. Organisasi kemahasiswaan hanya dijadikan tempat untuk menyenangkan diri. Sosok mahasiswa aktivis ini tentunya bukan sosok mahasiswa yang diharapkan. Karena memang kewajiban utama seorang mahasiswa adalah mengikuti perkuliahan dengan penuh tanggung jawab. Tidak dibenarkan bila kegiatan organisasi yang kadang menyita waktu kuliah selalu dijadikan alasan dan kedok untuk tidak mengikuti kegiatan perkuliahan. Mahasiswa demikian tidak mempunyai pegangan yang jelas sebagai seorang mahasiswa. Akibatnya bisa ditebak, penyelesaian kredit mata kuliah menjadi terhambat. Dan karena kuliah tidak lulus-lulus dalam ukuran wajar kelulusan, maka cap ‘mahasiswa abadi' pun melekat kepadanya. Bahkan lebih parah lagi apabila mahasiswa tersebut terancam drop out (DO).
Oleh karenanya, tentunya mahasiswa, khususnya mahasiswa baru, dalam memasuki dunia kampus sudah mempunyai gambaran bagaimana harus bersikap. Dan pastilah diharapkan menjadi mahasiswa yang ideal, yaitu mahasiswa yang mempunyai kemampuan intelektual baik sesuai bidang keilmuan yang dipilih dengan tanggung jawab, juga mempunyai kemampuan dalam berorganisasi dan bersosialisai dengan lingkungannya serta peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Yang terpenting adalah dalam melakukan kegiatan perkuliahan dan organisasi tersebut mahasiswa harus mampu membagi waktu dan dengan cermat menentukan prioritas dari kegiatan-kegiatan yang akan dijalaninya agar dapat menjadi yang terbaik dalam perkuliahan dan juga dalam organisasi kemahasiswaan. Tidakkah ingin bila lulus kelak menjadi sarjana plus, yaitu sarjana yang tidak hanya pintar dalam keilmuannya tapi juga mampu bersosialisasi dan berorganisasi dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H