Urgensi Pemimpin Transformatif untuk Golkar yang Modern
Menjadi Partai Modern
Partai Golkar memiliki sejarah yang amat panjang, sehingga partai ini dianggap sebagai partai tertua di Indonesia yang masih eksis sampai saat ini. Bahkan, sepak terjang partai ini menarik perhatian salah satu Indonesianis terkemuka asal Australia, David Reeve, yang banyak menulis tentang Partai Golkar. Karya teranyar darinya (2013), Golkar Sejarah yang Hilang: Akar Pemikiran & Dinamika, tidak hanya memberikan gambaran tentang sejarah pembentukan Golkar. Tetapi, juga mengurai sejarah kiprah 70 tahun Golkar dalam panggung perpolitikan nasional.
Pengalaman panjang sebagai organisasi politik tersebut serta kiprahnya di pemerintahan selama puluhan tahun, membuat Golkar menjadi partai yang besar. Kenyataan tersebut dibuktikan secara akdemik oleh penelitian Dirk Tomsa (2008), yang menyatakan bahwa Partai Golkar merupakan partai terbesar yang memiliki struktur, insfrastruktur dan perangkat kepartaian yang paling lengkap di Indonesia paska orba.
Terutama infrastruktur dan perangkat politik yang lengkap, menjadi warisan utama Golkar dari era orba. Kebesaran dan kemampuan partai ini bertahan (survive) di era reformasi, juga tidak bisa dilepaskan dari upaya modernisasi partai yang terutama digalakkan oleh Akbar Tandjung. Ketum hasil Munaslub tahun 1998, ini suka atau tidak suka perlu diakui sebagai tokoh yang membawa perubahan cukup besar dan fundamental bagi partai. Apa yang disebut dan diyakini Akbar (2008) sebagai The Golkar Way, dengan berbagai kritikan di dalamnya nyatanya telah mampu mengeluarkan partai ini dari turbulensi yang dahsyat paska kejatuhan Suharto dan rezim orba. Bahkan, membuat Partai Golkar keluar sebagai pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2004.
Hal-hal di atas, merupakan warisan sekaligus modal yang amat berarti bagi siapapun pemimpin Partai Golkar kelak khususnya yang dipilih dalam Munaslub 2016 ini. Modal yang sudah cukup baik tersebut, selanjutnya perlu ditingkatkan lagi baik dari sisi nilai-nilai, kesisteman maupun aspek teknis pendukung. Maksdunya, Partai Golkar ke depan perlu menjadi partai yang lebih modern lagi daripada dipandang sebagai partai konservatif oleh sebagian masyarakat terutama anak-anak muda Indonesia.
Modernisasi itu dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan menanamkan kepada setiap diri kader terutama pimpinan partai di setiap tingkatan untuk berlaku bersih dan jujur, memiliki integritas dan selalu berpihak pada kepentingan rakyat kebanyakan. Kemudian, partai harus dijalankan dengan terbuka terutama sebisa mungkin melibatkan seluruh kader dalam setiap pengambilan keputusan-keputusan strategis partai. Selain itu, pelibatan kaum muda juga perlu ditingkatkan mengingat arus modernisasi dan beban pembangunan nasional ke depan berada di pundak-pundak kaum muda. Sementara di sisi teknis pendukung kelancaran operasional partai, pemanfaatan teknologi informasi (TI) harus lebih dioptimalkan lagi.
Relevansi Airlangga Hartarto
      Dalam literatur ilmu politik, salah satu teori kepartaian yang digunakan untuk mengukur kebesaran sebauh partai yaitu melalui proses pelembagaan partai itu sendiri. Teori  institusionalisasi (party institutionalization) yang diajukan oleh Vicky Randall dan Lars Svasand (2002) tersebut, mengajukan empat dimensi dalam proses pelembagaan sebuah partai. Keempat dimensi tersebut, yaitu kesisteman (systemness), identitas nilai (value infusion), otonomi dalam pengambilan keputusan (decisional autonomy) serta citra publik (reification). Lebih jauh, Ramlan Surbakti (2003) menganalisis teori ini dengan kontekstualiasi praktik kepartaian di Indonesia. Keempat dimensi ini pula, yang digunakan sebagai dasar ilmiah Akbar Tandjung dalam disertasinya tentang The Golkar Way.
      Namun, salah satu faktor yang tidak bisa luput dari proses pelembagaan untuk menuju partai yang besar dan modern tersebut. Yaitu harus hadirnya kepemimpinan yang baik dengan sosok atau figur pemimpin yang transformatif. Kebutuhan akan sosok pemimpin yang memiliki karakteristik transformatif, progresif dan berorientasi pada perubahan itu sangat diperlukan oleh Partai Golkar saat ini. Di sinilah, relevansi keharusan sosok seperti Airlangga Hartarto kemudian untuk menjadi Ketum Partai Golkar.
      Dari riwayat pendidikan dan pengalaman organisasi, jelas Airlangga sangat mumpuni dan kapabel untuk memimpin Partai Golkar. Saat ini, Partai Golkar membutuhkan energi-energi baru, inovatif dan modern dari kader-kader mudanya seperti Airlangga. Kapasitas keilmuan dengan meraih gelar magister dari salah satu kampus terbaik di dunia, serta gelar sarjana ditempuh di Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai salah satu kampus nasional terbaik di Indonesia. Sehingga, dari sisi pendidikan sudah cukup memenuhi syarat untuk menjadi seorang ketum partai besar seperti Golkar.