Patah hati yang tak berdarah, mengeluarkan amarah yang begitu amat terdalam, namun untuk bertindak waras mencoba untuk memendam sehingga menguras akal.Â
Latar malam yang sangat tidak tertebak menunjukan langit-langit ditemani oleh lingkaran cahaya yang indah. Di tengah hati yang teriris sedangkan pengharapan begitu kuat, ku lalui lah malam-malam yang bercahaya itu.
Aku tidak tahu kemana malam bercahaya ini membawa ku. Akhirnya sakit tak berluka ini membawa ku ke tempat pelampiasan yang penuh kegilaan dan dosa. Dua sekaligus aku menerimanya, sebagaimana orang dahulu bilang mengobati pelipur lara. Tidak,tidak ini bukan mengobati tetapi ini membiarkan ku untuk terus teriris, pasalnya aku tidak tampak terobati.Â
Kenangan dan pengharapan adalah bagi ku yang tidak bisa di obati dengan dua sekaligus itu tadi.
Di malam berkilauan cahaya, aku ingin sekali mengadu kepada Sang pencipta. Aku begitu runtuh ya tuhan, aku tak berdaya melihat ciptaan mu. Aku ingin sekali di gulung oleh angin malam ini dan aku ingin menuntut mu Rembulan, dari aku yang kau paksa mencintai mu secara diam-diam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H