Matahari terbit tanpa ditemani sang awan, membuat suasana pagi menjadi lebih cerah dan hangat. Teriknya matahari dan jarak tidak melunturkan semangat penulis dan rombongan untuk mengunjungi Museum sang maestro terkenal di Indonesia pada minggu pagi, 12 juni 2022. Museum Basoeki Abdullah, bertempat di Jl. Keuangan Raya No.19, RT.7/RW.5, Cilandak Baru, Kec. Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Basoeki Abdullah lahir di desa Sriwidari, Surakarta Jawa Tengah, 27 Januari 1915 dengan Indonesia yang masih berstatus Hindia Belanda. Lahir dari pasangan R. Abdullah Suryosubroto dan Raden Nganten Ngadisah. Kakek Basoeki Abdullah adalah seorang figur sejarah kebangkitan nasional Indonesia, yaitu dokter Wahidin Sudirohusodo. Ayah beliau pun adalah seorang pelukis, salah satu tokoh Mooi indie di Indonesia, yakni Abdullah Suriosubroto
Basoeki Abdullah salah satu maestro terkenal di Indonesia. Seorang pelukis dengan aliran seni yang realisme dan naturalisme. Lahir di massa kolonial namun meninggal di era kemerdekaan membuatnya menjadi seorang native post-colonial survivor. Konteks tersebutlah yang membuat Basuki Abdullah tak kunjung berhenti dalam mengeksplorasi berbagai tema dan teknik lukis.
Berdirinya Museum Basoeki Abdullah, tak lepas dari sosok pelukis ternama di Indonesia. Basoeki Abdullah mewasiatkan kepada ahli warisnya, yakni Saraswati Kowenhouven, Civilia Sidhawati, dan Nataya Narerat untuk menyerahkan sepertiga rumah dan karya-karya lukisan, serta koleksi pribadinya kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan cq. Direktorat Permuseuman, guna menjadikan museum yang dapat diapresiasi oleh masyarakat dan generasi muda.
Museum Basoeki Abdullah diresmikan pada tanggal 25 September 2001 oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata saat itu, Drs. I Gede Ardika, dan diperluas dengan membangun gedung tambahan pada tahun 2016. Koleksi Museum Basoeki Abdullah terdiri dari berbagai koleksi pribadinya yang berupa lukisan, patung, topeng, wayang, senjata dan sebagainya. Jumlah lukisan yang dihibahkan sebanyak 123 buah, 1 buah rumah (2 lantai), koleksi pribadi (barang dan benda seni) milik Basoeki Abdullah sebanyak 720 buah, dan buku-buku serta majalah +-3000 buah.
Penulis dan rombongan menjelajahi seisi Museum Basoeki Abdullah bersama seorang konservator Museum, Artika Kurniati S.Pd. Dalam Museum Basoeki Abdullah terdapat beberapa ruangan yang terdiri dari ruang tamu, ruang koleksi, ruang perpustakaan, ruang koleksi senjata modern dan senjata tradisional, ruang koleksi keluarga dan ruang memorial sekaligus tempat peristiwa terjadinya pembunuhan Basoeki Abdullah. Pembunuhan dengan motif pencurian arloji yang ternyata didalangi oleh tukang kebunnya sendiri.
"Pada malam hari pak Basoeki mendengar suara seseorang akan masuk ke kamarnya, bersiaplah ia dengan mengambil senjata, namun naas senjata tersebut berhasil diambil alih oleh si pencuri lalu memukul wajah pak Basoeki dengan senjata tersebut sebanyak dua kali, dan di temukan bersimbah darah dibelakang pintu pada pagi hari oleh orang yang memberi sarapan. Ucap Artika, menjelskan kronologi kejadian pembunuhan Basoeki Abdullah.
Ruang Memorial tidak hanya menceritakan peristiwa tragis tetapi juga menyimpan cerita perjalanan hidup Basoeki Abdullah. Ia menghabiskan masa kecil di Solo dan menamatkan pendidikan sekolah di HIS Khatolik. Pada umur 10 tahun, Basoeki Abdullah telah mampu membuat lukisan Mahatma Ghandi menggunakan pensil dan kertas. Usia 18 tahun, Basoeki Abdullah pertamakali mengikuti pameran lukisan di Katholik Social Bond di bandung, melukiskan 'Gatot Kaca dan Onto Seno' yang sedang memperebutkan 'Dewi Sembrada'. Tidak hanya di dalam negeri, Basoeki Abdullah mengikuti Pameran di luar negeri seperti Belanda, London, Nederland, Italia, Portugal, Thailand dan masih banyak lagi, tertulis dengan jelas perjalanan Basouki Abdullah beserta penghargaan yang telah diraihnya di dinding Ruang Memorial.