Pemilihan umum merupakan salah satu instrumen domokrasi yang sangat penting. Pemilihan umum merupakan sebuah arena kompetisi sehat untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebebasan. Sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 amandemen bahwa “semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih dan dipilih. Dalam proses pemilihan umum itu memang diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dasar sehingga menimbulkan peraturan yang rinci terkait dengan prosedur pemilihan umum. Untuk daerah tingkat I sebaiknya pemilihan gubernurnya dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi.
“Demokrasi Perwakilan”
Indonesia mempunyai sebuah dasar negara yang disebut Pancasila. Dalam sila ke-4 Pancasila yakni “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, kita dapat mengambil makna sila ini bahwa pemilihan Gubernur ini dapat dilakukan secara demokratis oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Mengapa demikian ? Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum legislatif. Sudah sepantasnya rakyat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi untuk memilih Gubernur. Gubernur merupakan perpanjangan dari pemerintah pusat yang menjalankan fungsi eksekutif ditingkat provinsi. Wilayah Provinsi terdiri dari beberapa 5 kabupaten/kota. Pemilihan langsung untuk bupati/walikota tetap dilaksanakan karena daerah tingkat II lebih berhubungan langsung dengan rakyat sehingga menurut saya tidak masalah apabila dipilih langsung. Untuk daerah tingkat I Provinsi karena aspirasi langsung masyarakat lokalnya sudah diberikan kepada daerah tingkat II maka sebaiknya untuk daerah tingkat I provinsi pemilihan gubernurnya dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
“Penyalahgunaan Mobilisasi Incumbent di Tingkat Provinsi
Gubernur Incumbent memiliki banyak sumber daya yang dapat digunakan untuk menghimpun kantong-kantong suara. Gubernur Incumbent mempunyai peluang untuk memobilisasi fasilitas-fasilitas provinsi seperti pemasangan spanduk gubernur Incumbent, dalam bidang pendidikan, dan upaya mempengaruhi pegawai negeri sipil. Mobilisasi masa yang dilakukan oleh gubernur Incumbent dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat antar calon gubernur. Kakuatan yang dimiliki oleh calon Incumbent seyogyanya lebih kuat karena dapat memanfaatkan kekuasaannya yang tersisa untuk memobilisasi masa.
“Berkurangnya High Cost Politik ditingkat Provinsi”
Pemilihan langsung gubernur hanya akan membuat Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah Provinsi membengkak sehingga yang seharusnya anggaran itu dapat didistribusikan untuk kegiatan pemerintahan provinsi yang lain seperti pembuatan infrastruktur dan membantu daerah tingkat II yang kekuarangan jadi terhambat. Oleh karena itu lebih baik pemilihan gubernur tersebut dikembalikan kepada mekanisme yang dulu yakni melalui DPRD Provinsi. Tugas dan wewenang dari gubernur yakni pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota, koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota (pasal 38 ayat 1 UU No. 32 tahun 2004). Menurut saya apabila memang harus ada pemilihan langsung oleh rakyat ditingkat daerah maka pemilihan langsung itu sebaiknya di lakukan di daerah tingkat II. Untuk daerah tingkat I dengan kewenangan gubernur diatas maka sebaiknya pemilihan gubernurnya melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
“Potensi Konflik Horizontal di Provinsi antar Pendukung berkurang”
Pemilihan umum merupakan sebuah solusi untuk menyelesaikan permasalahan Indonesia dalam menentukan pemimpin negara atau pemimpin daerah. Dengan adanya pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung ini maka rakyat terlibat langsung dalam menentukan pemimpin ke depan. Pemilihan umum daerah provinsi membuat rakyat semakin bingung karena rakyat dihadapkan dengan banyak pemilihan umum mulai dari pemilihan kepala desa, bupati/walikota, pemilihan legislatif ditambah lagi dengan pemilihan gubernur. Dengan dihadapkan banyak pemilihan umum membuat rakyat menjadi tidak terlalu antusias dengan adanya pemilihan umum. Pemilihan umum daerah provinsi membutuhkan persiapan, pikiran, dan dana sehingga rakyat dihadapkan dengan situasi politik yang tidak sehat. Mengapa dikatakan tidak sehat ? rakyat akan menghadapi pemilihan umum yang berkali-kali sehingga rakyat akan disibukkan dengan pesta demokrasi dan waktu untuk kehidupan berkurang dengan tajam. Kami mengajukan pemilihan umum daerah tingkat I yang secara langsung untuk dikembalikan kepada DPRD Provinsi karena tugas gubernur yang lebih sebagai kordinator dan wakil pemerintah pusat di daerah. Pemilihan umum yang langsung memang mempunyai dampak positif namun ada juga dampak negatif. Dampak negatif yang dihasilkan dari sebuah pemilihan umum yang langsung adalah kemungkinan potensi konflik antar pendukung calon. Konflik horizontal ini memungkinkan perpecahan didalam masyarakat. Hal ini sangat merugikan apabila memang terjadi karena dapat menghambat pemerintahan yang terpilih selanjutnya. Pemerintah daerah tingkat I yang baru ini kesulitan untuk mengordinasi dan melaksanakan program-program karena adanya perpecahan di dalam masyarakat. Untuk menimalisir potensi-potensi konflik antar pendukung calon tersebut maka saya merekomendasikan pemilihan gubernur dikembalikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Provinsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H