Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Teman Perjalanan Hidup yang Menyenangkan

5 November 2016   15:28 Diperbarui: 5 November 2016   15:59 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Teman datang dan pergi. Tapi teman-teman sejati selalu dihati. Dan ketika mereka ada disisi, artinya ini berkah untuk dinikmati." -- Arisan 2

Saya mengangkat kedua kaki dan memeluk lutut erat. Membenamkan kepala diantara lutut. Menyudut pada jendela kaca bus. Tubuh saya mengigil hebat menahan hawa AC bus -- ditambah suasana diluar sana sedang diguyur hujan lebat. Saya memejamkan mata diantara suasana gelap melintasi jalanan lintas Sumatera. Dalam kerinduan akan sebuah selimut tangan saya merogoh tas ransel. Mencari sesuatu yang bisa menemani saya melewati dingin yang menyiksa ini. 

Sial !

Kosong .

****

Saya lupa kapan pertamakalinya mengenal benda itu. Sesuatu yang kerap diusapkan Ama --mama -- ke badan saya sebelum mengenakan baju di kala waktu kecil setiap melakukan perjalanan melintasi jalanan Sumatera.  Ama juga menyelipkan botol kecil itu ke saku celana atau tas ransel saya untuk jaga-jaga jika saya mengalami mabuk perjalanan. Saya tidak tahu hal magic apa yang membuat Ama wanti-wanti untuk membawa benda kecil yang terkadang menganggu kenyamanan di saku celana saya -- lebih nyaman ditaruh lembaran duit hehehe.

Ya, lazimnya anak yang pada umumnya tidak selalu mendengar kalimat merdu sang ibu, saya pun mengabaikan pesannya ketika suatu malam yang biasa melakukan perjalanan dengan ayah. Usia saya baru beranjak sepuluh tahun saat itu, sementara posisi Ama tak ada di rumah. Maka persiapan perjalanan harus di urus sendiri. Saya pun memenuhi isi kantong saku dengan lembaran rupiah dan beberapa snack makanan di dalam tas. Bergembira dengan perjalanan bersama sang ayah tanpa mendengar suara merdu Ama yang kerap membuat telinga gatal. Saya lupa, ternyata suara merdu itulah yang membuat kenyamanan sesungguhnya dalam perjalanan ini. 

Saya muntah. Pusing yang tak terelakan. Perut rasa bergejolak. Yup, mabuk perjalanan. Ayah sempat panik --tak tahu apa yang harus melakukan apa. Detik itu saya merindukan cairan dari botol kecil yang menghangatkan tubuh. Sesuatu yang terabaikan tapi sangat berarti dalam kelangsungan perjalanan ini.

Saya kecil berbaring lemas. Membiarkan ocehan ayah yang jauh memusingkan dari suara Ama melihat muntahan di dalam mobil -- Saya tak tahan untuk membuang muntah begitu saja di dalam mobil. Hiks !

Pengalaman itu sangat membekas dalam benak saya. Pengalaman yang menyadarkan bahwa benda kecil itu tak saja sesuatu yang saya butuhkan dalam perjalanan tapi juga ia menjelma menjadi teman yang harus ada selalu disisi saya. Pun ketika tidak melakukan perjalanan. 

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun