Setiap tahun kasus kekerasan seksual mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya orang dewasa melainkan terjadi pula pada remaja, anak-anak, bahkan hingga balita yang menjadi sasaran para pelaku kekerasan seksual. Meningkatnya kasus kekerasan seksual pada remaja menunjukkan betapa lingkungan sosial yang aman bagi anak semakin sempit dan sulit untuk ditemukan. Tingginya kasus kekerasan seksual pada anak khususnya remaja menunjukkan bahwa anak merupakan salah satu kelompok sangat rentan karena adanya anggapan bahwa mereka merupakan individu yang lemah, tidak berdaya, dan anak-anak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada orang dewasa yang berada di sekitarnya.Â
Selain itu, anak pun tidak dapat melakukan perlawanan dan bantahan apapun ketika pelaku mengancam ataupun memaksa. penyebabnya mengapa anak tidak berdaya saat diancam untuk tidak memberitahukan apa yang dialaminya. Kebanyakan dari setiap kasus yang terungkap, pelakunya adalah seseorang yang dekat dengan korban.Â
Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Menurut End Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT) International, kekerasan seksual terhadap anak khususnya remaja merupakan interaksi atau hubungan yang terjadi antara seorang anak dengan seseorang yang usianya lebih tua atau orang yang lebih dewasa seperti orang yang tidak dikenal, saudara kandung atau orang tua dimana anak dimanfaatkan dan diperlakukan sebagai objek pemuas kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini tentunya dilakukan dengan adanya paksaan, ancaman, suap, tipuan, bahkan tekanan. perilaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut tidak harus berhubungan kontak badan secara langsung antara pelaku dengan anak sebagai korban. Bentuk-bentuk dari kekerasan seksual itu sendiri bisa terjadi dalam tindakan pemerkosaan ataupun pencabulan.
Dampak Traumatis Korban Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual dapat meninggalkan efek trauma yang mendalam pada korban. Korban kekerasan seksual dapat mengalami stres akibat pengalaman traumatis saat kejadian. Gangguan stres dan traumatis yang dialami korban kekerasan seksual dapat berupa sindrom kecemasan labilitas outonomik, ketidaktrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih baik fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa yang di sebut Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD. Setelah korban mengalami kekerasan seksual dapat mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang ditandai dengan gejala, yaitu keinginan untuk bunuh diri, peningkatan kecemasan, gelisah, kekhawatiran terhadap masa depan, bahkan kecenderungan untuk menjadi pelaku kekerasan seksual di masa depan.
Tindakan kekerasan seksual yang menimpa remaja dapat membawa dampak psikologis secara psikis dan fisik kepada korbannya. Secara psikologis, dampak yang akan dirasakan oleh anak sebagai korban kekerasan seksual yaitu akan mengalami stres, depresi, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, munculnya rasa takut berhubungan dengan orang lain, bayangan peristiwa dimana anak menerima kekerasan seksual, mengalami mimpi buruk, sulit tidur, ketakutan akan hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, masalah harga diri, disfungsi seksual, keinginan untuk melakukan bunuh diri, keluhan somatik, dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja usia sekolah umumnya dikarenakan bahwa anak merupakan salah satu kelompok sangat rentan, tidak berdaya, dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orangorang dewasa. Tak sedikit pula pelakunya adalah orang yang memiliki dominasi atas korban, seperti orang tua dan guru. Selain menimbulkan dampak secara fisik pada korban, kekerasan seksual juga menimbulkan dampak secara psikis yang mendalam yaitu dampak traumatis. Sehingga peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat di perlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H