Kesimpulan ini lahir atas dasar pengamatan dari orang tersebut, di mana perilakunya mengarah pada kesimpulan itu. Misal, pandangan orang itu tidak fokus, sering melihat ke arah lain, posisi badan sering berubah-ubah, kaki dan tangan melakukan perubahan gerakan yang menandakan kegelisahan. Berdasarkan tingkah laku yang muncul itu, sehingga bisa ditarik sebuah kesimpulan, bahwa orang tersebut sedang memikirkan hal lain, di luar keadaan yang sedang terjadi.
Renungan
Bahasa 'membaca' berbeda dengan 'memahami'. Bahasa membaca memiliki arti judgement yang mengandung nilai mutlak, sedangkan memahami tidak memiliki isyarat judgement, dan tidak pula bersifat mutlak. Bahasa memahami lebih membutuhkan klarifikasi atau konfirmasi.
Menggunakan bahasa membaca, jika diterapkan pada kasus yang sama, mungkin orang itu bisa langsung mengatakan bahwa orang yang berada di hadapannya, pikirannya sedang berada di tempat A. Dia bisa langsung tahu, tidak butuh konfirmasi atau klarifikasi dari orang yang bersangkutan.
Agar lebih mudah untuk membedakan penggunaan bahasa membaca dan memahami, anda bisa menyimak contoh dialog berikut:
Misal seorang akademisi psikologi sedang berhadapan dengan seseorang, di situasi wawancara.
Contoh dialog jika menggunakan bahasa bisa membaca pikiran orang lain, maka akademisi psikologi itu akan mengatakan kalimat ini, "Pikiran anda tidak ada di sini, pikiran anda sedang berada di Rumah Sakit Bhayangkara Jakarta"
Contoh dialog menggunakan bahasa memahami, maka akademisi psikologi tidak akan menggunakan bahasa yang bermuara pada nilai judgement, mereka biasanya akan menggunakan gaya bahasa yang mengarah pada ranah konfirmasi atau klarifikasi, setelah menginterpretasi seseorang.
 Interpretasi itu bisa bersumber dari bahasa tubuh, mikro ekspresi, atau intonasi suara, sehingga biasanya mereka akan menuturkan kalimat seperti ini, "apakah anda sedang ada masalah? apakah anda baik-baik saja? apakah keluarga anda sehat semua?"
Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang akademisi psikologi tidak bisa membaca pikiran orang lain, mereka tidak bisa secara serta-merta menebak suatu keadaan. Akademisi psikologi hanya bisa belajar untuk memahami apa yang sedang terjadi pada orang lain. Berbekal dengan pengalaman dan pengetahuan yang dipelajari di bidang psikologi, maka seseorang itu hanya bisa meraba-raba atau memperkirakan suatu keadaan.
Ilmu Psikologi hanyalah jembatan, alat, atau bekal yang menjadikan seseorang untuk bisa memahami suatu keadaan secara utuh. Semuanya dilalui dengan proses, tidak bisa instan. Psikologi itu seperti perekat bagi gelas yang sudah pecah. Ibarat gelas yang sudah pecah dan tercerai-berai, maka untuk melihat wujud gelas itu dibutuhkan perekat, dibutuhkan tangan-tangan terampil untuk dapat mengumpulkan kepingan-kepingan gelas itu, dan di situ lah psikologi berperan.