Mohon tunggu...
Eka Devi Septiani
Eka Devi Septiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Saya sangat tertarik dengan hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

DTKS sebagai Syarat Mendapatkan BANSOS, Apakah Tepat Sasaran?

23 Juni 2024   17:10 Diperbarui: 23 Juni 2024   17:16 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Manusia dianggap sejahtera ketika seluruh kebutuhannya seperti kebutuhan primer (pakaian, makanan, dan tempat tinggal) dapat terpenuhi. Namun tidak semua orang mampu untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan mereka yang mana orang tersebut bisa dikatakan dalam kondisi "miskin". Kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi makro yang paling mendesak dan kompleks yang dihadapi oleh banyak negara di  dunia, termasuk Indonesia. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS 2019).

Pemerintah Indonesia  berusaha menekan angka kemiskinan dengan berbagai program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Pangan Non Tunai Tunai (BPNT) dll.  Sekretaris utama BPS Atqo Mardiyanto menjelaskan angka kemiskinan menurun, pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta menjadi 25,9 juta pada Maret 2023. Tentu hal ini merupakan kabar gembira yang artinya bantuan pemerintah menjadi salah satu faktor menurunnya angka kemiskinan.

Namun, dalam pelaksanaan penyaluran bantuan sosial bukanlah tanpa tantangan. Contohnya saja dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa penetapan dan penyaluran bansos PKH dan BPNT serta Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sesuai ketentuan sebesar Rp6,93 triliun. Dalam beberapa kasus, bantuan sosial masih diterima oleh keluarga yang sudah keluar dari kategori miskin, bahkan mereka yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) juga menerima. Seperti yang terjadi di DIY, dimana Lurah Seloharjo, Kepanewon Pundong, Kabupaten Bantul, DIY, Mahardi Badrun, mengaku anaknya yang tergolong warga mampu mendapat BLT periode Mei-Juni 2021 senilai Rp 600 ribu.

Masalah ini terjadi karena ketidaksesuaian data pada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Menurut Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC) UGM, Hempri Suyatna, faktor utama dari permasalahan ini adalah verifikasi dan validasi data kemiskinan yang tidak berjalan dengan baik sehingga banyak warga mampu masih terdata. Pembaruan data di tingkat pemerintah daerah atau desa juga tidak berjalan dengan baik.

Penyuluh Sosial Bidang PFM Piet Dono mengatakan, syarat untuk dapat menerima bantuan sosial harus terdaftar dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Dimana data ini seharusnya diperbarui secara berkala guna ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial. Karena bukan hal mustahil dalam kurun waktu tertentu seseorang sudah keluar dari kondisi miskin, atau sebaliknya seseorang yang tadinya kaya tiba-tiba jatuh miskin karena suatu alasan. Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan mereka yang sudah mengalami perubahan kondisi ekonomi menjadi mampu namum masih menerima bantuan sosial? Bagaimana dengan mereka yang membutuhkan bantuan namun belum terdata DTKS?.

Dalam teori Keynes mengatakan bahwa subsidi pemerintah dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, mengelola perekonomian melalui kebijakan fiskal dan moneter pemerintah sangat penting sebagai instrumen utama penentu kebijakan untuk mensejahterakan rakyatnya yang berarti dapat menurunkan angka kemiskinan (Krugman, 2018). Tentu saja, subsidi atau bantuan sosial sebagai kebijakan fiskal dapat membantu masyarakat yang kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan terutama pangan (miskin) sehingga masyarakat bisa mendekati kesejahteraan menyusul mereka yang mampu secara finansial.

Laporan BPK mengenai penyaluran bantuan sosial oleh Kementerian Sosial menunjukkan adanya permasalahan serius dalam manajemen dan validasi data penerima manfaat. Ketidakakuratan data penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) menunjukan bahwa proses penetapan dan distribusi bantuan masih jauh dari optimal. Hal ini tidak hanya merugikan negara dari sisi keuangan, tetapi juga menghambat tujuan utama dari program bantuan sosial, yaitu membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Bantuan sosial memang sangat membantu masyarakat miskin, namun eksekusinya harus dilakukan secara adil, merata, dan yang paling penting adalah "tepat sasaran". Ketidaktepatan sasaran penerima bantuan sosial dapat membuat masyarakat berperspektif negatif terhadap pemerintah, apalagi ini terkait keadilan.

Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya berkelanjutan untuk memastikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) selalu diperbarui. Pemerintah, terutama di tingkat desa, wajib secara aktif memutakhirkan data penerima bansos secara berkala, minimal sebulan sekali melalui musyawarah desa atau kelurahan. Hal ini sangat penting karena kondisi sosial, ekonomi, dan kependudukan sangat dinamis. Mereka yang benar-benar miskin harus terdaftar dalam DTKS, sementara yang sudah mampu atau tidak layak menerima bantuan harus segera dikeluarkan dari sistem data.

Berdasarkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, ada konsekuensi hukum pidana bagi setiap orang yang memalsukan data verifikasi dan validasi, serta mereka yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin, termasuk bansos. Undang-undang ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat untuk membangun kesadaran diri. Bagi mereka yang sudah mampu, diharapkan mereka terdorong secara sukarela untuk mengundurkan diri dari daftar penerima bantuan, sehingga mereka yang benar-benar miskin bisa dipastikan menerima kuota bantuan sosial tanpa harus bersaing dengan orang yang mampu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun