Mohon tunggu...
ekacahyani putri
ekacahyani putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya membaca dan menulis serta melukis

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film Lima

18 Januari 2024   05:53 Diperbarui: 18 Januari 2024   05:54 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://TribunnewsWiki.com

Lima adalah film antologi drama yang dirilis pada 31 Mei 2018, bertepatan dengan hari lahir Pancasila. Film ini disutradarai oleh lima sutradara Indonesia, yaitu Lola Amaria, Shalahuddin Siregar, Tika Pramesti, Harvan Agustriansyah, dan Adriyanto Dewo. Film ini menceritakan kisah keluarga yang menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila.

Film ini dibagi menjadi lima segmen, yang masing-masing mengambil tema dari salah satu sila dalam Pancasila. Segmen pertama, yang disutradarai oleh Shalahuddin Siregar, mengangkat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Segmen ini berkisah tentang Fara (Prisia Nasution), seorang pelatih renang yang beragama Islam, yang harus mengurus pemakaman ibunya, Maryam (Tri Yudiman), yang juga seorang muslimah. Namun, saudara-saudaranya, Aryo (Yoga Pratama) dan Adi (Baskara Mahendra), beragama Kristen dan Hindu, sehingga terjadi perdebatan tentang cara pemakaman yang sesuai. Segmen ini menunjukkan bagaimana Fara dan saudara-saudaranya menghormati keyakinan masing-masing dan menemukan titik temu yang adil.

Segmen kedua, yang disutradarai oleh Tika Pramesti, mengangkat sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Segmen ini berkisah tentang Adi, seorang siswa SMP yang sering di-bully oleh teman-temannya karena gemuk. Suatu hari, ia menyaksikan seorang anak jalanan yang dianiaya oleh sekelompok preman. Adi berusaha menolong anak itu, meskipun harus menghadapi risiko dan ancaman. Segmen ini menunjukkan bagaimana Adi berani membela hak asasi manusia dan menunjukkan sikap berani dan beradab.

Segmen ketiga, yang disutradarai oleh Lola Amaria, mengangkat sila Persatuan Indonesia. Segmen ini berkisah tentang Aryo, seorang pengacara yang ditunjuk sebagai eksekutor warisan ibunya. Namun, ia mendapat tantangan dari tante Ita (Ken Zuraida), saudara ibunya, yang merasa tidak puas dengan pembagian warisan. Aryo juga harus menghadapi masalah dengan istrinya, Noni (Eliza), yang menginginkan rumah ibunya sebagai bagian warisan. Segmen ini menunjukkan bagaimana Aryo berusaha menjaga persatuan keluarga dan menghindari konflik dengan cara diplomatis dan bijaksana.

Segmen keempat, yang disutradarai oleh Harvan Agustriansyah, mengangkat sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Segmen ini berkisah tentang Ijah (Dewi Pakis), pembantu keluarga Fara, Aryo, dan Adi, yang harus pulang kampung karena ayahnya, Amir (Warman Nasution), ditangkap polisi atas tuduhan korupsi. Ijah percaya bahwa ayahnya tidak bersalah dan mencoba membuktikan kebenarannya. Ia juga mendapat bantuan dari Fajar (Rangga Djoned), seorang notaris yang merupakan teman Aryo. Segmen ini menunjukkan bagaimana Ijah berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi ayahnya dan mengandalkan proses hukum yang transparan dan demokratis.

Segmen kelima, yang disutradarai oleh Adriyanto Dewo, mengangkat sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Segmen ini berkisah tentang Angel (Prisia Nasution), seorang penyanyi terkenal yang ternyata adalah Fara yang menjalani operasi plastik. Angel merasa tidak bahagia dengan hidupnya yang penuh kepura-puraan dan rahasia. Ia juga merindukan keluarganya, terutama Andre (Gerdi Zulfitranto), produser musik yang merupakan cinta pertamanya. Segmen ini menunjukkan bagaimana Angel menyadari bahwa kecantikan bukanlah segalanya dan ia harus mencintai dirinya sendiri apa adanya. Segmen ini juga menunjukkan bagaimana Fara, Aryo, Adi, dan Ijah bersatu kembali sebagai keluarga yang harmonis.

Pesan moral yang ingin disampaikan film ini adalah bahwa Pancasila adalah ideologi yang harus dijadikan pedoman hidup oleh bangsa Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, budaya, dan pandangan. Film ini juga mengajak kita untuk menghargai dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu kepercayaan kepada Tuhan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Film ini mengajarkan kita untuk tidak mudah terpecah belah oleh perbedaan dan masalah, tetapi harus saling menghormati dan bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Kelebihan film ini adalah film ini berhasil menggabungkan lima cerita yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh dan harmonis. Film ini juga berhasil menghadirkan akting yang natural dan mengesankan dari para pemain, terutama Prisia Nasution yang memerankan dua karakter sekaligus. Film ini juga berhasil menyentuh emosi dan rasa nasionalisme penonton, dengan menggunakan dialog dan musik yang menggugah dan menginspirasi. Film ini juga berhasil menyajikan pesan positif dan edukatif yang bisa menjadi renungan dan motivasi bagi penonton.

Kekurangan film ini adalah film ini terlalu singkat dan kurang mendalam dalam menggali isu-isu yang berkaitan dengan Pancasila, seperti tantangan, pelanggaran, dan solusi yang ada di masyarakat. Film ini juga terlalu idealis dan optimis dalam menampilkan gambaran Pancasila, tanpa memberikan kritik dan saran yang konstruktif untuk memperbaiki kondisi yang sebenarnya. Film ini juga kurang variatif dan menarik dalam menampilkan visual dan sinematografi, sehingga terkesan monoton dan membosankan.

Secara keseluruhan, film Lima adalah film yang menghibur dan bermakna, tetapi juga memiliki beberapa kekurangan. Film ini cocok untuk ditonton oleh pecinta film drama dan nasionalis. Saya memberi film ini nilai 7,5 dari 10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun