Pantja-Sila: Cita-cita dan Realita adalah film dokumenter yang menghidupkan kembali pidato Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, yang merupakan hari kelahiran Pancasila. Film ini disutradarai oleh Tino Saroengallo dan Tio Pakusadewo, yang juga berperan sebagai Soekarno. Film ini dirilis pada 17 Agustus 2016, bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia.
Film ini menceritakan tentang latar belakang, proses, dan dampak dari pidato Soekarno yang mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Film ini menampilkan rekaman asli dari pidato Soekarno, yang dibacakan ulang oleh Tio Pakusadewo dengan gaya dan intonasi yang mirip dengan Soekarno. Film ini juga menampilkan wawancara dengan beberapa tokoh sejarah, seperti Teuku Rifnu Wikana, Verdi Solaiman, dan Wicaksono Wisnu Legowo, yang memberikan pandangan dan analisis mereka tentang pidato Soekarno dan Pancasila.
Pesan moral yang ingin disampaikan film ini adalah bahwa Pancasila adalah cita-cita yang harus diwujudkan oleh bangsa Indonesia, yang beragam dalam suku, agama, budaya, dan pandangan. Film ini juga mengingatkan kita untuk menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kelebihan film ini adalah film ini berhasil menggambarkan suasana dan situasi pada saat pidato Soekarno dibacakan, dengan menggunakan rekaman asli, musik, dan efek visual yang mendukung. Film ini juga berhasil menyajikan informasi dan fakta sejarah yang akurat dan relevan, dengan menggunakan sumber-sumber yang kredibel dan terpercaya. Film ini juga berhasil menyentuh emosi dan rasa nasionalisme penonton, dengan menggunakan bahasa dan gaya yang menggugah dan menginspirasi.
Kekurangan film ini adalah film ini terlalu singkat dan kurang mendalam dalam membahas isu-isu yang berkaitan dengan Pancasila, seperti kontroversi, perdebatan, dan perubahan yang terjadi sepanjang sejarah. Film ini juga terlalu berpihak pada sudut pandang Soekarno dan cenderung mengabaikan pandangan dan peran dari tokoh-tokoh lain yang juga berpengaruh dalam perumusan Pancasila, seperti Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan Ki Hajar Dewantara. Film ini juga kurang memberikan kritik dan saran untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam menerapkan Pancasila di era modern.
Secara keseluruhan, film Pantja-Sila: Cita-cita dan Realita adalah film yang informatif dan edukatif, tapi juga memiliki beberapa kekurangan. Film ini cocok untuk ditonton oleh pecinta film sejarah dan nasionalis. Saya memberi film ini nilai 8 dari 10.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI