Australia memutuskan untuk tidak lagi mengirim ternak sapi bakalannya ke Indonesia. Hal ini terjadi karena ada sebuah LSM yang berhasil mengambil gambar RPH yang tidak memperhatikan kesejahteraan ternak (sampai saat ini RPH tersebut tidak diinvestigasi dengan tuntas, as usually)Kalau kita coba melakukan flash back, kita akan bisa menemukan garis merah tindakan Australia ini.1.Tahun lalu, Indonesia menghentikan impor ternak sapi siap potong (atau ternak sapi dengan bobot hidup > 350 kg) sehingga banyak ternak yang biasanya diekspor ke Indonesia menjadi terhambat dan akhirnya ternak tersebut dibiarkan besar di Aussie2.Dalam masa pemeliharaan selama hampir satu tahun itu, tentunya ternak mengalami perkembangan dan bertambah bobot badannya hingga siap potong. Tentunya pihak Australia tentunya akan merasa terganggu dengan kondisi ini karena ternak harus dipotong dan dagingnya kemudian dibekukan3.Daging beku tersebut disimpan dalam storage raksasa yang semakin lama semakin bertambah dan tentunya daging beku tersebut harus dpasarkan. Pasar yang paling menjanjikan adalah Indonesia4.Boleh jadi pengambilan gambar oleh LSM Australia tentang pemotongan di RPH tersebut harus dilakukan untuk menyelamatkan stock sapi Australia yang siap potong atau yang sudah dalam bentuk daging beku5.Rencana perpindahan kewenangan impor daging yang dahulu dibawah kewenangan Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian RI dan akan ditangani kemudian oleh Kementerian Perdagangan, menunjukkan betapa aturan yang sudah dibuat dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sangat mudah sekali disiasati untuk dilanggar6.Peternak sapi potong yang ada di Indonesia, terdiri atas beberapa jenis peternak. Mulai dari peternak gurem dengan manajemen seadanya sampai peternakan dengan sistem usaha yang menggunakan teknologi tinggi. Masing-masing model dan sistem beternak tersebut memberikan nilai dan point khusus bagi perkembangan peternakan Indonesia. Pemberian stimulus dan pengembangan peternakan merupakan kewajiban pemerintah dengan pemberian porsi yang sama dan pembinaan – pendampingan secara terus menerus.Tetapi, terlihat peningkatan kapasitas peternakan Indonesia tidak dilaksanakan dengan serius, terbukti peternak dibiarkan berkreasi dan berkembang secara sendiri-sendiri. Akibatnya, peternak dengan permodalan besar menjadi lebih mampu menyediakan sarana produksi peternakan dibandingkan dengan peternak rakyat, demikian pula dengan sistem tataniaga ternak yang lebih berpihak pada peternak dengan permodalan besar. Harga ternak sapi potong bakalan yang berubah fenomenanya, dimana sebelumnya memiliki harga satuan lebih tinggi dari harga ternak siap potong, saat ini menjadi lebih rendah daripada ternak sapi siap potong.Target Swasembada Daging Nasional yang dicanangkan pemerintah hanya menjadi sebatas “isapan jempol” karena tidak dibarengi dengan sebuah tatanan program yang ketat, tegas, berkesinambungan dan terevaluasi. Penjadualan ulang rencana Swasembada Daging Nasional sebanyak dua kali tentunya merupakan sebuah peringatan betapa lemahnya program ini digulirkan dan betapa sedikitnya partisipasi stake holder terkait untuk merealisasikannya dan bukan tidak mungkin rencana Swasembada Daging akan kembali dijadualkan ulang.Ketegasan pemerintah dalam melaksanakan Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan juga masih sangat lemah dan patut dipertanyakan. Pemberian sanksi atas pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan undang-undang masih ‘abu-abu’ dan cenderung tidak serius.Berangkat dari dasar tersebut diatas, beberapa hal yang perlu ditekankan pemerintah (dalam hal ini adalah Departemen Pertanian RI), antara lain :1.Pemetaan TernakPemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik sedang melakukan pemetaan ternak sapi, mengenai jumlah, jenis kelamin, kondisi (kapita selekta), potensi produksi daging dan susu, status produksi/reproduksi, jumlah dan kondisi Rumah Potong Hewan, koperasi susu sapi perah serta kapitaselekta kesehatan ternak. Acuan data yang digunakan untuk Program Swasembada Daging Sapi tahun 2014 dianggap masih tidak valid, merupakan sebuah tindakan yang naif apabila kita mencanangkan program tetapi tanpa acuan yang tidak jelas. Sensus Ternak Sapi dengan alokasi dana Rp. 203.000.000.000 (Duaratustiga Milyar Rupiah !!!), sangat fantastis hanya untuk sensus sapi. Andaikan sensus itu juga dilakukan sensus peternakan sekaligus agar dapat diambil sebuah keputusan komprehensif bagi kemajuan dunia peternakan nasional. Pelaksanaan sensus sebaiknya juga melibatkan Institusi Perkumpulan Peternak (misalnya : PPSKI, FPSI, AFPINDO) serta diup to date-kan kepada masyarakat sehingga kapita selekta ternak menjadi lebih transparan2.Pemetaan Kebutuhan Daging dan Susu SapiPemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan melakukan pendataan kebutuhan daging sapi per wilayah serta air susu untuk setiap Industri Pengolahan Susu lengkap dengan standarisasi nasional kualitas daging dan susu. Pemetaan ternak dan kebutuhan masyarakat ini akan melahirkan besaran jumlah ternak yang harus tersedia, jumlah ternak yang harus dipotong oleh setiap Rumah Pemotongan Hewan, strategi pembibitan ternak sapi, jumlah air susu nasional yang harus diserap oleh Industri Pengolahan Susu, jumlah impor ternak sapi, jumlah impor daging dan jerohan sapi, jumlah impor susu, negara calon eksportir ternak, daging dan susu. Penetapan ini sangat penting sebagai langkah proteksi pemerintah dalam menjaga keamanan pasar bagi peternakan nasional Indonesia, peningkatan kualitas produk peternakan mutlak dilaksanakan sebagai konsekuensi daya saing yang lebih baik. Pemetaan per wilayah akan sangat membantu penyediaan bahan pangan asal daging sapi serta akan sangat merangsang daerah untuk menyiapkan diri sebagai wilayah penyangga daging dan susu sapi nasional. Hal ini juga dapat diberlakukan untuk jenis ternak lainnya3.Perbaikan TataniagaPengaturan harga produk asal daging dan susu sesuai dengan besaran permintaan dan penawaran perlu dikawal secara ketat sehingga harga penawaran yang diberikan peternak/penjual dapat bersanding ideal dengan harga permintaan dari konsumen, termasuk didalamnya adalah model rantai distribusi produk. Impor ternak sapi Brahman Cross dan daging/jerohan sapi secara membabi buta tanpa memperhatikan tingkat kebutuhan melalui pemetaan yang tepat adalah sebuah kesalahan besar dan berdampak sistemik bagi perkembangan usaha ternak sapi potong nasional. Ketegasan pemerintah dalam mengatur tataniaga sangat mutlak diperlukan dan harus dilaksanakan. Setelah dipenuhi kapita selekta ternak sapi dan dapat dipastikan kondisi penyediaan produk asal daging dan susu sapi, pemerintah segera melakukan penataan terhadap tataniaga, status stok yang terpenuhi dan besaran harga yang layak kepada konsumen dan besaran harga bagi petani/peternak sudah sewajarnya dilaksanakan (penetapan harga tertinggi dan harga terendah untuk masing-masing produk peternakan). Bila mekanisme pasar menjadi indikator penentuan harga, maka pemerintah harus mengawal kondisi pasar agar tetap kondusif dan menjamin pasokan agar sesuai dengan kebutuhan (tidak kekurangan dan tidak berlebihan). Rantai pemasaran produk asal sapi yang selama ini memberi warna diatur sedemikian rupa sehingga stabilitas ketersediaan barang dan fluktuasi harga dapat dijaga kestabilannya. Blantik, jagal pasar, pedagang daging, pengumpul air susu, KUD, loper susu adalah mata rantai yang dibangun untuk mendukung ekonomi kerakyatan.4.Pembatasan Impor Ternak dan Daging/Jerohan SapiBanyaknya impor ternak, daging/jerohan sapi dan susu sapi tidak sebanding dengan kebutuhan yang ada akan menyebabkan terjadinya koreksi harga akibat persaingan yang tidak sehat dalam tataniaga ternak, daging/jerohan sapi dan susu sapi. Pembatasan impor dan pengenaan pajak impor pada produk-produk tersebut sebenarnya dapat diatur secara bijaksana asalkan sudah ada komitmen akan terserapnya seluruh produksi peternak sapi dalam negeri, baik daging mapun susu yang sudah dapat ditentukan saat pemetaan ternak dan kebutuhan produk peternakan. Kepastian serapan produk peternakan dalam negeri akan sangat membantu perkembangan usaha ternak sapi potong dan perah nasional. Sebaiknya BULOG sapi segera dibentuk sebagai salah satu buffer penyediaan produk asal sapi dan penjaga stabilisasi harga. Pemerintah sebaiknya memiliki Unit Pelaksana Teknis Kandang Penyangga Produk Ternak Sapi yang saat ini beberapa fasilitasnya tersebar di beberapa wilayah. UPT ini nantinya akan melakukan pemeliharaan ternak sapi, mulai breeding – rearing sampai fattening. Saat harga produk asal sapi dipasar tinggi, maka UPT ini akan melepas asset ternaknya sehingg harga terkoreksi sesuai dengan daya beli masyarakat. Demikian juga bila harga dipasar rendah karena over supply, maka pemerintah wajib melakukan sweeping kelebihan ternak potong dan juga ternak indukan produktif untuk dikembangkan dalam UPT. Sumber pembiayaan dapat diperoleh dari APBN, pajak bea masuk ternak dan daging impor serta keuntungan pengelolaan oleh UPT.5.Penegakan AturanUndang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah payung hukum dalam menjalankan aturan. Aturan dan kebijakan peternakan merupakan rambu-rambu hukum dalam melakukan usaha ternak yang terarah, terencana dan tertata. Melalui penegakan aturan yang ketat, peternakan Indonesia akan menuju kearah yang lebih profesional, sehingga model perdagangan dengan negara lain juga dapat dilakukan secara berimbang dan saling menguntungkan. Sanksi kepada pelaku usaha peternakan yang tidak sesuai dengan Undang-undang merupakan salah satu motivasi dalam perwujudan iklim investasi dan level budidaya ternak yang semakin baik. Pemeriksaan yang ketat mengenai penyakit ternak yang didatangkan dari luar negeri (misalnya : PMK) merupakan salah satu langkah yang jitu dalam mewujudkan Kesmavet (Kesehatan Masyarakat Veteriner), termasuk pemeriksaan ternak disetiap batas wilayah yang konsisten dan teradministrasi baik melalui prosedur Karantina Hewan yang telah terstandar secara nasional.6.Pemotongan Induk Betina ProduktifJumlah induk betina produktif yang dipotong sampai saat ini masih sangat besar, sementara larangan pemotogan induk betina produktif sudah disosisalisasikan. Pemeriksaan di Rumah Potong Hewan dan penolakan pemotongan serta penyelamatan terhadap induk betina produktif oleh pemerintah merupakan langkah yang harus diejawantahkan dan segera dilakukan secara terintegrasi diseluruh wilayah Republik Indonesia atau pembelian betina produktif yang akan dipotong untuk dipelihara di UPT serta pemberian sanksi bagi pelaku penjualan ternak sapi induk produktif. Pemerintah juga diharakan melakukan secara berkala impor indukan produktif sampai batas waktu tertentu dan merangsang penyediaan indukan yang menjadi replacement stock sehingga pembibitan ternak dapat dilaksanakan secara simultan dan penyediaan bakalan ternak berkualitas dapat ditingkatkan.7.Konsistensi Program PemerintahProgram swasembada daging melalui program-program yang sudah dilaksanakan, seperti Sarjana membangun Desa (SMD), Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat (LM3), Desa Mandiri Energi dan beberapa scheme bantuan pembiayaan (KKPE = Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, KUPS = Kredit Usaha Pembibitan Sapi), bila menggunakan ternak impor, seharusnya dilakukan dengan menggunakan ternak peranakan pure breed (seperti Simmental, Limousine, Brangus, Brahman, Angus) yang benar-benar diseleksi dan didampingi proses protokolnya dari negara asal ternak sampai pelaksanaan dilapangan. Selama ini program pemerintah dalam pembangunan peternakan nasional masih belum memiliki rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Program yang dibuat cenderung instan dan hanya karena terbawa arus masyarakat peternakan nasional.8.Rangsangan dan Stimulusa.Revitalisasi dan sosialisasi Unit Pelaksana Teknis milik Departemen Pertanian yang dapat memajukan usaha ternak sapi perah dan sapi potong, seperti Balai Besar Inseminasi Buatan, Balai Embrio Transfer, Balai Penelitian Ternak, Balai Penelitian Veteriner, Balai Besar Penelitian Ternak Unggul dan institusi lain yang berkenaan dengan penelitian dan pengembangan usaha peternakan sapi potong dan perahb.Peningkatan peran Dinas Peternakan di masing-masing wilayah Indonesia agar dapat menjembatani setiap keputusan yang sudah dibuat oleh Direktorat Jenderal Peternakan – Departemen Pertanian RI sebagai sebuah program nasional. Selama ini terkadang Dinas di Daerah kurang memahami rencana yang dibangun oleh pusat. Dinas Peternakan wilayah dapat berperan juga sebagai pemantau dan melakukan sosialisasi permasalahan pasar, perlakuan pasar dan trend yang terjadi di masyarakat dalam melakukan penerimaan terhadap produk ternak. Peran Petugas Penyuluh Lapangan sangat penting dalam memacu perkembangan dunia peternakan Indonesia serta meningkatkan kualitas produk peternakanc.Prioritas khusus berupa fasilitas transportasi temak di pelabuhan, kereta api, kapal laut dan bebas antri di pelabuhan antar pulau serta pengurangan biaya retribusi, pemeriksaan hewan di karantia dan pembebasan pajak hasil temakd.Pengadaan Indukan Ternak Sapi Potong dan Sapi Perah melalui sistem kredit lunak untuk pengembangan populasi ternak nasionale.Proteksi wilayah yang sudah berswasembada dari distribusi ternak dan daging/jerohan impor serta pengaktifan lokasi-lokasi pemeriksaan dan perawatan kesehatan ternak disetiap Kecamatan (embrio pembentukan Pos Pelayanan Terpadu Ternak Sapi)f.Fasilitas pemeriksaan teknis di negara asal ternak dan daging/jerohan impor oleh pihak ketiga yang independeng.Penyerapan air susu nasional seluruhnya oleh Industri Pengolahan Susu dengan harga yang layak. Pendampingan petani/peternak akan membuat organisasi petani/peternak menjadi kuat dan transfer informasi, teknologi tepat guna serta komunikasi dengan jalur distribusi akan semakin efektif dan nilai jual produk berbanding lurus dengan kualitasnya. Bimbingan bagi para pelaku dibidang pertanian/peternakan akan mendorong kemajuan dan memberi kenyamanan dalam mengembangkan usaha. Bimbingan yang terus menerus akan membuat pemberdayaan petani/peternak semakin besar dan kuath.Pemberian fasilitas pembiayaan yang murah melalui pendampingan yang ketat dan terarah demi kemajuan peternakan sapi nasional.i.Peningkatan kualitas peternak melalui penyampaian informasi, pendidikan dan pelatihan, kursus-kursus serta studi banding yang proses penyebarannya dapat dilakukan dengan mekanisme TOT (Training of Trainer) sehingga sesama peternak dapat saling memberian pelajaran yang baik.j.Pembukaan kantong-kantong peternakan sapi pada wilayah dengan kondisi tanah marjinal sehingga dapat merangsang program konservasi lingkungan (misalnya : pembinaan masyarakat tepian Daerah Aliran Sungai -DAS)9.Pertanian Terpadu Pola integrasi antar komponen yang ada pada sebuah usaha peternakan sehingga menghasilkan produktifitas, efisiensi dan efektifitas tinggi dan memberi nilai ekonomis serta berorientasi ekologis merupakan satu keterpaduan yang akan memberi nilai kesejahteraan. Salah satu manfaat yang dapat diambil adalah ketersediaan pakan bagi ternak, pupuk organik, ketersediaan energi terbarukan, ramah lingkungan (meminimalkan limbah), bernilai edukasi – wisata dan inspiratif. Pemerintah harus merangsang dan melaksanakan program integrasi peternakan dengan pertanian, perkebunan secara sinergi dan berkesinambungan.10.Kelembagaan PeternakMelembagakan peternak adalah sebuah cara untuk membuat kondisi peternakan nasional menjadi sebuah komoditas profesional. Lima pilar yang penting dalam melembagakan peternak adalah : Manajemen – Akuntansi – Produksi dan Nutrisi Ternak – Kesehatan dan Reproduksi Ternak – Marketing/Tataniaga. Kelima pilar ini melakukan tugas pelayanan kepada peternak dan secara profesional mendapatkan komisi dari hasil yang dilakukan dalam pembinaan peternak.Kemajuan dunia peternakan Indonesia tidak pernah akan berhenti, Negara yang kaya dengan ternak tidak akan pernah miskin, dan negara yang miskin dengan ternak tidak akan pernah kaya (Campbell dan Lasley, 1985)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H