SERBA SERBI HATI (Sequel Kedua)
Saat kita membaca tentang hati, ingatan kita pasti tertuju pada seonggok organ tubuh yang berwarna merah kecoklatan (akhirnya timbul satu warna baru : merah hati) dengan fungsi yang sangat vital, sebagai penyaring darah. karena berfungsi sebagai penyaring, sering kita ibaratkan hati itu sebagai sepasang ‘mata’ hidup seorang manusia.
“Kata Hati”, misalnya. Orang sering artikan sebagai sebuah pekataan milik jiwa yan paling bersih dan paling suci. Kata hati terkadang kita dijadikan sebagai penentu keputusan. Berbicara tentang hati, tentunya kita akan kaitkan dengan ‘Kalbu atau Nurani’. Kalbu atau Nurani diibaratkan sebagai bagian tubuh yang paling bersih dan suci, berkaitan dengan pusat kotrol seluruh aktifitas lahiriah dan bathiniah. Selanjutnya kita leburkan saja hal-hal yang berkaitan dengan kalbu atau nurani dengan satu kata “HATI”
Serba serbi tentang hati ini cukup bagus kita ulas untuk saling mencerahkan dan memahami tentang hati kita.
Sequel Kedua
Mencungkil Hati
Kita pasti pernah menemui seseorang dan kita menjabat tangannya dengan sangat akrab, sampai memeluk dan menciumnya sebagai sebuah kehangatan yang tulus. Kita tentunya juga pernah mengelurkan kata-kata keras pada seseorang yang kita anggap melakukan aktifitas tidak pada tempatnya. Kita pasti juga pernah mengambil dan membeli sebuah buku yang tidak kita rencanakan sebelumnya, karena kita kebetulan melihat, membaca judulnya, membaca pengarang dan resensinya.
Semua aktifitas diatas kita lakukan karena kita berhasil mencukil hati. Mencukil hati bisa berarti membuat hati menyiapkan perintah kepada syaraf motorik kita untuk melakukan sesuatu berdasarkan tangkapan seluruh panca indera kita.
Saat kita sedang mengemudikan mobil, panca indera penglihatan kita melihat seorang pengendara motor dari hadapan sedang melaju cepat memotong garis median yang tidak terputus dan berhadapan dengan mobil kita, telinga kita mendengar deru motornya dan secara reflek kita membuat tangan yang sedang memegang setir memutar kekiri, seraya keluar ucapan dari mulut kita, entah sebuah makian atau sebuah do’a keprihatinan atas ulah ugal-ugalan itu.
Fenomena : Melihat pengendara motor melaju cepat memotong median
Deru motor yang kencang
Cukilan Hati : “Hindari terjadi hal yang tidak diinginkan”
Aktifitas motorik : Tangan kita memutar setir kearah kiri
Mulut kita mengucapkan kata makian atau do’a keprihatinan
Juga misalnya kita sedang makan nasi rames di sebuah terminal, nasi hangat dengan lauk rendang daging, oseng-oseng dan bakwan udang. tidak jauh dari kedai makanan kita melihat seorang bapak gelandangan yang sedang termenung, pandangannya kosong, badannya kurus dengan baju seadanya.
Aktiitas kita ada dua :
1. Kita memesan makanan yang sama dengan kita lalu membawa makanan itu dan memberikan pada gelandangan tua itu
2. Kita terus saja memakan makanan kita dan tidak menggubris sosok gelandang tua
Aktifitas pertama, kita mencukil hati kita melalui fenomena visual dan mengajak hati kita memandang sebuah sisi kemanusiaan, bila ternyata hati kita tercukil hebat, bukan hanya makanan yang kita berikan, mungkin ada beberapa ribu rupiah kita sumbangkan.
Sementara dengan aktifitas kedua, kita sama sekali tidak mencukil hati. Kita hanya menfenomenakan sejenak dan tidak mengalirkannya menuju ke hati.
Mencukil hati sama saja dengan merayu hati atau meminta hati menggerakkan seluruh pikiran – jiwa dan tubuh untuk melakukan sesuatu, karena bila hati yang memerintah, maka seluruh organ dan panca indera ini akan dengan serta merta melaksanakannya.
Kita mampu melakukan pencukilan hati dan mengarahkannya kepada hal-hal yang positif dengan beberapa syarat dan cara, yaitu :
1. Berfikiran positif
Melalui pemikiran yang positif, maka panca indera yang menangkap fenomena akan mengirim sinyal kepada hati melalui jalur-jalur yang bersih dan positif. Akibatnya maka hati akan memerintahkan tindakan yang positif pula. Seperti memerintahkan tangan untuk buang setir kekiri demi menghindari kejadian fatal, menunjukkan bahwa pemikiran positif kita gunakan. Apabila nuansa negatif kita terapkan, boleh jadi kita akan memaksa mobil kita tetap pada jalurnya sehingga pengendara motor akan gugup dan boleh jadi akan memperlambat laju dan masuk kejalurnya atau bila ternyata reaksinya kurang cepat akan terjadi kecelakaan yang akan merugikan kedua belah pihak
2. Memuliakan Sesama
Hati akan tercukil manakala kita menjadikan aktifitas itu sebagai tindakan memuliakan sesama. Dengan kita menyaksikan fenomena seorang gelandangan tua dengan pandangan mata kosong dan tubuh yang kurus, maka dengan spontan fenomena ini akan dikirim menuju hati dengan dasar prinsip menghargai sesama. Rasa simpati akan lahir sehingga hati memerintahkan seluruhnya untuk membelikan dan memberikan makanan kepada gelandang tua itu
3. Tidak Egois
Rasa egois bukan hanya sebatas mementingkan diri sendiri, melihat orang lain melakukan hal yang sama dengan kita dan membuat kita merasa tidak senang merupakan perbuatan egois, karena kita tidak mau disaingi. Ketidak egoisan diri kita akan meningkatkan kemampuan kita untuk mencukil hati dengan nilai-nilai positif. Ketidak egoisan diwujudkan dengan menganggap bahwa apa yang kita lakukan adalah hal terbaik dan a[pa yang dilakukan orang lain, meskipun sama dengan kita adalah sebuah kekayaan yang akan menambah khazanah kekayaan diri kita.
Mencukil hati boleh jadi kita lakukan untuk mengkedepankan fenomena yang dirasakan oleh panca indera dan mendorong hati, merayu hati agar membuat keputusan positif akan hal itu. Pencerahan yang terang benderang tentunya berawal dari banyak hati yang memberi masukan,
Sampai bertemu di sequel ketiga .. masih di Serba Serbi Hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H