Bahasa sangat identik dengan komunikasi dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan keteraturan dalam masyarakat. Pemakaian bahasa yang baik dan benar dalam arti sesuai dengan aturan dan struktur kalimat sering kali diabaikan dan dianggap kuno oleh sebagian masyarakat. Hal ini disebabkan karena, tanpa mempelajari bahasa pun mereka sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia semenjak mereka belajar bicara. Kebiasaan semacam ini akan sangat mempengaruhi struktur dan pola berpikir serta penalaran yang akan tertuang dalam komunikasi dan penyampaian maksud dari suatu keadaan.
   Menurut Soelaeman B. Adiwijaya dan Lilis Hartini, penelitian membuktikan bahwa kaum cendikiawan Indonesia, sampai saat ini masih belum fasih berbahasa Indonesia secara terstruktur. Padahal sudah lebih dari 15 tahun yang lalu Ejaan Yang Disempurnakan atau disingkat dengan EYD diresmikan oleh pemerintah. Terkait dengan pemaparan hal tersebut juga pada prakteknya dalam bidang hukum, bahasa hukum Indonesia masih memunculkan ciri bahasa Belanda nya yang begitu lekat.
   Apabila dikaitkan dengan sejarah bangsa Indonesia, memang tidak mengherankan apabila hal tersebut terjadi. Sejarah membuktikan bahwa bahasa hukum Indonesia terutama dalam produk perundang-undangannya merupakan produk yang berasal dari orang Belanda (hasil jajahan Belanda). Beberapa ahli/pakar hukum Indonesia pun banyak yang belajar ke Belanda, karena hukum Indonesia mengacu pada hukum Belanda.
Para pakar hukum tersebut kemudian menerjemahkan langsung pengetahuan yang mereka dapat dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia tanpa mengindahkan struktur bahasa Indonesia. Contoh yang sangat sering muncul dan umum terjadi misalnya pada kata-kata di mana, yang mana, dari mana, hal mana. Sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi karena kata-kata di mana, yang mana, dari mana, hal mana merupakan kata tanya.
   Kefatalan yang terjadi ini seharusnya dapat teratasi dengan cepat. Setelah kita ketahui bersama bahwa hukum merupakan himpunan petunjuk- petunjuk yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengatur tentang tata tertib kehidupan manusia dalam suatu masyarakat. Petunjuk-petunjuk tersebut harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat, tanpa terkecuali. Oleh karena itu pelanggaran terhadap petunjuk tersebut akan menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah masyarakat tersebut.
   Permasalahan yang timbul adalah keadaan dan pemakaian bahasa Indonesia di bidang hukum belum menunjukkan suatu kemantapan. Selain itu penggunaan istilah atau ungkapan-ungkapan hukum yang tidak sama/tidak seragam menimbulkan berbagai penafsiran para ahli hukum mengenai suatu ketentuan hukum, baik yang menyangkut bidang peraturan-peraturan maupun bidang perintah dan larangan yang sering menimbulkan akibat yang merugikan.
   Sehubungan dengan hal itu, bahasa Indonesia hukum memerlukan perhatian yang lebih dikarenakan hukum merupakan produk pemikiran yang akan bisa stabil apabila ditunjang dengan struktur bahasa. Hukum dapat berbicara dan di dengar masyarakat melalui bahasa. Tentu saja bahasa yang digunakannya pun haruslah bahasa formal.
   Bahasa Indonesia hukum merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi dalam bidang hukum terutama bagi para profesional hukum. Ragam bahasa hukum juga merupakan bahasa ilmiah yang harus memperhatikan struktur dan kaidah bahasa Indonesia baku. Oleh karena itu, bahasa hukum tidak mengutamakan gaya bahasa, tetapi mengutamakan kepastian bahasa. Hal yang juga tidak kalah penting adalah bahasa hukum harus di pastikan tidak boleh mengandung dua atau lebih makna/pengertian (ambigu). Jika terjadi keambiguan penggunaan bahasa, maka akan terjadi ketidakpastian hukum.
   Berdasarkan penjabaran tersebut, maka pembahasan selanjutnya yang berkaitan dengan implementasi bahasa hukum sebagai sarana penegakan dan kepastian hukum adalah tentang penerapan bahasa hukum dalam praktik dan urgensinya yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran mengenai suatu ketentuan hukum baik yang menyangkut bidang peraturan, perintah dan larangan yang sering menimbulkan akibat merugikan.
Integrasi Hukum dan Fungsi Bahasa Hukum
   Hukum terutama dapat dilihat dalam bentuknya melalui kaidah-kaidah yang dirumuskan secara eksplisit. Kaidah atau peraturan ini pada prinsipnya mengandung
hal-hal tentang apa yang semisalnya dilakukan dan apa yang semisalnya tidak boleh dilakukan dalam kehidupan bersama di dalam ikatan komunitas yang disebut dengan masyarakat. Semuanya ini direfleksikan dalam bahasa hukum, khususnya kedudukan bahasa sebagai sarana komunikasi suatu komunitas.
   Keberadaan bahasa hukum adalah untuk peningkatan integritas masyarakat. Untuk ini dipahami bahwa hukum hanyalah suatu peraturan yang bersifat pasif saja (das Sollen). Hukum memerlukan masyarakat dalam keberlakuannya, memerlukan dukungan dan pengakuan untuk penegakannya, memerlukan suatu peristiwa konkret yang apabila dikenai olehnya akan menjadi suatu peristiwa hukum. Dengan kata lain peristiwa konkret (das Sein) disini memerlukan hukum agar bisa menjadi suatu peristiwa hukum. Semuanya ini diwakili oleh bahasa hukum.