Mohon tunggu...
Eka Adhi Wibowo
Eka Adhi Wibowo Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang tiada lelah menimba ilmu

Dosen Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Opini Bisa Dibeli, Profesi Akuntan?

29 Mei 2017   11:52 Diperbarui: 9 Juni 2017   22:44 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Teringat lagu yang berjudul “Andai Ku Gayus Tambunan” dimana salah satu syairnya berbunyi “…..lucunya di negeri ini hukum bisa dibeli….”. Ternyata tidak hanya hukum yang bisa dibeli tetapi juga opini auditor. Kembali tersiar kabar di media massa suatu peristiwa yang memperburuk citra profesi akuntan. KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi di Indonesia melakukan (lagi) Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK adalah lembaga independen negara yang menjalankan salah satu fungsi akuntan yaitu audit atas laporan keuangan lembaga-lembaga pemerintah mulai dari tingkat kementerian hingga tingkat desa. Laporan keuangan tersebut merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban pemerintah atas penggunaan APBN, APBD hingga Dana Desa. Opini auditor BPK merupakan komponen penting atas kevalidan dan kereliabilitasan laporan keuangan lembaga pemerintahan, terlebih lembaga pemerintahan tersebut menggunakan uang rakyat yang seharusnya dikembalikan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui program-program yang disusun lalu selanjutnya dilaksanakan. Laporan keuangan juga menjadi sarana informasi untuk mengukur kinerja lembaga dan untuk mengevaluasi apakah program-program kerja yang telah disusun benar-benar telah dilaksanakan dan apakah program kerja yang menggunakan uang rakyat tersebut manfaatnya benar-benar telah dirasakan oleh rakyat?

Begitu pentingnya laporan keuangan tersebut maka auditor BPK seharusnya bekerja secara independen, profesional, serta auditor BPK juga harus memiliki integritas yang tinggi sehingga terbebas dari intervensi apapun dalam memberikan opini atas laporan keuangan setelah menyelesaikan tugas auditnya. Dengan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berarti laporan keuangan sudah sesuai dengan standard penyusunan laporan keuangan yang berlaku dalam hal ini adalah Standard Akuntansi Pemerintah (SAP) untuk lembaga pemerintah dan Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) untuk lembaga non pemerintah, serta laporan keuangan sudah menunjukkan keadaan keuangan yang sesungguhnya. Tetapi jika ternyata lembaga pemerintah “membeli” opini WTP dari auditor BPK maka kualitas laporan keuangannya patut dipertanyakan dan perlu dilakukan investigasi. Lebih lanjut dapat muncul pertanyaan, apakah uang rakyat benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat atau untuk menambah kekayaan pejabat-pejabat penyelenggara negara (korupsi). Lebih mengerikan lagi kasus tersebut melibatkan Kementerian Desa yang mengelola Dana Desa yang dianggarkan pemerintah pusat untuk membangun desa yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. Fenomena OTT KPK terhadap kasus suap pembelian opini auditor BPK oleh oknum pejabat kementerian desa tersebut bisa seperti gunung es, karena bisa saja itu hanya permulaan kasus-kasus yang tampak di permukaan, serta berpotensi memiliki efek beruntun. Pertanyaan-pertanyaan ini layak untuk direnungkan:

  • Jika laporan keuangan lembaga pemerintah di tingkat pusat memperoleh opini WTP dengan cara “membeli” dari auditor BPK, bagaimana dengan kualitas laporan keuangan di tingkat daerah?
  • Pengawasan penggunaan APBN yang ketat di tingkat pusat ternyata tetap terjadi penyimpangan/korupsi, lalu bagaimana dengan penggunaan APBD dan Dana Desa yang pengawasannya lebih lemah?

Tidak kalah penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat supaya peduli dan melakukan pengawasan atas uang rakyat yang merupakan uang kita juga. Pendidikan pada calon-calon akuntan perlu ditekankan pembentukan karakter dan etika, serta mau belajar untuk peduli penggunaan uang rakyat bukan hanya peduli penggunaan uang investor oleh perusahaan swasta. Teringat oleh pesan akuntan-akuntan senior untuk menjadikan akuntan sebagai profesi terhormat, pesan tersebut sepertinya terus menerus diuji dengan banyaknya kasus-kasus pelanggaran kode etik profesi akuntansi seperti yang dilakukan oleh oknum auditor BPK tersebut.      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun