Salah satu kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup di bumi, termasuk manusia adalah air. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan air juga meningkat padahal jumlahnya sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan air, tentu memerlukan adanya pengelolaan air yang baik dengan infrastruktur yang layak dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa  air yang tersedia dapat digunakan secara optimal dan mencegah potensi bencana karena keberadaan air (Reni, 2023). Namun, pembangunan infrastruktur tersebut tidak akan terealisasi tanpa adanya pendanaan atau pembiayaan yang optimal.
Dalam kaitannya dengan pendanaan, kebutuhan rata-rata untuk investasi sumber daya air secara global mencapai US$ 1,7 triliun (dikutip dari CNBC Indonesia, 2023). Dimana, investasi tersebut tiga kali lipat dibandingkan dengan posisi investasi saat ini. Hal ini berarti bahwa proyek infrastruktur air membutuhan investasi yang sangat besar tanpa adanya revenue yang dihasilkan sehingga menjadi tantangan utama Pemerintah Indonesia terkait kebutuhan pendanaan yang berbanding terbalik dengan ketersediaan anggaran pemerintah.Â
Selama ini pembangunan infrastruktur air hanya mengandalkan anggaran negara karena pihak swasta belum tertarik untuk turut serta di dalamnya sehingga pembangunan tersebut menjadi tidak optimal dan memiliki berbagai hambatan. Menurut Direktur Jenderal PUPR, Herry Trisaputra Zuna (2023) menyebutkan bahwa pembiayaan sector air tidak bisa jika hanya bergantung pada pemerintah karena anggaran negara hanya mampu  menampung 30-37%.Â
Saat ini, pendanaan akses perpipaan untuk air minum masih 20,6%, sedangkan untuk meningkatkan potensi dari 20% menjadi 30% dibutuhkan dana sebesar 123,4 triliun rupiah. Oleh karena itu, skema Blended Finance atau pembiayaan campuran didorong untuk menjadi sebuah solusi yang mumpuni dalam pendanaan infrastruktur air di Indonesia akibat keterbatasan angaran pemerintah.
Solusi Mumpuni?
Blended Finance is the strategic use of public or philanthropic development capital for the mobilisation of additional external private commercial finance for SDG-related investments (Blended Finance Task Force, 2017). Dalam blended finance terdapat tiga kata kunci utama, yaitu development finance, additional finance, dan sustainable development yang menjadi petunjuk dalam mengidentifikasi transaksi tersebut. Dalam Publikasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Eko Agus Purwanto dan Muhammad Bagus Alfian menjelaskan mengenai tiga kunci utama blended finance sebagai berikut.
- Development Finance merupakan pembiayaan yang digelontorkan dengan tujuan utama untuk kebutuhan pembangunan yang tidak mengharapkan pengembalian modal. Penyedia development finance yang cukup lazim adalah lembaga multilateral (Bank Dunia, ADB, dll.) maupun public development bank seperti yang diperankan oleh PT SMI (Persero) di Indonesia. Namun, perkembangan akhir-akhir ini juga menunjukkan beberapa filantropi swasta turut andil menyediakan development finance. Development finance memainkan peran penting membuka hambatan sektor swasta untuk berinvestasi ke ekonomi berkembang. Ini dilakukan dengan cara menyediakan beberapa instrumen yang dapat memitigasi risiko investasi swasta mulai dari yang bersifat makro/sistemik hingga ke level spesifik proyek.
- Additional Finance merupakan pembiayaan berorientasi komersial dari investor swasta, seperti investasi berupa ekuitas dan pinjaman. Elemen ini sangat penting mengingat leveraging pembiayaan swasta adalah cara untuk memperbesar kapasitas negara berkembang dalam menutup gap kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Additional finance menjadi parameter finansial dari keberhasilan transaksi blended finance.
- Sustainable Development merupakan tujuan utama dari inisiatif blended finance. Penyediaan development finance dan keberhasilan memobilisasi additional finance tidak akan berarti apabila tidak menghasilkan dampak secara positif kepada masyarakat. Oleh karena itu, setiap indikator dalam 17 Agenda SDG 2030 dapat menjadi parameter dampak dari keberhasilan transaksi blended finance. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur air dengan skema blended finance diharapkan mampu menjadi parameter keberhasilan SDGs tujuan ke enam, yatu air bersih dan sanitasi yang layak (menjamin ketersediaan dan pengelolan air dan sanitasi yang berkelajutan untuk semua orang).
Dari ketiga kunci utama tersebut, blended finance merupakan sebuah struktur transaksi yang berupaya mengoptimalkan pemanfaatan instrumen pembiayaan pembangunan (publik/filantropi) untuk memobilisasi pembiayaan komersial (publik/swasta). Menurut penulis, bentuk penerapan blended finance yang sesuai untuk pembangunan infrastruktur air adalah project-level dan project structuring support. Penerapan ini dipilih berdasarkan best practice implementasi blended finance pada proyek solar farm di Thailand.
Bagaimana Penerapannya?
Kendala pembangunan infrastruktur air di Indonesia adalah proyek tersebut  masih tidak menarik bagi swasta untuk turut serta dalam pembiayaannya rendahnya karena ketidakpastian pendapatan. Namun, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mengimplementasikan kerangka blended finance berupa project-level yang bisa diawali dengan peminjaman dana atau penjaminan, seperti dari International Finance Corporation (IFC), Viability Gap Fund (VGF), Infrastructure Guarantee (Penjaminan), Project Development Facility (PDF), dll untuk mendukung terlaksanaya pilot phase proyek infrastruktur air tersebut. VGF sebagai dukungan atas sebagian biaya konstruksi dapat meningkatkan kelayakan finansial suatu proyek, sedangkan Penjaminan mampu berperan sebagai instrumen de-risking bagi badan usaha.Â
VGF dan Penjaminan tentu akan meningkatkan minat badan usaha dan lenders karena mampu menawarkan proyek yang lebih layak secara finansial dan telah mempunyai mitigasi risiko politik yang baik. Setelah pilot phase sukses, proyek tersebut akan berpeluang besar untuk menarik minat swasta dengan harapan investasi bisa terkumpul lebih dari 123,4 triliun rupiah dalam bentuk pinjaman yang didapatkan dari bank komersial.Â
Sedangkan Project Development Facility (PDF) yang setipe dengan project structuring support bertujuan untuk memberikan dukungan pada tahap penyiapan proyek melalui eliminasi hambatan-hambatan yang ada, terutama dalam mengatasi information gaps (Blended Finance Taskforce, 2017). Dengan besarnya pembiayaan yang didapat, proyek pembangunan infrastruktur air diharapkan mampu menyedikan kebutuhan air ke seluruh pelosok tanah air dan akan turut berkontribusi dalam pencapaian tujuan SDGs keenam. Dengan demikian, skema blended finance untuk pendanaan proyek infrastruktur air akan mendapat banyak sumber tambahan, seperti swasta, dana philanthropy, dan dana hibah sehingga keberlanjutan sumber daya air, target SDGs, hingga keuntungan berbagai pihak dapat diselesaikan.