Mohon tunggu...
eka y
eka y Mohon Tunggu... -

Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisnis Gas Bumi di Indonesia

7 Januari 2016   18:17 Diperbarui: 7 Januari 2016   18:31 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

  1. PENDAHULUAN

Di tahun 2014 – 2015 ini belakangan kita banyak membaca mengenai carut-marut pemanfaatan dan tata kelola gas bumi nasional. Dimulai dari mahalnya harga gas bumi yang dikarenakan adanya trader bertingkat sebagai “pemburu rente”, terhambat dan tumpang tindihnya pembangunan infrastruktur gas yang dikarenakan tata kelola gas bumi nasional belum teregulasi dengan benar.

Media-media menginformasikan permasalahan di atas belum secara utuh, komentar – komentar dari pakar “dadakan” maupun dari pihak yang berkepentingan dari sisi masing-masing membuat publik yang awam akan bisnis gas menjadi bingung. Meskipun saya pribadi belum berpengalaman atau ahli dalam bidang ini, namun berdasarkan pekerjaan sehari-hari saya dan hasil diskusi yang pernah dilakukan dengan rekan-rekan di bidang sejenis, akan coba digambarkan bagaimana bisnis gas bumi di Indonesia berjalan, mudah-mudahan hal ini dapat membantu dan bermanfaat setidaknya dalam menambah pengetahuan dalam bidang ini, saya harapkan juga masukannya apabila ada hal yang kurang benar dalam informasi ini.

 

  1. RANTAI PEMANFAATAN GAS BUMI DI INDONESIA

Apabila digambarkan, saya coba gambarkan rantai bisnis pemanfaatan gas bumi nasional sebagai berikut:

[caption caption="Rantai Pemanfaatan gas Bumi melalui Pipa"][/caption]

Keterangan gambar:

Kegiatan diklasifikasikan dalam 3 (tiga) zona, yaitu kegiatan hulu (upstream), midstream dan hilir (downstream).

  1. Produsen Gas, adalah pelaku bisnis dalam hal produksi dan penyediaan gas bumi, umumnya adalah Production Sharing Contract (“PSC”) atau dalam bahasa Indonesia Kontraktor Kontrak Kerjasama (“KKKS”) seperti PT Pertamina EP, ConocoPhillips, Total Indonesie, Chevron dan lain-lain. KKKS ini memproduksi gas berdasarkan Plan of Development (“POD”) yang telah disetujui SKK MIGAS (dulu BPMIGAS, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi). Produsen Gas menjual gas ke konsumen besar yang mendapat prioritas (Pupuk, Listrik, City Gas, Industri Strategis) atau konsumen lain (Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi/Trader) dengan penjualan gas di wellhead (titik penyerahan setelah sumur).
  2. Konsumen Eligible, adalah konsumen gas yang mendapatkan prioritas alokasi gas dan dapat membeli langsung gas dari produsen. Prioritas tersebut meliputi pupuk, listrik, jaringan gas rumah tangga dan industri strategis (Contoh: Pupuk Kaltim, Pusri, Kujang, PLN, Krakatau Steel).
  3. Konsumen Badan Usaha, adalah Badan Usaha yang memiliki Izin Usaha Niaga Gas Berfasilitas yang dapat membeli gas dari produsen dan dijual ke end user. Badan Usaha ini yang sering disebut sebaga gas trader, sesuai dengan Izin Usaha-nya, Badan Usaha ini seharusnya memiliki fasilitas/infrastruktur untuk mengangkut gas ke end user. Misalnya, Badan Usaha ini menggunakan fasilitas pipa transmisi dan membangun pipa dari tap-out pipa transmisi ke fasilitas end user.  
  4. Transporter, adalah Badan Usaha yang memiliki pipa transmisi yang dapat digunakan bersama (open access) yang melakukan pengangkutan gas milik Shipper (Shipper ini bisa Produsen atau Konsumen) dari Titik Terima ke Titik Serah (Contoh Transporter: Pertagas dan PGN (sebagian)).
  5. Distributor, adalah Badan Usaha yang memiliki jaringan pipa distribusi yang dapat digunakan bersama (open access) untuk mengangkut gas milik Shipper dari pipa transmisi ke konsumen. Namun kenyataannya pipa distribusi in tidak dapat digunakan bersama dan dijadikan pipa berstatus dedicated, artinya pipa ini digunakan hanya untuk mengangkut gas milik pemilik pipa ke konsumennya.
  6. End User, adalah konsumen gas yang membeli gas dari produsen gas atau badan usaha niaga gas untuk keperluannya sendiri yang diangkut melalui pipa transmisi dan distribusi. Kenyataannya end user saat ini membeli gas dari pemilik jaringan distribusi (dedicated) atau dari multi trader.

Gambar di atas menunjukkan proses pemanfaatan gas pipa, contoh pemanfaatan lainnya adalah pemanfaatan gas bumi untuk dimanfaatkan di Kilang LPG, CNG maupun LNG Plant.

[caption caption="Contoh Pemanfaatan Gas Bumi"]

[/caption]

Untuk sumber gas yang berada jauh dari lokasi permintaan gas bumi, apabila dinilai ekonomis maka gas dapat diubah menjadi LNG, ditransportasikan melalui kapal LNG, kemudian di tempat tujuan LNG diubah kembali menjadi gas melalui fasilitas storage dan regasification untuk kemudian diangkut ke pengguna melalui moda transportasi pipa. Moda transportasi selain pipa adalah CNG trucking, di mana gas bumi dikompresi dengan tekanan tertentu kemudian diangkut melalui trucking atau kereta ke tempat konsumen.

  1. PERMASALAHAN TATA KELOLA GAS BUMI DI INDONESIA

Seperti yang telah sedikit digambarkan di atas, permasalahan tata kelola gas bumi nasional adalah mahalnya harga gas untuk konsumen dalam negeri, seperti yang terjadi di Sumatera Utara di mana konsumen industri selaku pengguna akhir membeli gas sebesar US$ 14/MMBTU. Dalam kasus tersebut, sumber gas memang bukan berasal dari sumur gas di daerah Sumatera Utara, namun berasal dari Tangguh/Bontang/Donggi dalam bentuk LNG yang kemudian diproses regasifikasi
di Arun dan ditransportasikan melalui pipa gas ke Medan. Komponen harga terdiri atas harga LNG saat ini lebih tinggi dari harga gas sumur, biaya regasifikasi, transportasi dan distribusi. Komponen tersebut teregulasi dan diatur Pemerintah kecuali untuk biaya regasifikasi dan distribusi (non open access, sepengetahuan saya).

Untuk di daerah Jawa Barat, permasalahan lebih kompleks, gas yang dijual ke suatu trader dijual ke trader-trader lain dalam satu titik terima/serah yang sama atau dalam jarak dekat sebelum dijual ke end-user. Hal ini mengakibatkan terjadi penjualan gas bertingkat di mana end-user yang kemudian menanggung biaya atas margin dari penjualan gas bertingkat tersebut. Beberapa trader memang melakukan pembangunan infrastruktur dan melakukan bisnis jual beli gas namun ada juga beberapa oknum trader yang hanya menumpang pencarian margin di bisnis ini tanpa melakukan pembangunan infrastruktur.

Dari sisi infrastruktur yang notabene untuk pengangkutan gas masih didominasi oleh pembangunan pipa transmisi/distribusi gas terjadi kompetisi antara dua badan usaha yaitu Pertagas dan PGN. Keduanya berkompetisi dalam membangun infrastruktur yang sifatnya bukan komplementer tetapi kompetisi. Sisi positif atas persaingan ini seharusnya positif, misalnya membuat biaya pengangkutan gas menjadi lebih rendah, namun yang menjadi masalah adalah ketika kedua Badan Usaha ini membangun pipa di daerah yang sama yang akibatnya adalah inefisiensi. Apalagi mempertimbangkan Pertagas adalah anak perusahaan Pertamina sebagai BUMN dan PGN pun termasuk BUMN walaupun telah go public yang artinya keduanya menggunakan anggaran negara dalam berinvestasi.

 

  1. SOLUSI PERMASALAHAN TATA KELOLA GAS BUMI DI INDONESIA

Atas lika liku carut-marut tersebut, secara makro (karena memerlukan masukan dari ahli dan pelaku bisnis gas untuk detailnya) dari sisi awam dapat diajukan usulan perbaikan tata kelola sebagai berikut:

  1. Kembali ke pemahaman atas pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945, bahwa kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Pertamina sebagai BUMN kembali mengelola seluruh pelaksanaan supply dan pemenuhan demand atas gas bumi. Namun bila ingin tetap diregulasi maka Pertamina perlu diawasi, terserah apakah akan mempertahankan
    SKK MIGAS selagu regulator di sektor hulu atau akan diregulasi oleh Kementerian ESDM.
  2. Infrastruktur strategis seperti pipa transmisi dikuasai oleh BUMN, trader/swasta melakukan bisnis di lingkup retail atau distribusi. Terdapat dua BUMN/Anak Perusahaan BUMN yang bergerak dalam pembangunan infrastruktur yaitu Pertagas sebagai anak usaha Pertamina dan PGN. Diperlukan penetapan dari Pemerintah mengenai pembagian atau penugasan pembangunan infrastruktur kepada dua Badan Usaha ini agar tidak saling berkompetisi. Apakah salah satu akan bergerak di pembangunan transmisi dan yang lain di distribusi atau meleburkan PGN ke dalam Pertamina. Hal ini masih menjadi perdebatan karena masing-masing pihak mempertahankan pendapatnya, di mana Pertagas pun tidak mau dilebur ke dalam PGN dan PGN pun belum tentu mau dilebur ke Pertamina.
  3. Regulasi terhadap transparansi biaya dari hulu sampai ke hilir, pasar gas Indonesia masih belum memungkinkan kesiapannya untuk persaingan, harga gas masih perlu diregulasi agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna domestik. Margin di hulu sampai ke hilir diregulasi di mana pasar bisa menerima harga dan Badan Usaha yang melakukan bisnis gas masih bisa memperoleh keuntungan yang wajar.
  4. Akses infrastruktur (pipa transmisi/distribusi) gas dapat dimanfaatkan bersama untuk efisiensi, agar tidak terjadi tumpang tindih pembangunan infrastruktur dan inefisiensi. Dalam rapat dengan Menko Maritim Desember 2015, hasil studi Pusat Energi UGM awalnya menyatakan bahwa pemanfaatan bersama pipa (open access) menyebabkan harga gas tinggi di luar negeri (studi banding), hal tersebut tentunya tidak sama dengan di Indonesia. Dengan pemberlakuan open access seharusnya biaya pengangkutan gas menjadi lebih rendah karena biaya pengembalian investasi ditanggung bersama oleh pemakai dan biaya pengangkutannya lebih transparan karena ditetapkan oleh BPH Migas selaku regulator hilir.
  5. Diperlukan ketegasan dari regulator dalam pemberian izin pembangunan infrastruktur dan jual beli gas kepada Badan Usaha. Dalam pembangunan infrastruktur diperlukan sinkronisasi terhadap supply demand gas termasuk potensi pengembangan pasar. Sedangkan dalam pemberian izin jual beli gas, izin diberikan terhadap Badan Usaha yang telah memiliki perikatan dengan produsen maupun konsumennya.

Demikian sharing sementaranya… kalau ada yang kurang benar mohon dibantu agar benar..

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun