Mohon tunggu...
Eka Khairunnisa
Eka Khairunnisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pelajar

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan di Sekolah dan Kaitannya dengan Nilai-nilai Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

12 Februari 2024   12:41 Diperbarui: 12 Februari 2024   12:46 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan. (Foto: lindungianak.com)

Belakangan ini tengan terjadi peristiwa kekerasan di lingkungan sekolah. Salah satunya yaitu peristiwa kekerasan yang terjadi di sebuah sekolah di Banda Aceh. Sebagaimana yang diberitakan dalam www.kompas.tv : "Purnama Hadi AR melaporkan kasus dugaan pengeroyokan yang dialami anaknya, oleh siswa salah satu sekolah di Banda Aceh ke Polresta Banda Aceh. 

Diduga pengeroyokan dilakukan oleh kakak kelas korban di sekolah." (Kompas.tv - 4 September 2023). Terjadi perundungan lebih tepatnya pengeroyokan yang dilakukan kakak kelas kepada seorang adik kelasnya. Mirisnya lagi peristiwa pengeroyokan tersebut dilakukan di dalam lingkungan sekolah. Padahal sekolah itu seharusnya menjadi rumah kedua bagi siswa, dimana orang tua memberikan kepercayaan kepada pihak sekolah untuk mendidik dan menuntun perkembangan anak-anaknya dan seharusnya memeroleh rasa aman dan nyaman di lingkungan belajar tersebut.

Menilik peristiwa tersebut terhadap kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan Ki Hadjar Dewantara, tentunya melenceng dari harapan KHD bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memerdekakan siswa.  Pendidikan yang memerdekakan menurut Ki Hajar Dewantara adalah suatu proses pendidikan yang meletakkan unsur kebebasan anak didik untuk mengatur dirinya sendiri, bertumbuh dan berkembang menurut kodratnya secara lahiriah dan batiniah (bgpsulawesiutara.kemdikbud.go.id/). Pendidikan yang meletakkan unsur kebebasan di sini merupakan kebebasan siswa dalam memeroleh kenyamanan. Bagaimana siswa layak mendapatkan kenyamanan dalam belajar, mengemukakan pendapat, dan bekreasi, termasuk kenyamanan dalam memeroleh rasa aman dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya dalam belajar. Dalam peristiwa pengeroyokan tersebut, terlihat bagaimana korban tidak mendapatkan bentuk dari pendidikan yang memerdekakan itu.

 Ketidak merdekaan yang diperoleh siswa yang menjadi korban kekerasan di sekolah tersebut tentunya membutuhkan peninjauan dan tindak lanjut terkait aspek mana yang perlu diperhatikan dalam lingkup tatanan sekolah itu sendiri. Dari pendidik, pada hakekatnya mereka menjadi penuntun bagi siswa dalam meraih kemerdekannya. Tidak hanya menjadi penyambung tongkat estafet ilmu pengetahuan, tetapi juga perlu meningkatkan perannya sebagai pendidik yang memperhatikan segala perbedaan latar belakang serta karakteristik siswa. 

Memberikan infus nilai-nilai luhur budaya serta budi pekerti baik bagi para siswanya, sehingga mereka tidak hanya menjadi siswa yang paham ilmu pengetahuan tetapi juga punya kesadaran dalam beretika, saling menghargai perbedaan, saling menghormati, serta saling melindungi. Tugas ini tentu saja tidak cukup hanya didelegasikan kepada pihak sekolah saja, karena kehidupan siswa tidak hanya dihabiskan di lingkungan sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga. Oleh karena itu  kerja sama dengan para orang tua siswa juga sangat dibutuhkan.

 Pengeroyokan yang terjadi di lingkungan sekolah di Banda Aceh ini sangat disayangkan. Mengingat Sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa, menjadi tempat yang menakutkan bagi sebagian siswa yang tertindas. Begitu juga bagi siswa yang menindas, bukalah menjadi tempat menimbang ilmu dan menempa diri menjadi pribadi yang mampu memerdekakan dirinya dan orang lain sebagaimana harapan Bapak Pendidikan Indoneseia kita, melainkan mungkin menjadi tempat pelampiasan atau bahkan copy paste dari tindak kekerasan yang mereka alami di rumah utama mereka. 

Ditambah lagi wilayah tempat kejadian peristiwa tersebut kental dengan nilai-nilai agama, yang sebagian besar penduduknya memiliki kepercayaan yang sama, dan semestinya memiliki rasa persaudaraan dan saling melindungi yang lebih besar.  Tentunya agama manapun dan nilai-nilai luhur budaya manapun  menjunjung sikap saling menghormati dan saling menghargai perbedaan. 

Ada pun sikap saling menuduh dan menyalahkan satu sama lain, tidak dapat mengubah kondisi yang menyayangkan ini. Tindakan meninjau akar permasalahan yang menyebabkan perilaku pengeroyokan tersebutlah yang perlu diperhatikan dan ditentukan apa saja solusi pencegah terulangnya peristiwa yang sama. Tidak hanya dengan bimbingan dari petugas yang berwewenang setempat yang sifatnya sesaat, tetapi lebih penting lagi jika siswa-siwa   setiap hari di lingkungan sekolah dan keluarga disirami dengan nilai-nilai kemanusiaan Indonesia yang perlu dimiliki dan diadopsi seluruh peserta didik, sebagai identitas manusia Indonesia yang hidup dalam dengan kebhinekaan dan sebagai generasi penerus bangsa yang baik.

Daftar Pustaka:

https://www.kompas.tv/regional/440440/kasus-kekerasan-di-sekolah-kembali-terjadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun