Gerhana matahari total (selanjutnya disebut GMT) akan muncul lagi besok tanggal 9 Maret 2016. Pemerintah Indonesia telah berupaya dengan berbagai cara agar momen ini menjadi momen pariwisata internasional. Langkah yang ditempuh ini nampaknya berbeda dengan apa yang dilakukan pemerintah pada peristiwa yang sama sebelumnya. Gegap gempitanya GMT saat ini berbeda dengan gegap gempitanya puluhan tahun yang lalu.
GMT sebenarnya peristiwa alam biasa saja, yang tidak biasa adalah kemunculannya yang cukup lama di tempat sama,meskipun dalam satu wilayah bisa dihitung dalam beberapa tahun. Indonesia sendiri sudah sering melihat fenomena GMT,bahkan pada abad 19 sudah nampak pada tahun 1901. Wilayah yang mendapat fenomena GMT pada 18 Mei 1901 adalah Padang, Jambi, Pontianak, Balikpapan, Samarinda, Palu, dan Ambon. Berikutnya pada 14 Januari 1926 di wilayah Bengkulu, Palembang, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, dan Pontianak. Tanggal 9 Mei 1929 daerah Aceh dan Sumatera Utara. Wilayah selanjutnya Manado dan Maluku Utara pada tanggal 13 Februari 1934, kemudian Palu dan Papua pada tanggal 4 Februari 1962.
Fenomena langka ini terjadi lagi tanggal 11 Juni 1983 di daerah Yogyakarta, Semarang, Solo, Kudus, Madiun, Kediri, Surabaya, Makassar, Kendari, dan Papua. Berikutnya tanggal 22 November 1984 terjadi lagi di Papua. Palembang, Bengkulu, Pangkal Pinang, dan Bangka Belitung melihat GMT selama 2 menit 19 detik pada tanggal 18 Maret 1988, dan kembali lagi tanggal 24 Oktober 199 di Sangihe dengan waktu 1 menit 53 detik. Indonesia tahun ini melihat fenomena GMT lagi besok tanggal 9 Maret 2016 di wilayah Palembang, Palangkaraya, Balikpapan, Palu, dan Ternate.
Dari semua kejadian yang ada tersebut,fenomena terlama nampaknya yang terjadi pada tahun 1983, yaitu sekitar 30 menit dari mulai awal sampai berakhirnya GMT. Sayangnya kejadian terlama pada tahun 1983 tersebut sedikit memprihatinkan terkait dengan munculnya mitos yang menyesatkan dan juga memalukan dalam kacamata ilmu pengetahuan. MITOS tentang GMT memang sudah berabad-abad ada di Indonesia, tetapi pengaruh mitos tersebut nampaknya bergeser sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penulis masih ingat ketika ada fenomena gerhana matahari sebagian pada tahun 60an hampir semua anak-anak pada masa itu diminta memukul kentongan sampai mataharinya muncul kembali. Pada masa itu mitos yang berkembang adalah bahwa matahari dimakan oleh raksasa,maka agar matahari dimuntahkan lagi harus dibuat keramaian. Mitos itulah yang kemudian membuat suasana hiruk pikuk dengan tambuhan kentongan dan lesung di hampir semua tempat.
Fenomena GMT pada tahun 1983 memang sudah tidak dibarengi dengan tabuhan kentongan lagi,nampaknya mitos itu sudah mulai hilang dari kepercayaan penduduk. Pada masa itu pemerintah dengan gencar menyosialisasiskan melalui surat kabar dan TVRI yang pada masa itu menjadi satu-satunya televisi di Indonesia,itupun masih hitam putih,dan masih sedikit yang memiliki,tidak seperti sekarang ini,internet belum ada,apalagi HP.
Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah sayangnya banyak yang ditelan mentah-mentah oleh sebagian rakyat yang kurang pemahamannya. Pemerintah pada waktu itu menyosialisasikan bahwa melihat GMT akan dapat menyebabkan kebutaan, dan bagi para peneliti sebaiknya menggunakan kacamata yang dilapisi dengan film yang digosongkan (sayang sekarang fotografi sudah tidak menggunakan film,sehingga susah mencarinya). Konsep bahwa melihat GMT akan menyebabkan kebutaan itulah yang pada waktu itu membuat banyak rakyat kebanyakan bersembunyi di kolong meja,tempat tidur dan sebagainya. Nampaknya sosialisasi yang ditempuh pemerintah pada masa itu salah sasaran.
Penulis sendiri pada taun 1983 juga terlibat dalam penelitian GMT untuk membuktikan hipotesa exogen dan endogen,yaitu untuk memastikan apakah makhluk hidup yang keluar pada waktu malam dipengaruhi oleh faktor cahaya matahari ataukah karena adanya jam biologi pada makhluk hidup tersebut. Hasil penelitian memang menunjukan bahwa kedua hipotesa itu berjalan,artinya ada yang dipengaruhi oleh cahaya matahari ada pula yang dipengaruhi oleh jam biologi. Pengamatan yang dilakukan dengan merekam makhluk hidup dan juga proses perjalanan GMT dengan pelindung film yang digosongkan memang ampuh untuk menangkal
efek cahaya GMT, tapi sayang justru hal inilah yang tidak tersosialisasikan ke masyarakat secara umum,sehingga pada tahun 1983 suasana di luar rumah justru sangat lengang karena ketakutan.
GMT pada tahun 2016 ini sangat jauh berbeda kondisinya dengan waktu sebelumnya. Kondisi ini barangkali juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi,diantaranya dengan adanya arus informasi melalui jaringan internet dan banyaknya masyarakat yang mempunyai smartphone untuk mengakses internet guna mendapatkan informasi tentang GMT. Kemunculan GMT pada tahun 2016 ini memang tidak segegap gempita tahun-tahun sebelumnya,namun arahnya yang mulai bergeser seiring dengan hilangnya mitos akibat teknologi serta munculnya pemahaman baru di sebagian rakyat kebanyakan. Pemerintah pada tahun ini justru menyosialisasikan sebagai sarana wisata bagi turis,baik wisnu maupun wisman.
Nampaknya orang tidak lagi merasa asing dengan fenomena GMT,meskipun generasi muda belum pernah mengalami,tetapi dengan adanya jaringan internet yang cukup mudah diakses hingga pelosok desa membuat masyarakat memahami dari sisi sains lebih baik lagi, dan hilanglah segala mitos,mulai dari mitor raksasa penelan matahari sampai ketakutan berlebihan seperti pada tahun 1983, artinya memang ada korelasi antara perkembangan sains dan teknologi dengan pemahaman terhadap fenomena tersebut.
INDONESIA akan mengalami GMT lagi besok pada tahun 2026,dan kita tidak tahu seperti apa teknologi di masa itu. Perkembangan teknologi memang luar biasa cepat,yang dahulu membutuhkan waktu dalam hitungan tahun,kini sudah dalam hitungan bulan. Siapa mengira bahwa pada masanya wartel akan hilang yang dahulu bisa menjadi sumber penghasilan. Siapa yang mengira bahwa handphone sangat murah yang pada masa awal nomornya saja cukup mahal,dan kini bahkan gratis. Apa yang akan terjadi pada GMT tahun 2026 nanti juga akan susah diprediksi bagaimana pengaruh teknologi terhadap pemahaman masyarakatnya. Mudah-mudahan tulisan kecil ini sedikit bermanfaat.
******
Â
Karma Iswasta Eka
DOSEN PGSD UMP,peneliti GMT tahun 1983
Mantan Tim MBS DirjenDikti dan UNESCO 2008-2014.